"Jangankan berjalan di atas pecahan kaca. Bahkan berjalan di atas kobaran api pun akan aku lakukan untukmu."
Aku benar-benar muak rasanya kalau mengingat perkataan Budi pada Ani, kekasihnya itu saat saling video-call Minggu lalu.
Padahal kemarin sore saja, aku mendengar dia menolak perintah ibunya yang menyuruh dia membeli gula ke warung dengan dalih "sinar matahari sedang terik-terik sekali bu" katanya.
Tapi setelah hari itu berlalu, aku sudah tak lagi muak dan kesa padanya, malah berganti jadi geli sendiri.
Bagaimana tak geli, tadi pagi aku lihat dia menangis meraung-raung sejadi-jadinya depan halaman rumahnya. Dia merajuk pada ibunya untuk minta dibelikan handphone baru segera karena handphonenya yang lama sudah mulai rusak.
Entah karena kasihan atau bosan mendengar Budi menangis, ibunya lalu bilang "Iya nanti ibu belikan, tapi ibu mau lihat kamu berjalan di atas pecahan kaca atau berjalan di atas kobaran api dulu" Dengan wajah yang tampak menahan tawa.
"Duh jangan diledek dong bu, aku kan cuma main-main soal itu. Maaf deh maaf" Budi sadar ibunya sedang menyinggung dia.
""Ya sudah kalau begitu, nanti ibu belikan handphone baru. Tapi ingat, jangan malas lagi kalau ibu suruh ya. Dan satu lagi, jangan coba-coba pacaran lagi ya, kamu itu kan masih kecil, lulus SD saja belum" Ibu membrri negosiasi pada Budi.
"Yaa ibu kok gitu, gak asik nih" Bantah Budi.
"Jadi mau pilih mana? Pacaran apa beli handphone baru? Harus pilih salah satu" Timpal Ibu.
"Iya, baik bu. Pilih beli handphone baru saja" Budi mengangguk setuju.
Tanpa berkata-kata lagi, ibunya hanya tersenyum keci sendiri. Ia sadar anak-anak tetaplah anak-anak. Dan ibu pikir, Budi memang tak mungkin bisa berjalan di atas pecahan kaca. Bahkan berjalan di atas kobaran api seperti yang dia bilang itu pun mustahil.
Tapi demi memenuhi keinginan yang sebenarnya, sebagai seorang ibu, ibu tahu pasti Budi akan berusaha sekali untuk itu. Ya termasuklah berusaha menuruti perintah ibunya dengan baik. Ibu memang paling tahu.
#10dayswrite #novemberwrite #berjalandiataspecahankaca
Aku benar-benar muak rasanya kalau mengingat perkataan Budi pada Ani, kekasihnya itu saat saling video-call Minggu lalu.
Padahal kemarin sore saja, aku mendengar dia menolak perintah ibunya yang menyuruh dia membeli gula ke warung dengan dalih "sinar matahari sedang terik-terik sekali bu" katanya.
Tapi setelah hari itu berlalu, aku sudah tak lagi muak dan kesa padanya, malah berganti jadi geli sendiri.
Bagaimana tak geli, tadi pagi aku lihat dia menangis meraung-raung sejadi-jadinya depan halaman rumahnya. Dia merajuk pada ibunya untuk minta dibelikan handphone baru segera karena handphonenya yang lama sudah mulai rusak.
Entah karena kasihan atau bosan mendengar Budi menangis, ibunya lalu bilang "Iya nanti ibu belikan, tapi ibu mau lihat kamu berjalan di atas pecahan kaca atau berjalan di atas kobaran api dulu" Dengan wajah yang tampak menahan tawa.
"Duh jangan diledek dong bu, aku kan cuma main-main soal itu. Maaf deh maaf" Budi sadar ibunya sedang menyinggung dia.
""Ya sudah kalau begitu, nanti ibu belikan handphone baru. Tapi ingat, jangan malas lagi kalau ibu suruh ya. Dan satu lagi, jangan coba-coba pacaran lagi ya, kamu itu kan masih kecil, lulus SD saja belum" Ibu membrri negosiasi pada Budi.
"Yaa ibu kok gitu, gak asik nih" Bantah Budi.
"Jadi mau pilih mana? Pacaran apa beli handphone baru? Harus pilih salah satu" Timpal Ibu.
"Iya, baik bu. Pilih beli handphone baru saja" Budi mengangguk setuju.
Tanpa berkata-kata lagi, ibunya hanya tersenyum keci sendiri. Ia sadar anak-anak tetaplah anak-anak. Dan ibu pikir, Budi memang tak mungkin bisa berjalan di atas pecahan kaca. Bahkan berjalan di atas kobaran api seperti yang dia bilang itu pun mustahil.
Tapi demi memenuhi keinginan yang sebenarnya, sebagai seorang ibu, ibu tahu pasti Budi akan berusaha sekali untuk itu. Ya termasuklah berusaha menuruti perintah ibunya dengan baik. Ibu memang paling tahu.
#10dayswrite #novemberwrite #berjalandiataspecahankaca
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !