Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label pelajaran

The Peanut Butter Falcon

Apa jadinya kehidupan seseorang jika seringkali dihabiskan untuk lari dari sesuatu? Tapi kali ini bukan perkara lari dari masalah, sebab dia sendiri lah masalah tersebut. Ini adalah cerita tentang Zak (Zack Gottsagen), seorang pemuda yang mengidap down syndrome di sebuah tempat semacam rumah panti sosial, yang belakangan baru diketahui namanya, Brittayven. . Disana ada banyak orang selain Zak, yang umumnya orang tua jompo. Hanya saja, Zak memang tampak cukup jadi perhatian paling khusus dari yang lain, akibat selalu berusaha melarikan diri dari panti. . Persoalannya cukup unik, Zak terobsesi untuk bertemu dengan Salt Water Redneck (Thomas Haden Church), seorang pegulat profesional seperti Smackdown yang diidolakannya dari menonton video kaset VHS berulang-ulang bersama kakek tua yang jadi roomate-nya, Carl (Bruce Dern). . Carl pula yang pada suatu kesempatan nantinya berhasil membantu misi Zak untuk melarikan diri dari panti, setelah sebelumnya juga sempat bersiasat den

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Ditemani Rasa Takut

Satu dari sekian hal yang aku hindari dalam hidup ini adalah ketinggian. Aku tak tahu pasti bagaimana itu bermula, yang jelas dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa aku cukup takut ketinggian. Sebenarnya aku ingin menepis kenyataan itu, namun apa hendak dikata jika benar begitu adanya bahwa aku phobia pada ketinggian. Aku merasa ketika berada pada tempat yang tinggi dan sekaligus melihat dengan sadar jarak ketinggian itu, sesaat dada ini rasanya berdegup kencang, dan kedua k aki seketika mengalami gemetaran. Bahkan kadang jika efek ketakutan itu begitu mendominasi, nafas pun bisa dibuatnya jadi tersengal-sengal. Rasanya agak sedikit mirip ketika orang yang sedang kasmaran berada di dekat sosok pujaan hatinya. Sebenarnya, saat ini pun aku masih merasa takut pada ketinggian. Namun seiring waktu, aku terus berusaha mencoba melawan atau malah menerima ketakutan itu. Ya, sesekali aku memaksa diri melawannya, sesekali pula aku menerima dan mengakui fakta itu bahwa aku memang ta

Hidup Sehidup Hidupnya Hidup

Selama ini, sejak dulu sekali, aku sudah mendambakan waktu-waktu di mana aku dapat menjalani beragam keseruan dengan berbagai hal menakjubkan. Benih-benih pemikiran seperti itu sebenarnya tidak muncul langsung secara tiba-tiba. Tentu saja, segala sesuatu di dunia ini memiliki prosesnya masing-masing, baik itu dalam perubahan, kehancuran, dan lain lain sebagainya. Adapun berbagai gagasan tentang menjalani kehidupan yang menyenangkan itu aku dapatkan tak lain dari kotak hitam p engendali dan pencuci otak pikiran manusia, siapa lagi kalau bukan televisi. Yang saban hari selalu ada saja tawaran-tawaran apik nan menggiurkan tentang sesuatu yang bermacam-macam. Selain itu juga dari buku-buku yang aku baca, dari kisah-kisah yang disampaikan orang kepadaku. Dan ditambah lagi semenjak aku mengenal internet, makin terbuka lebarlah kemungkinan-kemungkinan yang aku pikirkan. Semua hal seperti ingin bergantian singgah ke dalam kepalaku. Terasa seperti ingin diserap sebagai pengetahuan,

Bisa Multitasking?

Apakah orang bisa melakukan kegiatan bersamaan, seperti saat membaca buku sambil mendengarkan musik atau berita atau mendengarkan informasi apapun itu? Atau mungkin untuk lebih mudahnya kita gunakan saja istilah populer saat ini yang begitu membawa kesan yang keren, apa itu?  Jawabannya adalah multitasking. Ya multitasking. Pada awalnya, multitasking memang erat kaitannya dengan cara kerja komputer yang dapat digunakan untuk menjalankan beberapa tugas dalam sesaat. Intinya kita bisa mengerjkan beberapa tugas/kegiatan dengan sekali lewat atau satu waktu. Saya pikir, jika sesuatu yang dikerjakan berupa pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan banyak kefokusan dan konsentrasi otak, mungkin bisa-bisa saja. Dan sangat memungkinkan. Namun jika perkejaan atau sesuatu yang ingin dilakukan tersebut diharuskan untuk fokus, konsentrasi, demi mencerna hal-hal yang melibatkan konsep kerja otak, saya rasa itu cukup sulit jika pun terlaksana saya rasa tentu akan jauh dari sempurna. Sam

Menulis, Membaca, Ulangi

Ada hal yang begitu menyita perhatianku ketika menjelang akhir tahun 2017 lalu. Ya saat sebagian orang sibuk mengevaluasi daftar resolusi 2017 dan sekaligus menyusun resolusi baru untuk 2018, jujur saja hal yang pertama kali muncul dalam pikiranku adalah tentang kegiatan membaca juga menulis yang ingin aku tingkatkan agar bisa lebih rajin dan lebih diperdalam lagi. Bukanya apa-apa, mengingat banyak waktu berlalu begitu saja dan sia-sia karena tingkat kebiasaanku membaca buku benar-benar menyedihkan, yang mana tak sampai dari sepuluh buku yang bisa aku tuntaskan membacanya di tahun 2017 lalu. Ini sungguh-sungguh jauh selisihnya jika melihat ke tahun 2016 yang aku selesaikan kira-kira 35 buku. Padahal targetku tahun 2017 lalu, aku ingin membaca minimal 50 buku dari yang awalnya aku pasang angka 100 sebagai target. Namun berhubung tak ingin  terkesan takabur, akhirnya aku menguranginya jadi 50. Dan itupun ujung-ujungnya gagal, bahkan mencapai setengahnya pun tidak. Sungguh ini me

