Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Bagaimana Saya Seharusnya Menulis?

Dalam ketertarikan saya dengan dunia tulis-menulis, saya sudah cukup sering membaca banyak cara, tips, panduan, dll tentang tulis-menulis itu dari berbagai sumber, terutama internet. Beragam padanan kata kunci mulai dari cara menulis ini dan itu, tips menulis ini dan itu, panduan menulis ini dan itu, pokoknya banyak lagi yang lainnya. Dan dari sekian banyak yang pernah saya baca, yang susah sekali saya pelajari dan lakukan secara berkelanjutan adalah bagaimana konsisten menulis dengan perasaan yang santai, tanpa beban, dan tanpa keterpaksaan. Yang berlangsung mengalir seperti arus sungai. Ya, setiap kali menulis, saya selalu merasakan seperti sedang dikejar-kejar oleh sesuatu, sehingga saya seringkali diliputi perasaan cemas dan gelisah untuk bisa meyelesaikan sebuah tulisan yang sudah saya mulai. Saya menyukai dunia tulis-menulis namun pada satu sisi saya merasa seperti belum benar-benar terjun sepenuhnya kedalam lautan dunia tulis-menulis. Saya cukup dibuat bingung atas hal ini kar

THRmu Kau Pakai Untuk Apa?

Q: THRmu kau pakai untuk apa? A: Beli buku! Itu adalah dialog singkat yang saya tuliskan di status facebook saya kemarin. Sama seperti ketika waktu gajian tiba, saat Tunjangan Hari Raya alias THR mulai menampakkan diri untuk segera dibagikan oleh bos, hal yang selalu terngiang-ngiang di kepala saya adalah ingin segera menyambangi toko buku hanya untuk sekadar melihat-lihat atau langsung membeli satu atau beberapa buku, itupun jika ada yang membuat saya tertarik. Walau sebenarnya buku yang membuat tertarik itu pasti ada dan akan selalu ada, tapi dalam pikiran sering pula terjadi pergolakan untuk benar-benar yakin ketika membeli buku. Yakin bahwa buku yang dibeli itu harus segera dibaca bukan jadi tumpukkan yang saling berhimpitan dengan buku-buku lain yang lebih dulu dibeli dan lebih dulu jadi tumpukkan. Karena ketika hal seperti itu terjadi, ada rasa bersalah yang mengejar-ngejar dalam diri, yang seperti hendak melemparkan sederet pertanyaan "Kenapa beli buku kalau tak kunjung

Rindu Tetap Saja Rindu

Selain menjalankan beragam kegiatan dan ibadah di bulan puasa bersama keluarga. Yang paling saya rindukan tentunya adalah berlebaran bersama keluarga, berjumpa sanak kerabat, dan bercengkrama dengan teman-teman semua.  Ya saya selalu dan sangat mendambakan moment seperti itu. Mungkin bukan hanya saya sendiri yang merasakannya, orang lain yang akan merayakan lebaran atau hari raya lain pun dalam hati kecil mereka pasti berharap hal yang sama. Apalagi ketika sudah berpisah dan tinggal berjauhan dari keluarga, sungguh dalam hati, rindu itu selalu memanggil dan bergema terasa. Entah itu berpisah dalam jarak yang dekat, jauh, lama, ataupun dekat, semuanya sama. Rindu tetap saja rindu. Dan pelipurnya adalah bertemu lalu senyuman hangat. #NulisRandom2017 #NulisRandom2017Hari17

Bagaimanakah Tulisan Bagus itu?

