Langsung ke konten utama

Tidak Istimewa


Minggu pagi ini aku bangun di atas kasur busa tipis di kamarku itu. Tak ada yang istimewa memang dariku sebenarnya. Entah itu dari caraku bangun pagi setelah tidur semalam, apalagi dari kasurku, dari bantal yang sudah jelas tak mungkin kau sebut istimewa, pun terlebih lagi dari kamarku yang berbanding jauh dan terbalik dari style dekorasi Skandinavian.
Semuanya benar-benar biasa saja, sangat ekstra biasa, aku katakan lagi sungguh tak ada yang istimewa. 

Jika berharap ada keistimewaan dariku bisa menyerupai keistimewaan para pesohor dari kalangan jet set kelas atas, atau generasi milenial super sibuk, sampai era kids zaman now yang tak tentu arah perjalanannya, lebih baik lanjutkan tidur saja kalau begitu.
Bila di dalam batin tersirat diri ingin memeluk Bulan, Bintang, sekalipun itu Matahari, sungguh apalah daya tangan tak sampai. Maka, hal yang paling memungkinkan dilakukan selanjutnya adalah memeluk tiang listrik. Ya itu adalah salah satu dari sekian banyak cara sederhana mengalihkan diri dari bentuk-bentuk harapan tak sampai.
Kau pasti sudah tahu kan, kalau harapan itu bisa membunuh jika tak pandai mengontrol diri. Jadi jika tak ingin sesuatu yang tak diinginkan terjadi, lebih baik hentikan berharap yang aneh-aneh, apalagi berharap yang tidak-tidak. Karena hei, ekspektasi akan selalu berakhir kalah dengan kekuatan realitas. Apakah ini skeptis dan pesimistis, entahlah lihat saja nanti seiring waktu berjalan.
Oya, namun di antara semua benda di kamarku yang biasa itu, sesuatu paling aku anggap istimewa dan mungkin kau juga akan berpikiran sama denganku adalah, jejeran buku yang agak teratur di rak sederhana yang aku buat sendiri, serta buku lainnya yang menumpuk di lantai. Seolah hendak menyerupai gunungan kecil di pojokan kamar, dan kau tahu apa? Dari semua buku itu, hanya sekian atau sebutlah beberapa saja yang sudah selesai aku baca. Kenapa bisa begitu dan kenapa bisa sebanyak itu? Jujur saja, aku tahu. Mungkin karena aku masih sering malas membaca akibat dari bingung ingin memulai membaca dari buku yang mana dulu? Dan bila ditanya kenapa bisa sebanyak itu? Jika butuh sekali pengakuan dariku, buku-buku itu aku dapatkan dari kekhilafanku yang rakus akan buku yang dijual secara obral. Ya, sekitar 70% dari semua buku yang aku miliki, tidak ragu lagi aku akan menjawab bahwa aku membelinya dari bazar buku murah. Murah sebenar-benarnya murah pokoknya.
Apakah cerita ini terasa semakin aneh? Ya bisa jadi, tapi sudahlah, jangan terlalu dipikirkan dan dimasukan kedalam ingatan apalagi hatimu. Semua ini hanyalah sekelumit hal dan objek yang fana.
Tapi sepertinya, aku pikir mungkin akan mudah mencerna segala keanehan dan ketidakistimewaan yang ada ini asalkan diiringi musik dangdut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu

Saat benar-benar sadar aku bisa saja sedikit malu dengan yang aku peruntukkan padamu tapi jika benar-benar harus jujur aku ingin selalu tak sadar dengan yang aku rasakan agar bisa memberikan sumbangsihku padamu meski itu hal yang mungkin biasa, atau super-duper-biasa atau tak ada istmewanya sama sekali bagimu tak masalah bagiku,  yang penting aku melakukannya tulus untukmu.

Panjang Umur Hal-hal Baik

Beberapa waktu lalu, segenap kawan-kawan baik saya di @komunitasjarimenari baru saja merayakan 3 tahunan perkumpulan dengan nafas literasi ini dibentuk. Namun sayangnya saya tak sempat ikut berpartisipasi dan bersuka-ria bersama mereka dalam kegiatan malam keakraban di kawasan komplek pecandian Muaro Jambi tempo lalu, sebab mesti mengurusi soal kerjaan. Padahal waktu-waktu seperti inilah yang sesungguhnya baik sekali untuk kami bisa membaur bersama dalam keakraban, yang juga berguna dalam mengukuhkan mental kami semua dalam berkegiatan, yang mampu mengalirkan banyak ide dan gagasan cemerlang agar bisa berguna untuk program kerja kami kedepannya. Tapi memang waktu yang berlalu tak akan pernah bisa berulang dan penyesalan pun tiada berguna sebenarnya. Namun walaupun begitu, kedepannya saya berharap semoga tekad dan cita-cita kami dalam berbagi semangat literasi tidak luntur begitu saja meski kadang kala ada pasang surut yang membentang di antara kami. ...

Sosok Inspiratif dari Desa Suak Labu

Beberapa waktu lalu saya sempat mengunjungi seorang ibu guru sekaligus kepala sekolah yang baik hati, Diyan Mahyuni namanya. Sosok ibu inspiratif yang saya temui pertama kali ketika saya dan teman sekelompok saya melaksanakan agenda tahunan mahasiswa tingkat akhir ditempat saya belajar beberapa tahun lalu, di Desa Suak Labu. Yakni dimana kami menjalani serangkaian proses demi proses belajar, baik yang terprogram maupun tak terprogram dalam lingkup kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang ditugas kan oleh almamater tempat kami menimba ilmu saat itu. Dan saat saya dan beberapa teman sekelompok KKN dulu, dengan sengaja menyempatkan diri untuk bisa menghadiri undangan perhelatan acara perpisahan yang akan dilangsungkan didesa itu. Seketika ingatanku terlempar pada kenangan lalu dimana dulu di sana. Di desa itu pernah menjadi rumah kami belajar, bertemu dan menemukan kawan-kawan baik serta kerabat baru. Tanah dimana kami terkesan akan begitu banyak orang-orang hebat yang jarang, atau mungk...