Langsung ke konten utama

Bahagia dari Menolong

"Menolong Orang Lain Pasti Membuat Kita Lebih Bahagia" itu adalah judul dari sebuah artikel online yang saya baca di sebuah portal informasi. Artikel itu menjelaskan bahwa ketika kita menolong orang lain, kita akan merasa lebih senang dan bahagia. Bukan saja soal menolong orang lain dengan materi, namun juga menolong orang lain dengan kita berbagi waktu, bantuan, pikiran, dan juga perasaan. Dan selain itu, ada banyak penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang gemar menolong orang lain, seperti menjadi relawan misalnya, menjadi lebih bahagia dan sehat ketimbang orang yang tidak gemar menolong. Kalau begitu, mengapa kita tidak mencoba untuk membiasakan diri menolong orang lain yang membutuhkan? Ah saya tak ingin mengompori orang lain untuk memberikan pertolongan pada yang membutuhkan tanpa melakukannya sendiri.

Jadi, kemarin itu, saat menyadari obat persediaan yang biasa saya konsumsi habis, saya pun segera pergi ke apotek terdekat untuk membeli obat. Saat itu saya pergi ke apotek dengan berjalan kaki, karena kebetulan apoteknya memang dekat, dan kebetulan pula saya memang tak punya kendaraan. Jadi jalan kaki memang jadi pilihan terbaik saat itu.

Tak ada yang istimewa sebenarnya dalam perjalan menuju apotek itu, walaupun di sisi kiri dan kanan jalan ada banyak orang yang menjual makanan. Bahkan sesampainya di apotek pun tak ada sesuatu yang menarik, meskipun saya sedikit penasaran dengan nama si mbak apotekernya (Oke yang ini bohong).

Sebelum saya membeli obat, ada seorang perempuan berjilbab yang lebih dulu datang, dan sepertinya sudah ingin membayar belanjaanya. Selesai dengan proses pembayarannya, barulah si mbak apoteker menghampiri saya dan menanyakan apa keperluan saya. Dan saya pun segera menyebutkan obat yang saya butuhkan beserta jumlahnya. Lalu setelah menerima obat yang saya pesan dan membayarnya, kemudian beranjaklah saya dari apotek itu untuk segera pulang. Karena tak mungkin juga saya berlama-lama di sana untuk sekadar nongkrong, basa-basi, dan haha-hihi. Memangnya warung kopi?

Tapi belum jauh lagi saya berjalan, baru sekitar dua-empat langkah, tiba-tiba ada suara yang memanggil. "Bang bang, boleh minta tolong?" Rupanya itu adalah suara perempuan berjilbab yang tadi lebih dulu membeli obat dari saya. Karena saya merasa tak ada alasan juga untuk menolaknya, jadi saya tanyakan kembali "Apa yang bisa saya bantu?" Tapi belum selesai ia menjawab, saya langsung mengerti bahwa ia butuh bantuan untuk mengengkol motor maticnya. Karena sampai saat ia meminta tolong, ia sedang berusaha menyalakan starter motornya berulang-ulang namun tetap tak menyala juga.

Karena saya menyadari bahwa saya harus menjadi seorang pemuda baik yang bisa diandalkan, jadi saya putuskan untuk membantunya. Toh hanya mengengkol motor ini, rasanya tak akan susah. Lain cerita kalau sampa ia minta bantuan untuk memperbaiki kerusakan pada bagian mesin dan hal teknis lainnya, jelas itu bukan keahlian saya.

Singkat cerita, saya langsung menyegerakan diri memegang motornya, sambil mengambil posisi untuk mengengkol. Dan dengan sekali engkol, motor matic itu akhirnya hidup. Lalu setelahnya perempuan berjilbab itu pun tampak senyum sumbringah melihat motornya bisa hidup. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih, kemudian berpisahlah kami dengan saling melempar senyum.

Oya saya menceritakan ini bukan karena merasa besar kepala dan sombong karena sudah menolong orang lain. Tidak, tidak, sungguh tidak. Saya hanya ingin berbagi pesan bahwa membantu orang ternyata bisa dilakukan dengan cara sederhana. Ada pelajaran yang saya dapatkan bahwa menolong orang ternyata dapat menumbuhkan rasa bahagia dalam diri. Dan itulah yang saya rasakan setelah membantu perempuan berjilbab tadi, saya merasa bahagia.

#NulisRandom2017
#NulisRandom2017Hari10

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p