Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label 30harimenulis

Jeda atau Berhenti

Apakah titik itu adalah selalu tentang pertanda untuk berhenti? Apakah benar-benar seharus itu? Adakah yang bisa memberikan jawaban untuk atas pertanyaan-pertanyaan semacam itu? Mungkin ada. Tapi mungkin lain waktu saja kata mereka menjawab dalam hati kecilnya. Dari berbagai hal dan apapun yang selama ini datang, singgah, menetap, dan berlalu melangkah pergi di kehidupan saya, yang saya bisa ingat dengan jelas dan pasti adalah bahwa titik memang selalu tampak sebagai tanda berhenti. Lalu muncul pertanyaan lagi. Berhenti dari apa? Dari berbagai macam hal yang ada di dunia ini. Berhenti dari banyak bicara, berhenti dari diam, berhenti dari mengumpat, berhenti dari menutup mata, berhenti dari lalai, berhenti dari kemalasan, berhenti dari amarah, berhenti dari kebodohan, berhenti dari merasa pintar, berhenti dari membuat kesalahan, berhenti dari merasa paling benar sendiri, berhenti dari membenci, berhenti dari menyakiti, berhenti dari melukai, berhenti dari ketidakbe

Suguhan Epik

Kamu tahu apa yang menyenangkan saat saya menonton bioskop kemarin? Saat hampir semua orang di ruang tunggu itu mengantre panjang demi mendapatkan tiket nonton film yang sedang dibicarakan di mana-mana, kamu pasti tahu filmnya. Kamu bisa melihat linimasa di media sosialmu. Coba amati film apa yang mereka bahas. Bagaimana? Sudah tahu kan? Saat itu, saya & belasan orang dalam antrean itu rupanya lebih memilih untuk nonton sekuel ketiga dari trilogi Maze Runner : The Death Cure.  Seketika saya sadar bahwa saat itu sedang jadi minoritas di antara mayoritas. Ya sudah, tak masalah, karena menurut saya menonton bioskop dengan kondisi penonton sedikit memang lebih nyaman. Terlebih jika penonton lain tak ada, kesannya berubah jadi seperti nonton di rumah sendiri. Tapi itu jika kebetulan bisa nonton sendiri tanpa ada orang lain, karena kenyataannya itu jarang bisa terjadi. Dan setelah film berakhir, saat hendak keluar dari studio 6, ruangan studio kami menonton, tampak semua penon

Bergerak, Maju, dan Melesat

Sejak saya menyadari bahwa saya menyukai kegiatan membaca, dan ditambah lagi ketika saya mulai mengenal kehebatan internet dengan segala macam manfaatnya. Entah kenapa seiring waktu, saya sering merasa sedang dalam ketertinggalan. Ketertinggalan dalam hal apa? Mungkin dari raihan prestasi orang-orang yang menginspirasi saya. Saya merasa perlu mengejar mereka atau paling tidak mengambil pelajaran berharga dari mereka semua. Bukan hanya dari golongan para tokoh besar & terkenal  tapi juga orang dari segala macam bidang yang saya temukan di jagad dunia internet. Termasuk juga teman-teman di media sosial, baik yang saya kenal langsung ataupun mereka yang sengaja saya tambahkan sebagai teman di media sosial karena ketertarikan saya pada karya & idealisme yang mereka tuang dalam berbagai bentuk media, mulai dari kesenian serta tulisan. Juga pendapat & solusi yang mereka tawarkan pada dunia dalam memecahkan topik masalah tertentu. Jika pun belum sampai kepada tahap aksi, s

Selamat Mendengarkan

Apakah ada yang kebetulan sudah membaca tulisan saya sebelumnya mengenai "podcast" yang saya beri judul "dengarkanlah" itu? Sudahkah? Atau belum? Jika sudah, terima kasih sekali ya, mau menyempatkan diri membaca tulisan saya. Terlebih lagi jika sudah mendengarkan rilisan podcast yang sudah saya sertakan informasi & panduan mendengarkannya dalam tulisan itu. Semoga suka & semoga ada manfaatnya. Kalau memang belum membacanya sama sekali, sebaiknya dibaca dulu saja, sebagai sedikit informasi sederhana mengenai podcast. Jadi singkat cerita & sedikit mengulang yang sebelumnya. Karena saya sedang senang & tertarik sekali mendengarkan podcast, jadi beberapa waktu lalu saya putuskanlah membuat podcast sendiri dengan nama "Podcast Ruang Opini". Kenapa namanya Podcast Ruang Opini? Sebenarnya, sebelum saya sudah membuat rekaman audio podcast yang awalnya saya beri nama Podcast Ngomong Sendiri. Kenapa nama awalnya Podcast Ng

