Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label essai

Tuhan Lebih Tahu Sedang Kamu Tidak

Katanya tahun ini dan tahun depan itu tahun politik. Memang sudah mulai tampak sih. Ini kayaknya beberapa teman di facebook sudah mulai bangkit bergerilya membagikan informasi ini dan itu dari dunia pemerintahan dan politik. Cuma sepertinya banyak juga yang udah tiap hari main internet tapi masih susah bedain hoax dan fakta. Ada yang membagikan link portal berita abal-abal, ada yang membagikan screenshot editan, banyak lagi sih, silakan cari sendiri. Ada yang tak tahu apa-ap a tapi secara naluriah merasa terpanggil hatinya berbagi informasi tanpa cari tahu keabsahan informasinya. Ada yang memang sengaja membuat dan membagikan berita palsu. Ada pula yang ngotot kebebenaran adalah miliknya, padahal sebenarnya dia sudah tahu pasti bahwa sejatinya kebenaran itu milik Tuhan. Dan jikapun ada di antara kita ingin berbuat baik, ya lakukanlah yang terbaik dengan baik tanpa harus menjatuhkan orang lain yang berseberangan. Kalau ada yang merasa dirinya paling benar, wah siapa dia? Tuhan? Jika

Kenapa?

Hal yang sepertinya seringkali terlupa olehku, olehmu, oleh mereka, dan oleh kita semua adalah bahwa untuk berada pada posisi teratas atau pada keadaan terbaik yang diharap-harapkan, harus mulai dipersiapkan sedini mungkin, sejak niat itu muncul dalam hati. Tapi mungkin saja pendapat itu tidak berlaku untuk semua orang, apalagi cara dan kondisi setiap orang berbeda-beda ketika hendak memulai sesuatu kan? Di mana, ada sebagian yang memulai jalannya dengan kemauan sendiri, ada yang dengan terpaksa, dan mungkin ada alasan lain lagi, untuk yang terakhir silakan pikirkan sendiri. Yang pasti jika memungkinkan untuk mempersiapkan apa-apa saja yang ingin kita capai secepatnya sejak awal, ya kenapa tidak? Kenapa harus menunggu besok? Kenapa harus nanti-nanti? Kenapa tidak dari sekarang? Kenapa coba? Kenapa?

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Tak Ada Pantai Hari Ini

Aku membayangkan diri, sedang berdiri dalam larut lamunan di tepian laut. Bukan di atas bebatuan karang menjulang ke permurkaan. Bukan pula di pinggiran bibir pantai berpasir putih. Karena setahuku aku belum pernah sama sekali menginjakkan kakiku di pantai. Atau mungkin pernah saat kecil dulu. Aku juga tak ingin bertanya pada bapak-mamakku di rumah. Menanyakan "Apakah aku pernah pergi ke pantai? Dulu, saat kecil?" Aku rasa pertanyaan itu tidak ada pe ntingnya sama sekali dipertanyakan. Tidak berguna dan tentu cukup memalukan juga kedengarannya. Sepertinya aku memang tak bisa mengingat segala sesuatu dengan baik. Aku sadar, bahwa aku memang sudah terlalu banyak melupakan kisah hidup dari waktu terdahulu. Jangankan ingatan tentang pergi ke pantai. Rasanya, untuk sekadar berenang pun aku tak tahu lagi caranya. Aku sudah benar-benar sudah terlupa hampir dari segalanya. Bukan hanya lupa, nampaknya aku juga mulai dilupakan oleh dunia ini, dan oleh orang-orang di mana pun merek

