Langsung ke konten utama

Bagaimanakah Tulisan Bagus itu?

Ketika memutuskan untuk menyukai perihal tulis-menulis, saya mengambil kesimpulan sendiri, bahwa tulisan yang menarik, bagus, dan cerdas adalah tulisan ditulis dengan panjang. Mungkin itu sebabnya setiap saya membuat tulisan di blog, saya selalu berusaha membuatnya menjadi tulisan yang panjang. Berusaha agar tulisan saya terasa ditulis dengan cerdas, ya karena ditulis dengan berpanjang-panjang itu. Padahal kenyataanya masih belum  layak dan begitu jauh untuk jadi tulisan yang bagus, apalagi untuk memenuhi standard sebagai tulisan yang cerdas. Masih banyak hal yang harus saya perhatikan dan harus saya perbaiki untuk membuat tulisan yang bagus.

Seiring waktu dan berdasarkan tulisan-tulisan yang pernah saya baca, memberikan saya pelajaran bahwa seberapa panjang atau pendeknya tulisan, tidak menentukan nilai dan bobot dari tulisan itu. Tulisan yang panjang tidak selamanya bagus, dan begitupun sebaliknya bahwa tulisan pendek tidak berarti jelek.

Tiap-tiap orang memang memiliki seleranya sendiri-sendiri dalam menilai sebuah tulisan. Dan dari tiap orang itu, bisa saja lahir beragam teori mengenai tulisan bagus. Namun yang pasti, dari banyak penjelasan dan pendapat yang ada, tulisan yang bagus itu menurut saya adalah tulisan yang memberikan pamahaman yang baik tentang suatu hal, mudah dimengerti dengan cara berpikir yang paling sederhana, menggugah rasa ingin tahu, dan dapat memberi inspirasi positif kepada pembacanya.

Nah pertanyaan selanjutnya, apakah selama ini tulisan saya sudah masuk dalam kategori tulisan yang bagus?
Entahlah, yang paling bisa menilai jelas orang lain yang membacanya. Yang paling penting sekarang adalah saya bisa terus konsisten belajar menulis, lagi, lagi, dan lagi.

Nah, menurutmu, bagaimanakah tulisan bagus itu?

#NulisRandom2017
#NulisRandom2017Hari16

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p