Reuni 90an

Kebetulan saya lahir & tumbuh di era 90an awal. Jadi sudah pasti ada banyak sekali kenangan berharga yang saya ingat kala itu. Bukan hanya banyak, semua kenangan tempo dulu sungguh sangat berharga sekali rasanya jika ingin diingat-ingat kembali. Mulai dari kebiasaan yang sering saya lakukan di rumah, saat berkumpul dengan kerabat & keluarga. Kelucuan, kenakalan, kebodohan, & kehebohan saat memainkan semua jenis permainan konvensional bersama teman sepermainan di sekitar rumah  & hal yang sama juga saya lakukan saat bermain bersama teman di bangku TK & SD. Lalu juga tentang serunya menonton tayangan televisi anak-anak & tayang-tayangan umum lain yang selalu memancing animo siapapun untuk selalu menyaksikan. Tak ketinggalan, lagu anak-anak yang saat itu ada banyak sekali pilihannya untuk didengarkan setiap hari di televisi, di radio, atau sering pula diputarkan dengan sukarela oleh abang-abang yang setiap hari di depan gerbang sekolah, menjajakan aneka

Dengarkanlah!

Mungkin penjelasan ini agak terlambat atau mungkin terlalu sering diulang-ulang? Tapi tak apalah, daripada tidak sama sekali. Ceritanya, sejak setengah tahun terakhir di 2017 lalu, saya senang sekali mendengarkan podcast yang pada akhirnya turut membuat saya ikut membuat podcast sendiri juga. Tahu podcast kan? Buat yang sudah tahu lebih dulu, bagus deh. Itu artinya kamu sudah tahu sebelum saya menjelaskannya. Buat yang belum, ya sudah saya jelaskan sedikit. Sederhananya podc ast itu adalah sebuah media sharing digital berupa video & audio. Kira-kira semacam ngeblog yang disajikan secara berseri / berepisode. Nah walau tersedia dalam format video & audio, tapi yang lebih dikenal secara umum adalah rilisan podcast format audio karena proses produksinya yang lebih mudah. Setiap podcaster (istilah untuk host/penyiar podcast) bebas saja mengatur kapan mereka mau merilis siaran episode podcastnya karena biasanya selain punya keunikan & ciri khas tersendiri, masing-masin

Kebaikan Melawan Hoax

Beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah kenyataan. Kenyataan yang ironi dari sebuah cerita ringan oleh seseorang tentang mendistribusikan kebencian, menggiring opini dangkal, melanjutkan berita tak akurat menjurus sesat, memancing emosi, menjaring orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama dengannya, semua demi tujuan memprovokasi situasi dan kondisi ruang hidup khalayak. Sebut saja propaganda. Dan perkiraanku saat itu, mungkin ia menganggap apa yang ia sampaikan pada  saya adalah hal remeh dan sebuah permainan mengandung keseruan yang akan membuat saya takjub. Mungkin ia menganggap itu adalah bakat yang mengandung nilai prestasi. Mungkin ia menilai saya akan sejalan dengan pikirannya, merasa satu visi, bangga, dan merasa bahwa saya bisa ikut ambil bagian atas apa yang ia lakukan. Ah maaf maaf kata, saya tak akan pernah kagum, apalagi tertarik, no way. Saya tak tertarik memelihara kegoblokan macam itu. Tapi saya salut untuk kepercayadirian atas apa yang ia lakukan i

Sisa-sisa

Kau bisa menemukannya dimanapun Di sela hati yang bercela Di antara tegur-sapa yang terlupa Di dasar ceruk emosi yang tertekuk Di dalam lipatan pikiran yang rentan Di bawah nafsu diri yang lesu Di dekap bilik nurani yang berisik Di atas nyala amarah yang menggila Di sisi mimpi sendiri yang sepi Di riuh gelak tawa yang menyalak Ingatlah, semua ini hanyalah sisa-sisa @30haribercerita  # 30haribercerita   # 30harimenulis   # 30HBC1823

Tidak Istimewa

Minggu pagi ini aku bangun di atas kasur busa tipis di kamarku itu. Tak ada yang istimewa memang dariku sebenarnya. Entah itu dari caraku bangun pagi setelah tidur semalam, apalagi dari kasurku, dari bantal yang sudah jelas tak mungkin kau sebut istimewa, pun terlebih lagi dari kamarku yang berbanding jauh dan terbalik dari style dekorasi Skandinavian. Semuanya benar-benar biasa saja, sangat ekstra biasa, aku katakan lagi sungguh tak ada yang istimewa.  Jika berharap ada keis timewaan dariku bisa menyerupai keistimewaan para pesohor dari kalangan jet set kelas atas, atau generasi milenial super sibuk, sampai era kids zaman now yang tak tentu arah perjalanannya, lebih baik lanjutkan tidur saja kalau begitu. Bila di dalam batin tersirat diri ingin memeluk Bulan, Bintang, sekalipun itu Matahari, sungguh apalah daya tangan tak sampai. Maka, hal yang paling memungkinkan dilakukan selanjutnya adalah memeluk tiang listrik. Ya itu adalah salah satu dari sekian banyak cara sederhana