Ditemani Rasa Takut

Satu dari sekian hal yang aku hindari dalam hidup ini adalah ketinggian. Aku tak tahu pasti bagaimana itu bermula, yang jelas dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa aku cukup takut ketinggian. Sebenarnya aku ingin menepis kenyataan itu, namun apa hendak dikata jika benar begitu adanya bahwa aku phobia pada ketinggian. Aku merasa ketika berada pada tempat yang tinggi dan sekaligus melihat dengan sadar jarak ketinggian itu, sesaat dada ini rasanya berdegup kencang, dan kedua k aki seketika mengalami gemetaran. Bahkan kadang jika efek ketakutan itu begitu mendominasi, nafas pun bisa dibuatnya jadi tersengal-sengal. Rasanya agak sedikit mirip ketika orang yang sedang kasmaran berada di dekat sosok pujaan hatinya. Sebenarnya, saat ini pun aku masih merasa takut pada ketinggian. Namun seiring waktu, aku terus berusaha mencoba melawan atau malah menerima ketakutan itu. Ya, sesekali aku memaksa diri melawannya, sesekali pula aku menerima dan mengakui fakta itu bahwa aku memang ta

Tulisan yang Aku Sebut Puisi

Aku merindukan kejora dari tatapan itu Yang tersibak oleh binar-binar kaca di matamu Padamu nona surat cinta ini aku peruntukkan. Terserah saja ingin kau baca atau tidak Pun walau sebenarnya aku yakin nona Kau menyiratkan sebentuk senyuman kecil Saat kau membacanya bersembunyi Yang meski hanya terbit sesaat waktu Tanpa kau sadari. Lalu kau menyimpannya segera Lalu dalam nuranimu berkata-kata "Rupanya dia menyukai aku. Benarkah ini semua? Aku sungguh tak percaya!" Lalu kau diam sesaat Masih bertanya-tanya sendiri di antara heningmu. Kau larut, kaku, membatu Kau terus berbicara sendiri setengah hari Menerka-nerka isyarat-isyarat apapun "Aku benar-benar tak ingin percaya semua ini. Tapi sepertinya aku juga suka padanya. Tolong aku, bagaimana ini?" Begitu katamu pada hatimu yang sedang kacau. Kira-kira begitu sebenarnya angan-angan yang sedang aku rencanakan Saat merangkai tulisan yang aku sebut puisi ini Semoga saja kau membacanya Dan semoga saja ini buka

Hidup Sehidup Hidupnya Hidup

Selama ini, sejak dulu sekali, aku sudah mendambakan waktu-waktu di mana aku dapat menjalani beragam keseruan dengan berbagai hal menakjubkan. Benih-benih pemikiran seperti itu sebenarnya tidak muncul langsung secara tiba-tiba. Tentu saja, segala sesuatu di dunia ini memiliki prosesnya masing-masing, baik itu dalam perubahan, kehancuran, dan lain lain sebagainya. Adapun berbagai gagasan tentang menjalani kehidupan yang menyenangkan itu aku dapatkan tak lain dari kotak hitam p engendali dan pencuci otak pikiran manusia, siapa lagi kalau bukan televisi. Yang saban hari selalu ada saja tawaran-tawaran apik nan menggiurkan tentang sesuatu yang bermacam-macam. Selain itu juga dari buku-buku yang aku baca, dari kisah-kisah yang disampaikan orang kepadaku. Dan ditambah lagi semenjak aku mengenal internet, makin terbuka lebarlah kemungkinan-kemungkinan yang aku pikirkan. Semua hal seperti ingin bergantian singgah ke dalam kepalaku. Terasa seperti ingin diserap sebagai pengetahuan,

Bagaimana Seharusnya Saya Menulis?

Dalam ketertarikan saya dengan dunia tulis-menulis, beberapa kali saya sudah cukup sering membaca banyak cara, tips, panduan, dll tentang tulis-menulis itu dari berbagai sumber, baik buku, dan terutama internet. Beragam padanan kata kunci mulai dari cara menulis ini dan itu, tips menulis ini dan itu, panduan menulis ini dan itu, pokoknya banyak lagi yang lainnya, sering pula saya coba mencarinya. Dan dari sekian banyak yang pernah saya bac a, yang susah sekali saya pelajari dan lakukan secara berkelanjutan adalah bagaimana konsisten menulis dengan perasaan yang santai, tanpa beban, dan tanpa keterpaksaan. Yang berlangsung mengalir seperti arus sungai. Ya, setiap kali menulis, saya selalu merasakan seperti sedang dikejar-kejar oleh sesuatu, sehingga saya seringkali diliputi perasaan cemas dan gelisah untuk bisa meyelesaikan sebuah tulisan yang saya mulai. Saya menyukai dunia tulis-menulis namun pada satu sisi saya merasa seperti belum benar-benar terjun sepenuhnya kedalam l

