Langsung ke konten utama

Ngomongin Guru


Jadi ada banyak sekali guru-guru dari masa lalu yang begitu berjasa dalam hidupku. Dari guru TK misalnya, yang paling aku ingat kala itu adalah Bu Eva, wali kelasku yang begitu menyenangkan dan mengayomi. Bu Siti Asmanah, Kepala Sekolah yang baik hati. Bu Murni, pengganti Kepala Sekolah, yang sama baiknya dengan Bu Siti Asmanaah. Oya nama sekolah TK-ku, TK Baiturrahim.

Lain waktu mamakku pernah bercerita, katanya waktu TK, kabarnya sih aku jago menggambar dan mewarnai dulu. Itu kata beliau, aku hanya diceritakan saja. Bahkan pernah suatu kali, aku yang saat itu seharusnya mewakili TK-ku untuk lomba menggambar dan mewarnai di Jakarta sana, terpaksa mengundurkan diri dari lomba. Belakangan aku baru tahu kalau saat itu diwaktu yang berdekatan, Tante Tuti dan Almarhumah Tante Cica, dua orang adik perempuan dari Mamakku akan melangsungkan pernikahan. Jadi mau tak mau agenda sekolah untuk mensukseskan lomba mewarnai itu dibatalkan. Namun berhubung saat itu aku belum begitu peka tentang situasi  dan belum menyadari akan bentuk emosi, jadi aku tak pernah memikirkan untuk berlarut-larut dalam kecewa, ah kenal saja tidak.

Hanya saja aku merasa heran entah kenapa aku tak begitu banyak mengingat hal-hal yang berkaitan dengan prestasi dan proses belajarku saat itu. Aku pikir mungkin ini terjadi karena seiring berjalannya waktu, ingatan demi ingatan itu terkikis oleh banyak hal yang datang menghampiri. Siapapun mungkin sadar, bahwa memang ketika kecil banyak hal hebat yang dirasa bisa kita lakukan dengan mudah. Semua hal terasa memungkinkan dan menyenangkan. Mungkin ini karena kita belum mengenal apa itu pesimistis? Mungkin belum sadar ketika melihat dan merasakan kesusahan juga kegagalan? Belum mengerti apa itu kekalahan? Mungkin kita merasakan itu semua, tapi dalam porsi yang kecil. Atau mungkin sudah ada orang lain yang sejak kecil merasakan kesusahan, kegagalan dan kekalahan dalam porsi yang besar? Ya mungkin dan pasti ada rasanya.

Lalu yang paling aku ingat juga saat-saat itu adalah aku seringkali menjadi pengacau di antara sekumpulan pengacau. Dari level 1-10 dari semua pengacau yang ada, mungkin levelku di posisi 5 atau 6, mungkin 7 sesekali. Sebenarnya jika dipikir-pikir sekarang, yang kulakukan saat itu bukanlah menjadi pengacau, melainkan ingin menjadi pusat perhatian. Perhatian dari siapa? Dari Bu Eva mungkin. Karena beliau guru yang amat menyenangkan, dan tentunya baik pula. Dan seperti yang sudah aku katakan tadi bahwa beliau adalah sosok guru yang mengayomi, ya ia begitu peduli pada semua muridnya. Dari hal yang remeh-temeh, mengikat tali sepatu, membenarkan kancing baju  seragam yang mencong, membukakan wadah bekal makanan, menyerut ujung pensil, sampai mengatasi masalah buang air kecil dan besar di celana yang terjadi pada muridnya. Dari situ itulah mungkin aku jadi aku selalu merasa senang jika dinasehatinya meskipun aku sudah melakukan kesalahan berulangkali. Karena apa lagi? Bisa juga karena mencari perhatian teman-temanku saat itu, karena kurasa dengan begitu, mereka akan selalu mengingat aku kapanpun dan dimanapun. Entahlah bagaimana ingatan mereka tentangku sekarang. Masih ada ataukah sudah hilang sama sekali, atau bisa jadi dianggap tak pernah ada, ya bisa saja kan? Namun yang yang pasti aku rasa mereka tak akan pernah lupa pernah buang air kecil dan besar di celana sepertinya. Aku rasa tak ada yang salah dengan itu. Atau mungkin saja itu memang salah, tapi kesalahan yang wajar terjadi kan? Siapa yang tak pernah?

Dan, ada pula satu dari banyak hal yang paling aku ingat kala itu, adalah senyum manis temanku bernama Mona Rosalina, yang juga jadi teman baikku ketika di bangku SD, senyumnya terasa manis dan rasanya terus bertambah tiap waktu, mengingat orangnya yang cerewet namun periang.

Lalu ingatan lain yang masih tersimpan di kepalaku selain Yel-yel yang dinyanyikan setiap hari saat jam sekolah, tentu tak lupa do'a legendaris paling dinanti dan paling mudah dihafal semua murid di sana. Ya benar sekali, do'a makan.

Bagaimana dengan ragam kisah ketika aku menuntut ilmu di SD?  SMP? SMA? Kuliah? Mungkin lain waktu saja, jika sempat akan aku tulis juga karena sepertinya menarik. Meski mungkin ini nampak tak penting bagi orang lain dan akan terasa membuang-waktu waktu saja. Ya sudah, abaikan saja. Tapi niatku masih sama seperti waktu TK dulu, mencari perhatian.

Aha hampir lupa, selamat hari guru untuk semua guru-guruku. Guru di sekolah, guru di luar sekolah. Pokoknya guru semasa dulu hingga sekarang. Yang sengaja dan tak sengaja mengajari aku. Baik itu dalam keluarga, pertemanan dan pergaulan dalam realita, interaksi lngkup dunia maya, pekerjaan, dan kehidupan. Kalian adalah nyala sinar terang menuju cahaya. Kalian semua terbaik dan luar biasa :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p