Ketika memutuskan untuk menyukai perihal tulis-menulis, saya mengambil kesimpulan sendiri, bahwa tulisan yang menarik, bagus, dan cerdas adalah tulisan ditulis dengan panjang. Mungkin itu sebabnya setiap saya membuat tulisan di blog, saya selalu berusaha membuatnya menjadi tulisan yang panjang. Berusaha agar tulisan saya terasa ditulis dengan cerdas, ya karena ditulis dengan berpanjang-panjang itu. Padahal kenyataanya masih belum  layak dan begitu jauh untuk jadi tulisan yang bagus, apalagi untuk memenuhi standard sebagai tulisan yang cerdas. Masih banyak hal yang harus saya perhatikan dan harus saya perbaiki untuk membuat tulisan yang bagus. Seiring waktu dan berdasarkan tulisan-tulisan yang pernah saya baca, memberikan saya pelajaran bahwa seberapa panjang atau pendeknya tulisan, tidak menentukan nilai dan bobot dari tulisan itu. Tulisan yang panjang tidak selamanya bagus, dan begitupun sebaliknya bahwa tulisan pendek tidak berarti jelek. Tiap-tiap orang memang memiliki seleranya

Pledoi Seorang Mantan Mahasiswa Kupu-kupu

Beberapa​ waktu lalu saya sempat menuliskan sedikit pengalaman saya sebagai mahasiswa kupu-kupu, alias mahasiswa yang kuliah-pulang, kuliah-pulang . Itulah yang paling sering terjadi berulang-ulang ketika saya masih berstatus sebagai mahasiswa dulu. Lalu ada seorang perempuan yang bertanya di kolom komentar. Dia menanyakan bagaimana dengan saya yang dulunya melebeli diri sebagai mahasiswa kupu-kupu, apakah ketika mencari pekerjaan mengalami kesusahan atau tidak? Entah apa yang menggerakkannya untuk bertanya? Apakah karena penasaran dan ingin tahu bahwa mahasiswa kupu-kupu seperti saya bisa mendapatkan pekerjaan atau tidak? Atau karena hal ada lain? Entahlah, mudah-mudahan saja tidak ada niat untuk menculik saya. Nah saya sendiri sebenarnya sudah lulus kuliah sejak tahun 2013. Dalam tulisan saya itu saya lupa menjelaskan bagaimana saya berhasil menapaki jejak karir dalam hidup saya setelah kuliah. Jadi mengenai pekerjaan. Jujur bukannya bermaksud meremehkan, sombong, dan sebagai

Kota Impian

Berhubung tadi pagi saya sempat sedikit memberi tanggapan pada sebuah video yang dibagikan oleh sebuah halaman. Jadi sepertinya saya akan meneruskan apa yang bisa saya teruskan. Adalah sebuah halaman bernama "Merawat Jogja" yang membagikan video tentang kota Jogja yang terkenal dengan begitu banyak hal menarik. Kota yang bisa jadi tempat hidup yang menyenangkan, biaya hidup murah, banyak tempat wisata, cuacanya gak panas, hidupnya santai, orang-orangnya santun, dan memberikan beragam kesan pada tiap-tiap manusia yang pernah mengunjunginya dan pernah atau masih tinggal di sana. Namun Kota Jogja yang dikenal penduduknya dan banyak orang sebagai kota yang begitu bersahaja, ramah, tentram, indah, dan selalu dirindukan itu. Seiring pergerakan waktu, mereka merasakan bahwa kota Jogja yang mereka cintai sedang mengalami perubahan dibanyak sisi. Bukan melulu perubahan pada arah kebaikan, namun juga perubahan yang memberi kesan negatif yang memprihatinkan. Mereka merasakan suatu

Mencari Ide (Lagi)

Jika sebelumnya  saya merasa bingung dengan konsep dan keberadaan "Ide". Dan bergeser dari sok tahu lalu sok berteori perihal ide dan bagaimana cara menemukanya. Baik cara yang saya sarankan juga cara yang sering saya coba sendiri. Saya mendapatkan ide tulisan ini ketika sedang mandi. Dan saat itu saya pun tersentak dalam pikiran bahwa apa yang saya gagas sebelumnya benar-benar terasa sok tahu.  Saya menyadari bahwa, ide kadang memang perlu disiasati dengan memancingnya lewat berbagai cara. Namun yang tak terpikirkan oleh saya bahwa kadang mencari ide harus dilupakan untuk sementara, dibiarkan saja tanpa memikirkannya, benar-benar tidak sibuk membayangkan sebuah ide baru.  Supaya apa? Supaya kita tidak mengalami stress, tidak mudah marah, tidak depresi, tidak frustrasi, apalagi sampai bunuh diri, ah untuk yang terakhir itu jangan sampai lah ya! Lau apalagi? Ya supaya kita relaks barang sejenak. Supaya pikiran dan tubuh kita tetap selaras pada energi yang sama. Untuk mel