Menyongsong Gemilang

Sepertinya aku masih ingin membahas tentang resolusi tahunan. Tapi mungkin nanti saja kalau sempat, setelah aku menuntaskan apa yang harus dilakukan hari ini. Apa itu? Jika memang ingin tahu, akan aku jawab. Misalnya saja seperti ketika ada banyak waktu senggang dan lalu sejenak bebas dari kewajiban harian, seperti bergegas bangun pagi sekali, mandi, bersiap diri, berpakaian menarik juga rapi, dan woho mulailah berangkat kerja. Jadi kesimpulannya bagaimana dengan waktu senggang yang lengang di hari libur kerja seperti ini? Aha kita beri saja judul "Bermalas-malasan" Kedengarannya cukup menyenangkan sebagai cara refreshing murah-meriah untuk diri di awal tahun ini bukan?. Yang sudah pasti akan jadi semakin sibuk, banyak tantangan dan disertai jatuh bangun berpeluh ke depannya. Tapi bermalas-malasan ini bukan untuk selamanya. Harapanku, semoga saja bermalas-malasan ini hanya kegiatan yang sementara saja. Tidak perlu awet bertahan dan mengontrol hidup lebih jauh d

Berkacalah

Baru sadar diri, kalau selama ini, ketika terlibat percakapan dengan orang lain. Entah itu perempuan atau laki-laki, baik percakapan di daring ataupun luring. Seringkali secara sengaja dan tak tak sengaja, aku seolah paling tahu urusan juga persoalan masalah orang, serasa paling mengetahui jalan pikiran mereka, menganggap diri paling mengerti apa yang harus orang lakukan, berlagak paling paham atas apa yang dibutuhkan orang  dengan menyelipkan kritik, saran, tambahan, masukan, atau apapun istilahnya itu. Padahal mungkin sebenarnya sama sekali tidak dimintai pendapat. Mohon maafkan diri ini bila itu pernah terjadi sekali ataupun lebih. Karena lambat laun kita tahu bahwa, ada kalannya orang tak butuh itu semua, ada kalanya orang bosan dengan kritik, saran, tambahan, masukan, atau apapun istilahnya itu. Benar kan? Ada kalanya yang orang butuhkan hanya dukungan, semangat, juga doa tentunya. Untuk itu aku tak tahu apakah ini adalah sesuatu yang baik atau malah sebaliknya. Dan nampaknya k

Ngomongin Guru

Jadi ada banyak sekali guru-guru dari masa lalu yang begitu berjasa dalam hidupku. Dari guru TK misalnya, yang paling aku ingat kala itu adalah Bu Eva, wali kelasku yang begitu menyenangkan dan mengayomi. Bu Siti Asmanah, Kepala Sekolah yang baik hati. Bu Murni, pengganti Kepala Sekolah, yang sama baiknya dengan Bu Siti Asmanaah. Oya nama sekolah TK-ku, TK Baiturrahim. Lain waktu mamakku pernah bercerita, katanya waktu TK, kabarnya sih aku jago menggambar dan mewarnai dulu. Itu kata beliau, aku hanya diceritakan saja. Bahkan pernah suatu kali, aku yang saat itu seharusnya mewakili TK-ku untuk lomba menggambar dan mewarnai di Jakarta sana, terpaksa mengundurkan diri dari lomba. Belakangan aku baru tahu kalau saat itu diwaktu yang berdekatan, Tante Tuti dan Almarhumah Tante Cica, dua orang adik perempuan dari Mamakku akan melangsungkan pernikahan. Jadi mau tak mau agenda sekolah untuk mensukseskan lomba mewarnai itu dibatalkan. Namun berhubung saat itu aku belum begitu peka tentang

Ibu Paling Tahu

"Jangankan berjalan di atas pecahan kaca. Bahkan berjalan di atas kobaran api pun akan aku lakukan untukmu." Aku benar-benar muak rasanya kalau mengingat perkataan Budi pada Ani, kekasihnya itu saat saling video-call Minggu lalu. Padahal kemarin sore saja, aku mendengar dia menolak perintah ibunya yang menyuruh dia membeli gula ke warung dengan dalih "sinar matahari  sedang terik-terik sekali bu" katanya. Tapi setelah​ hari itu berlalu, aku sudah tak lagi muak dan kesa padanya, malah berganti jadi geli sendiri. Bagaimana tak geli, tadi pagi aku lihat dia menangis meraung-raung sejadi-jadinya depan halaman rumahnya. Dia merajuk pada ibunya untuk minta dibelikan handphone baru segera karena handphonenya yang lama sudah mulai rusak. Entah karena kasihan atau bosan mendengar Budi menangis, ibunya lalu bilang "Iya nanti ibu belikan, tapi ibu mau lihat kamu berjalan di atas pecahan kaca atau berjalan di atas kobaran api dulu" Dengan wajah yang tampak m