Bulan Separuh Dihapus Terang

Bulan separuh Bermukim di atasku Di langit sana Ketika aku mencoba diri Duduk dalam hening Di halaman samping rumah Kala waktu masih gelap di pagi sekali Dengan maksud melatih pernafasan Menghirup udara-udara segar Sebelum semua kembali jadi polusi lagi Saat matahari fajar Mulai mencurah sinarnya Bulan separuh pun Perlahan hilang memudar Dihapus oleh terang dunia

Sebaris Do'a Kecil

Hitam kelam ku dalam malam Gelap pekat tak dapat melihat Sepi sepi tiada suara Di hela nafas hembus udara Jauh aku mencari Setitik harap Sepercik mimpi Masih tetap tak berhenti Larutku menjelang pagi Oh dimanakah cahayamu Oh terangilah jalanku Kurindu hangat pelukmu Basuh jiwa ragaku Kunanti sinar terangmu Di sebaris doa kecilku

Anti Nyinyir Nyinyir Club

Di tengah arus pergerakan komunikasi dan informasi yang sepertinya selalu riuh tak pernah sepi karena ada saja yang jadi bahasan paling menarik tiap hari. Dan ketika mau tak mau kita sudah berada di dalamnya ini, pasti sering sekali merasa risih pada banyaknya polusi-polusi media sosial yang tersebar. Entah itu dari orang-orang yang kita kenali langsung mulai dari keluarga, teman, kolega, sampai yang tidak kita kenal langsung tapi berteman di media sosial. Lalu di beberapa waktu atau bisa saja terjadi tiap hari, di mana ada di antara dari orang-orang tadi yang entah kenapa seperti berhasrat sekali mengomentari beragam hal. Sebenarnya jika hanya ingin mengekspresikan opini tak ada masalahnya dengan hal itu. Hanya saja, yang membuat heran adalah orang-orang ini amat sering mengomentari segala sesuatu dengan sudut pandangnya yang negatif. Yang mana pada setiap hal fokusnya sepertinya tak pernah ada kebaikannya sedikitpun. Pendapatnya selalu tentang cela kesalahan orang. Selalu te

Bulan Muda

Malam ini boleh saja kamu menaruh takjub, puja, dan ketertarikan yang sangat menggebu pada bulan merah itu. Tapi tidakkah kamu tahu dan sadar, bahwa esok hari adalah hari yang lebih dari harapanmu di hari ini. Kamu akan kembali bertemu dengan bulan yang lain segera esok. Yang seketika akan membuatmu bahagia kala menyentuhnya. Kesedihanmu seolah terobati. Dukamu berguguran seketika. Kebahagiaan itu pun serasa dalam genggamanmu, senyummu pun membuncah. Harapan yang telah dinanti selama kurang lebih sebulan terakhir lalu tiba di ujung mata. Datang menghampirimu seperti jodoh. Tapi maaf, ini bukanlah jodoh. Melainkan adalah yang jauh lebih kamu rindukan dari apapun saat ini. Sebut saja namanya bulan muda.

Jeda atau Berhenti

Apakah titik itu adalah selalu tentang pertanda untuk berhenti? Apakah benar-benar seharus itu? Adakah yang bisa memberikan jawaban untuk atas pertanyaan-pertanyaan semacam itu? Mungkin ada. Tapi mungkin lain waktu saja kata mereka menjawab dalam hati kecilnya. Dari berbagai hal dan apapun yang selama ini datang, singgah, menetap, dan berlalu melangkah pergi di kehidupan saya, yang saya bisa ingat dengan jelas dan pasti adalah bahwa titik memang selalu tampak sebagai tanda berhenti. Lalu muncul pertanyaan lagi. Berhenti dari apa? Dari berbagai macam hal yang ada di dunia ini. Berhenti dari banyak bicara, berhenti dari diam, berhenti dari mengumpat, berhenti dari menutup mata, berhenti dari lalai, berhenti dari kemalasan, berhenti dari amarah, berhenti dari kebodohan, berhenti dari merasa pintar, berhenti dari membuat kesalahan, berhenti dari merasa paling benar sendiri, berhenti dari membenci, berhenti dari menyakiti, berhenti dari melukai, berhenti dari ketidakbe