Mencari Ide

Saya selalu bingung dengan konsep dan keberadaan sebuah "Ide". Kenapa? Karena ketika sedang dibutuhkan seringkali ide itu susah muncul. Jikapun muncul, kadang ide itu susah tersalurkan, susah digali untuk dikembangkan​. Dan tak jarang hal seperti ini jadi berpengaruh besar pada emosi seseorang, sehingga jadi mudah stress dan marah. Hingga dampak paling buruknya berujung pada depresi dan frustrasi, bahkan mungkin bisa saja berakhir bunuh diri. Tentu ini akibat tekanan yang dirasakan amat berat dan seolah tak ada lagi ide yang bisa digunakan. Sesungguhnya saya dan kita semuq yakin bahwa ide itu selalu ada di sekitar kita, di lingkungan kita, di dalam kepala, di dalam mimpi dan fantasi kita. Hanya saja ada banyak hal yang selalu  menghambat proses berpikir itu. Mugkin kita memikan.banyak ide sekaligus sehingga satu ide sulit berkembang, mungkin kita memikiran alasan dan tujuan dari munculnya ide itu, mungkin kita memikirkan dampak yang bisa ditimbulkan dari ide itu, mungkin

Tentang Pertanyaan-pertanyaan

Pada beberapa kesempatan, saya sering menyadari bahwa ada banyak hal dalam kehidupan saya yang harus saya benahi segera. Ya memang sudah seharusnya sepert itu sih, namanya juga manusia kan? Harus ada perubahan menuju arah kebaikan. Dan kita tahu, setiap waktu, pasti selalu saja ada kesalahan dan ketidakteraturan dalam berbagai hal yang datang menggempur kita. Yang selalu berpotensi membuat kehidupan kita jadi tidak berjalanan seperti apa yang kita ingihkan, semua menjadi kacau balau. Misalnya saja Entah sudah berapa kali saya meyakinkan diri untuk tidak tidur larut  malam hari? Berapa kali pula saya akhirnya melupakan itu? Berapa kali saya meneguhkan hati untuk menjaga pola makan agar tak kebablasan dan asal-asalan makan? Dan berapa kali pula saya menjadi pengkhianat atas apa yang saya tekadkan? Berapa kali saya menetapkan hati untuki rajin membaca, belajar, dan konsisten mengembangkan diri? Lalu berapa kali pula semua itu saya abaikan begitu saja? Ah jika saya teruskan mungkin in

Bahagia dari Menolong

"Menolong Orang Lain Pasti Membuat Kita Lebih Bahagia" itu adalah judul dari sebuah artikel online yang saya baca di sebuah portal informasi. Artikel itu menjelaskan bahwa ketika kita menolong orang lain, kita akan merasa lebih senang dan bahagia. Bukan saja soal menolong orang lain dengan materi, namun juga menolong orang lain dengan kita berbagi waktu, bantuan, pikiran, dan juga perasaan. Dan selain itu, ada banyak penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang gemar menolong orang lain, seperti menjadi relawan misalnya, menjadi lebih bahagia dan sehat ketimbang orang yang tidak gemar menolong. Kalau begitu, mengapa kita tidak mencoba untuk membiasakan diri menolong orang lain yang membutuhkan? Ah saya tak ingin mengompori orang lain untuk memberikan pertolongan pada yang membutuhkan tanpa melakukannya sendiri. Jadi, kemarin itu, saat menyadari obat persediaan yang biasa saya konsumsi habis, saya pun segera pergi ke apotek terdekat untuk membeli obat. Saat itu saya pergi ke