Seperti Janji Tuhan

Selama ini, dari setiap bulir waktu yang berlalu, sejak dulu kala, mungkin sejak zaman nabi bermula, hingga tiba lah kita semua ke masa sekarang di era milenial yang penuh gegap gempita perubahan dengan segala macam teori dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan di mana-mana, di seluruh penjuru bumi ini. Ada satu dari sekian banyak hal yang selalu diburu semua manusia. Tak lain dan tak bukan, hal itu adalah segegam kebahagiaan. Orang-orang atau siapapun mungkin boleh saja meno lak, berkilah, mengatakan ini dan itu, ya terserah mereka saja. Tapi coba berani untuk jujur dalam hati sendiri, bukankah inti dari semua harapan, do’a, dan cita-cita yang selama ini kita dambakan adalah tentang pencapaian pribadi, demi sebuah kebahagiaan diri yang hakiki bukan? Bahkan ketika kita berjuang demi keberlangsungan hidup orang lain juga akan kembali pada kepuasaan diri sendiri yang lalu berujung pada kebahagian diri. Atau juga pada saat kita mengatakan rela berkorban demi seseorang asal dia b

Air Kehidupan

Kalian mungkin sudah lebih banyak tahu tentang kisah dan mitos mengenai air kehidupan. Pastinya ada beragam versi pula yang tersebar di seantero jagad raya Bumi yang bulat ini, tapi tak tahu jika di belahan Bumi datar sana, mungkin lebih unik atau bahkan bisa lebih epik lagi riwayatnya. Jadi, dulu saya pernah punya kenalan, seorang bapak tua, sebut saja namanya "pak Barjo". Saat menjelaskan dirinya, dia akan selalu bilang, "Biasanya orang-orang lebih sering memanggil saya dengan "mbah Barjo" atau "lek Barjo" cuma biar sedikit lebih muda, lebih baik panggil saya "pak Barjo" saja katanya sambil ngakak. Nah pada suatu kesempatan, saat dalam perjalanan sepulang kerja, kebetulan saya berpapasan dengan pak Barjo. Sebenarnya ia yang lebih dulu menyadari lalu menegur saya, "Dari mana le?" Tanya pak Barjo. "Ini pak, baru pulang kerja" Saya menjawab lepas. "Loh jalan kaki ya? Bukannya biasanya pakai motor?" Pak

Sempurna Melupakanmu

Ada satu, dua, tiga, atau mungkin lebih banyak lagi dari itu semua alasan pemakluman yang sering aku lakukan saat ingin mengunjungi rumahmu. Entah karena langkah terhambat atas suatu halangan mengganggu, atau terkendala perasaan mengganjal niat lalu membatalkannya begitu saja. Bukan sebab jalan setapak menuju rumahmu penuh liku membingungkan, apalagi jika harus melewati labirin padang semak belukar. Jujur saja, bukan soal kesusahan itu melulu Jika harus dijelaskan pasalnya, pasti akan banyak bermunculan cela salahku. Tentu saja aku tak menginginkan itu. Bisa-bisa borok aibku dulu kembali menganga. Sungguh aku tak mau lagi itu. Tapi bila memang harus menjawab tanyamu dengan sadar. Aku tak bisa datang karena mataku tak lagi mampu melihat perjalanan dengan padangan jelas dan jernih. Semua terasa semakin samar, memudar, dan parahnya menjadi keruh. Yang aku maksud sebenarnya bukan kedua mata di wajahku ini, melainkan mata hatiku yang telah benar-benar buta untukmu. Mungkin m

Dasar Kau, Bunga!

Dari dulu sampai sekarang. Sejak muda dan pula hingga saat ini, Ibuku adalah sahabat sejati aneka tanaman hijau. Mulai dari jamu, tanaman hias, dan bebungaan yang ia budidayakan seadanya sebagai bukti kecintaannya terhadap tumbuh-tumbuhan di rumah kami. Ya di rumah kami, bukan pada halaman, kebun luas, ataupun taman yang besar, melainkan hanya mendayagunakan sepetak tanah ukuran kaki lima di beranda rumah. Jika melihat langsung pemandangannya, mungkin yang terbersit langsung dalam pikiran adalah betapa sempitnya ruang tempat Ibuku menanam berbagai macam dari beberapa ragam flora itu. Namun mau bagaimana lagi, apa mau dikata jika memang itu yang tersedia. Ibuku tak pernah protes atau sedikitpun membahasnya sebagai bentuk komplain pada bapak untuk memperluas area bercocok tanam. Walaupun tak pernah menyampaikan hal tersebut, aku tahu ibuku sudah cukup bersyukur sekali dengan apa yang ada. Asalkan bisa menggiati hobinya itu, walau hanya dengan tempat, suasana, keadaan, dan pera