Suguhan Epik

Kamu tahu apa yang menyenangkan saat saya menonton bioskop kemarin? Saat hampir semua orang di ruang tunggu itu mengantre panjang demi mendapatkan tiket nonton film yang sedang dibicarakan di mana-mana, kamu pasti tahu filmnya. Kamu bisa melihat linimasa di media sosialmu. Coba amati film apa yang mereka bahas. Bagaimana? Sudah tahu kan? Saat itu, saya & belasan orang dalam antrean itu rupanya lebih memilih untuk nonton sekuel ketiga dari trilogi Maze Runner : The Death Cure.  Seketika saya sadar bahwa saat itu sedang jadi minoritas di antara mayoritas. Ya sudah, tak masalah, karena menurut saya menonton bioskop dengan kondisi penonton sedikit memang lebih nyaman. Terlebih jika penonton lain tak ada, kesannya berubah jadi seperti nonton di rumah sendiri. Tapi itu jika kebetulan bisa nonton sendiri tanpa ada orang lain, karena kenyataannya itu jarang bisa terjadi. Dan setelah film berakhir, saat hendak keluar dari studio 6, ruangan studio kami menonton, tampak semua penon

Bergerak, Maju, dan Melesat

Sejak saya menyadari bahwa saya menyukai kegiatan membaca, dan ditambah lagi ketika saya mulai mengenal kehebatan internet dengan segala macam manfaatnya. Entah kenapa seiring waktu, saya sering merasa sedang dalam ketertinggalan. Ketertinggalan dalam hal apa? Mungkin dari raihan prestasi orang-orang yang menginspirasi saya. Saya merasa perlu mengejar mereka atau paling tidak mengambil pelajaran berharga dari mereka semua. Bukan hanya dari golongan para tokoh besar & terkenal  tapi juga orang dari segala macam bidang yang saya temukan di jagad dunia internet. Termasuk juga teman-teman di media sosial, baik yang saya kenal langsung ataupun mereka yang sengaja saya tambahkan sebagai teman di media sosial karena ketertarikan saya pada karya & idealisme yang mereka tuang dalam berbagai bentuk media, mulai dari kesenian serta tulisan. Juga pendapat & solusi yang mereka tawarkan pada dunia dalam memecahkan topik masalah tertentu. Jika pun belum sampai kepada tahap aksi, s

Selamat Mendengarkan

Apakah ada yang kebetulan sudah membaca tulisan saya sebelumnya mengenai "podcast" yang saya beri judul "dengarkanlah" itu? Sudahkah? Atau belum? Jika sudah, terima kasih sekali ya, mau menyempatkan diri membaca tulisan saya. Terlebih lagi jika sudah mendengarkan rilisan podcast yang sudah saya sertakan informasi & panduan mendengarkannya dalam tulisan itu. Semoga suka & semoga ada manfaatnya. Kalau memang belum membacanya sama sekali, sebaiknya dibaca dulu saja, sebagai sedikit informasi sederhana mengenai podcast. Jadi singkat cerita & sedikit mengulang yang sebelumnya. Karena saya sedang senang & tertarik sekali mendengarkan podcast, jadi beberapa waktu lalu saya putuskanlah membuat podcast sendiri dengan nama "Podcast Ruang Opini". Kenapa namanya Podcast Ruang Opini? Sebenarnya, sebelum saya sudah membuat rekaman audio podcast yang awalnya saya beri nama Podcast Ngomong Sendiri. Kenapa nama awalnya Podcast Ng