Ada Rindu di Ramadan

Kalau tak salah hitung, ramadan ini adalah ramadan ke-5 saya terpisah tempat tinggal dengan bapak, mamak, dan dua adik saya di rumah. Waktu 5 tahun itu terhitung dari tahun 2013 sampai Kalau tak salah hitung, ramadan ini adalah ramadan ke-5 saya terpisah tempat tinggal dengan bapak, mamak, dan dua adik saya di rumah. Waktu 5 tahun itu terhitung dari tahun 2013 sampai dengan  2017 ini. Tahun 2013 adalah tahun pertama saya bekerja di kota Jambi dan itu cukup jauh dari rumah yang letaknya ada di daerah Kabupaten tepatnya di Kuala Tungkal. Sebenarnya jaraknya hanya terpaut kurang lebih tiga jam perjalan bila menggunakan mobil. Dan jika menggunakan motor dengan laju kecepatan sedang, kemungkinan perjalanan bisa tembus dua setengah jam saja. Terlebih lagi jika pengendara motor lumayan cakap dan gesit dalam menempuh perjalanan. Tapi jika ada pengendara motor yang mampu menyelesaikan perjalanan dalam waktu dua jam, saran saya sebaiknya dia segera mendaftar jadi atlet balap motor tingkat nasi

Tulisan Tak Jelas

Sepanjang apa saya bisa menulis dalam waktu kurang lebih setengah jam ke depan? Ah perhatikan saja. Jadi, setiap hari, saya lebih sering menulis di saat malam hari, bukan karena ini adalah waktu terbaik saya dalam menulis. Hanya saja, cuma malam hari rasanya saya bisa lebih banyak fokus jika dibandingkan dengan siang hari. Di siang hari, di mana waktu lebih banyak difokuskan mengurusi perihal pekerjaan, walaupun nyatanya pekerjaan tak 100% juga siap saya selesaikan dengan baik. Karena tentu, akan banyak sekali juga godaanya dari lingkungan sekitar. Dan sepertinya akan saya akhiri sampai di sini saja, karena saya benar-benar sedang dalam kantuk yang berat dan tak bisa ditawar lagi. Memang sebenarnya saya ingin bisa menulis lebih banyak, tapi sekali lagi, bahwa rasa kantuk tak bisa dikompromi. Dan jika ada pertanyaan yang muncul, tentang apa yang telah saya lakukan baru-baru ini. Ya, saya sudah berhasil menuliskan hal tak jelas yang sama seperti tulisan tak jelas ini. #NulisR

Kuliah Pulang, Kuliah Pulang

Dulu sewaktu kuliah, sepertinya saya masuk pada tipikal mahasiswa kupu-kupu. Ya itu, habis kuliah pulang, habis kuliah pulang. Kalaupun ikut nongkrong, ya paling hanya sebentar sekali, itupun kalau nongkrongnnya di kampus. Kalau nongkrongnya main ke mana-mana, apalagi ke tempat makan. Ya udah, saya sering tak ikut, bukan karena anti-sosial juga, tapi ya memang gak punya cukup duit untuk itu soalnya. Maklum, kuliah saya masih dibiayai orang tua. Sedang hampir seluruh teman-teman sekelas di kampus, mereka kuliah sambil bekerja. Jadi banyak di antara mereka yang statusnya lebih dari satu. Selain karyawan swasta, di antara mereka juga ada banyak teman-teman yang kuliah sambil bekerja sebagai pegawai honorer di kantor-kantor instansi pemerintahan. Tak sedikit juga di antara mereka yang berstatus sebagai orang tua, pegawai honorer, dan mahasiswa. Ya ketiganya sekaligus, ada banyak  malah yang melakoni hal itu. Kalau dipikir-pikir, hebat juga orang-orang seperti mereka yang begitu keras per

Mengapa Orang Berdebat?