Kebaikan Adalah Proses

Babak baru perjuangan telah dimulai kembali. Dalam keadaan yang masih terasa suasana tahun baru ini, beriringan dengan setiap detail hal, saya mengibaratkan proses kehidupan selama satu tahun ke depan ini selayaknya kertas putih kosong. Bukan tanpa alasan saya memilih hal tersebut. Ya tumpukan kertas putih kosong, yang amat banyak tersusun berlembar-lembar itu, sepertinya akan menarik untuk dijadikan sebagai buku catatan harian. Buku catatan harian yang sungguh tebal sekali untuk sekadar buku catatan harian biasa. Dan saya pikir, hal ini harus bisa berdampak luar biasa untuk diri saya sendiri. Di mana saya meyakinkan diri pada tekad terdalam, bahwa saya tidak boleh membiarkan keseharian saya berlalu begitu saja tanpa melakukan sesuatu yang berguna, minimal untuk diri saya sendiri. Ya hal baik yang bisa saya lakukan tiap harinya. Dan adapun jika hal tersebut tampak kacau dan dirasa tak begitu memungkinkan untuk dilakukan sesering mungkin. Paling tidak satu saja, walau da

Coba Perhatikan Sekitar

Perihal cerita anak manusia antara si Miskin dan si Kaya selalu jadi persoalan besar di sekitar kita. Kedua kubu yang tercipta bersamaan dan tak terpisahkan walaupun ada jarak yang memisahkan. Mungkin itu memang sudah bagian dari takdir, setali tiga uang dengan banyaknya hal-hal yang tercipta di dunia ini saling berpasangan namun pada kenyataannya saling bertolak belakang. Tengok saja luas langit dan bentangan bumi, kisah hitam juga putih, ada air dan api, antara panjang dan  pendek, lalu ramai bertemu sepi, sampai lah pada dongeng si Kaya dan si Miskin, serta masih banyak lagi hal lainnya yang jumlahnya tiada terkira jika hendak di jabarkan satu per satu. Namun khusus antara miskin dan kaya nampaknya selalu punya sejarah yang mungkin dapat dikatakan paling epik atas riwayatnya di antara sepasang yang lain. Kenapa begitu? Bagaimana teori juga penjelasannya? Jika merunut pada berbagai sumber, kita bisa menemukan ada banyak ketidakcocokan, ketidaksepahaman, perdebatan, pers

Dunia Terbalik

Dunia mungkin sedang terbalik Waktu berputar tak tahu arah Kala harapan dikoyak kenyataan Manusia menjadi mahluk halus Amarah dan sumpah serapah hidup Ketika mimpi dibawa lari maling Langit padam akan cahaya Kegelapan menyala terang Saat hasrat menguap di udara Lalu setelah semua itu Kegetiran serasa semakin subur Perasaan-perasaan itu sudah pergi Dan kau tahu apa? Kehidupanmu tetap begitu saja Terjun bebas tiarap Ego diri berlanjut binasa Yang abadi hanya anganmu Sama juga penyesalanmu Mengapa kisah ini membingungkan? Mintalah jawabnya pada Tuhan Tanyakan kenapa omong kosongmu terlalu banyak? @30haribercerita  # 30haribercerita   # 30harimenulis   # 30HBC1801 6

Berjuanglah!

Tatkala orang-orang di sekitarmu, mulai dari teman, tetangga, & kenalan, banyak yang sepertinya tampak sudah memasuki fase di mana mereka mulai mengecap indahnya buah dari proses perjuangan mereka. Pada satu sisi, sosok manusia pemimpi sepertimu mungkin sempat terbersit rasa ingin mengiba pada Tuhan. Ingin mengadu, bahwa kapan waktu jayamu diberikan seutuhnya? Atau paling tidak mulai dinampakkan kilasannya. Tapi kau tahu, takdir kehidupan bukanlah serial drama  atau film yang mudah ditemukan tayangan trailernya. Andai boleh mengeluh, mungkin kau sudah tak sabaran lagi mengaduh, bahwa sudah cukup lelah rasanya jika harus terus berusaha menguatkan diri, berjuang setengah mati, & sekeras hati berharap penuh dalam do'a-do’a demi cita-cita & segenap mimpi. Dan ditambah lagi harus memasang senyum ikhlas atas keberhasilan orang lain. Sunguh itu cukup berat rasanya, ingin ikhlas namun sukar ikhlas, tetapi tetap saja harus bisa ikhlas karena harus sadar diri bahwa han