Reuni 90an

Kebetulan saya lahir & tumbuh di era 90an awal. Jadi sudah pasti ada banyak sekali kenangan berharga yang saya ingat kala itu. Bukan hanya banyak, semua kenangan tempo dulu sungguh sangat berharga sekali rasanya jika ingin diingat-ingat kembali. Mulai dari kebiasaan yang sering saya lakukan di rumah, saat berkumpul dengan kerabat & keluarga. Kelucuan, kenakalan, kebodohan, & kehebohan saat memainkan semua jenis permainan konvensional bersama teman sepermainan di sekitar rumah  & hal yang sama juga saya lakukan saat bermain bersama teman di bangku TK & SD. Lalu juga tentang serunya menonton tayangan televisi anak-anak & tayang-tayangan umum lain yang selalu memancing animo siapapun untuk selalu menyaksikan. Tak ketinggalan, lagu anak-anak yang saat itu ada banyak sekali pilihannya untuk didengarkan setiap hari di televisi, di radio, atau sering pula diputarkan dengan sukarela oleh abang-abang yang setiap hari di depan gerbang sekolah, menjajakan aneka

Dengarkanlah!

Mungkin penjelasan ini agak terlambat atau mungkin terlalu sering diulang-ulang? Tapi tak apalah, daripada tidak sama sekali. Ceritanya, sejak setengah tahun terakhir di 2017 lalu, saya senang sekali mendengarkan podcast yang pada akhirnya turut membuat saya ikut membuat podcast sendiri juga. Tahu podcast kan? Buat yang sudah tahu lebih dulu, bagus deh. Itu artinya kamu sudah tahu sebelum saya menjelaskannya. Buat yang belum, ya sudah saya jelaskan sedikit. Sederhananya podc ast itu adalah sebuah media sharing digital berupa video & audio. Kira-kira semacam ngeblog yang disajikan secara berseri / berepisode. Nah walau tersedia dalam format video & audio, tapi yang lebih dikenal secara umum adalah rilisan podcast format audio karena proses produksinya yang lebih mudah. Setiap podcaster (istilah untuk host/penyiar podcast) bebas saja mengatur kapan mereka mau merilis siaran episode podcastnya karena biasanya selain punya keunikan & ciri khas tersendiri, masing-masin

Kebaikan Melawan Hoax

Beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah kenyataan. Kenyataan yang ironi dari sebuah cerita ringan oleh seseorang tentang mendistribusikan kebencian, menggiring opini dangkal, melanjutkan berita tak akurat menjurus sesat, memancing emosi, menjaring orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama dengannya, semua demi tujuan memprovokasi situasi dan kondisi ruang hidup khalayak. Sebut saja propaganda. Dan perkiraanku saat itu, mungkin ia menganggap apa yang ia sampaikan pada  saya adalah hal remeh dan sebuah permainan mengandung keseruan yang akan membuat saya takjub. Mungkin ia menganggap itu adalah bakat yang mengandung nilai prestasi. Mungkin ia menilai saya akan sejalan dengan pikirannya, merasa satu visi, bangga, dan merasa bahwa saya bisa ikut ambil bagian atas apa yang ia lakukan. Ah maaf maaf kata, saya tak akan pernah kagum, apalagi tertarik, no way. Saya tak tertarik memelihara kegoblokan macam itu. Tapi saya salut untuk kepercayadirian atas apa yang ia lakukan i

Sisa-sisa

Kau bisa menemukannya dimanapun Di sela hati yang bercela Di antara tegur-sapa yang terlupa Di dasar ceruk emosi yang tertekuk Di dalam lipatan pikiran yang rentan Di bawah nafsu diri yang lesu Di dekap bilik nurani yang berisik Di atas nyala amarah yang menggila Di sisi mimpi sendiri yang sepi Di riuh gelak tawa yang menyalak Ingatlah, semua ini hanyalah sisa-sisa @30haribercerita  # 30haribercerita   # 30harimenulis   # 30HBC1823