Entah mungkin karena cukup jengah dengan keadaan sekarang ini, di mana hari setiap hari selalu saja ada perdebatan. Karena kehidupun nyata saya sehari-sehari sudah seperti membaur dengan kehidupan jagat maya, jadi perbebatan yang saya maksud sebenarnya adalah perdebatan di media sosial. Siapa sih pengguna gawai semacam telepon pintar di era ini, yang tak punya akun sosial media? Minimal satu saja. Atau minimal pasti menggunakan aplikasi chatting  Lalu apa pula hubungannya "perdebatan", "sosial media", dan atau "aplikasi chatting"? Ya hubungannya semuanya saling terhubung. Dari satu dan yang lainnya, selalu terkoneksi dengan "perdebatan". Bukan apa-apa, rasanya benar pusing jika setiap mencari titik temu dari sebuah masalah selalu saja ada perdebatan panjang tak berkesudahan, tak ada habisnyalah. Bahkan bilapun jawaban atau solusinya didapat, malah mungkin muncul lagi episode perdebatan baru. Selalu saja begitu berulang-ulang. Mungkin

Bank Data Mandiri

"Jangan bertanya seberapa penting dirimu tapi tanyalah seberapa besar manfaatmu. Dan jangan tanya seberapa besar yang ingin kamu terima tapi tanyalah seberapa besar yang bisa kamu berikan." Saya lupa dari mana saya mendapatkan kutipan tulisan diatas. Mungkin kutipan tulisan itu sudah begitu sering melintas lalu-lalang dihadapan mata sebagian orang. Tapi setiap kali membacanya, saya merasa begitu terkesima dan tersentak. Setiap kali membacanya, saya seperti merasa kalau kutipan tulisan itu sengaja ditujukan untuk saya entah oleh siapa. Seolah-olah ia menyampaikan, bahwa tak usahlah sibuk mengharapkan ini dan itu tapi berbuatlah, lakukan sesuatu jika ingin sebuah perubahan. Buatlah sebuah pembuktian yang nyata agar bisa jadi cerita yang melegenda. Jangan hanya tahu bermimpi saja tapi lakukanlah aksi untuk sesuatu yang bisa memberi arti. Benar-benar terasa seperti sedang diprovokasi. Tapi untuk jenis provokasi seperti ini, jelas aku begitu terbuka dan menerima seutuhnya makn

Nostalgia Digital

Sejak SMA, saat pertama kali mengenal dan belajar komputer, saat itu juga saya menemui ketertarikan baru saya saat itu selain bermain musik dan menulis sesuatu yang saya anggap puisi, atau syair, atau lirik, apapun itu. Rasanya mungkin mirip seperti jatuh cinta. Entahlah, apakah benar hal seperti itu bisa disamakan dengan jatuh cinta atau tidak bagi orang lain. Yang pasti, masa-masa awal belajar komputer waktu itu, benar-benar membuat saya selalu senang sekali jika masuk jadwal mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi atau biasa disingkat TIK. Apalagi jika materi yang disampaikan pak Epi Haryanto, guru komputer di sekolah saya, adalah praktek menggunakan internet. Saya akan benar-benar dibuat senyum sumringah sepanjang jam pelajaran jika sudah membahas dan menggunakan internet. Kenapa? Karena dari banyak informasi yang saya dapat, baik dari buku pelajaran, berita, acara di televisi, atau dari orang-orang yang sudah lebih dulu mengenal internet. Mereka mengatakan bahwa inte

Indonesia dan Pancasila

Saya baru sadar bahwa tanggal 1 Juni 2017 hari ini adalah adalah hari di mana negara kita Indonesia memperingati hari kelahiran Pancasila. Itupun karena melihat di linimasa media sosial saya, banyak teman-teman yang menuliskan beragam hal tentang Pancasila dan tak lupa membagikan foto-fotonya yang bersanding dengan poster kampanye hari kelahiran Pancasila yang bertajuk "Saya Indonesia, Saya Pancasila" dengan keterangan waktu 29 Mei - 04 Juji 2017 dan di sepakati bersama sebagai #PekanPancasila. Alanglah tak tahu dirinya sebagai pemuda Indonesia, sampai-sampai hari Pancasila pun tak ingat. Entah saya tak tahu siapa yang pertama kali memulai aksi ini di sosial media, apakah memang sudah ada ketentuan dari kesepakatan bersama dari sekelompok manusia, atau murni dari seorang sukarelawan. Ah tak penting juga mencari dari mana asal-muasalnya kan? Yang penting adalah niat mulia dari sesiapa di antara mereka yang bukan hanya mencita-citakan kesaktian Pancasila. Tapi juga turut m