Langsung ke konten utama

Mungkin Nanti


Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini.
Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa.
Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh.
Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku.
Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit.
Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta ketakutan itu, tak juga sirna bersama ragam hal yang terbersit di kepalaku. Segalanya berkecamuk campur aduk. Aku sungguh larut dalam bingung berkepanjangan dibuatnya. Masih terus berpikir untuk mengatasi risau itu. Ingin lupa ingatan, pun apalagi lari dari kenyataan, sungguh itu sama saja pengecut. Aku tak mengharapkan diriku jadi seperti itu pastinya.
Lagipula, aku pun sangat menjauhkan diriku terjerumus pada golongan orang yang serta-merta lupa daratan dan kufur nikmat. Mudah-mudahan aku masih punya daya kontrol diri yang kuat dan teguh di tengah pergolakan demi pergolakan kehidupan ini, ya mudah-mudahan saja.
Di samping itu, aku selalu berharap ibuku juga ayahku bisa terus sehat dan baik-baik saja. Semoga tuhan mendengarkan do'aku yang ini, agar mereka berdua senantiasa dilimpahkan kebahagiaan. Yang pasti untuk saat ini, aku belum bisa memutuskan dengan mantap keinginanku itu sekarang ini. Aku rasa akan tiba waktunya, tapi nampaknya belum sekarang, mungkin nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harus Berubah

Pagar Rumah Bang Ian Saya sadar bahwa kebiasaan yang saya lakukan sehari-hari banyak yang buruk. Mulai  dari sering begadang, ngemil, malas, berantakan, dan kucel. Seharusnya seiring waktu berjalan saya sudah bisa mengurangi ini semua. Sebab saya sudah pernah berniat untuk jadi orang yang lebih baik kedepannya sejak lama, dan itu termasuk juga dengan memperbaiki kualitas dan cara saya menjalani kehidupan. Dan sudah seharusnya hal ini bisa segera saya lakukan dengan baik. Saya ingin sekali memperbaikinya, saya ingin berubah, mudah-mudahan bisa segera saya lakukan sedikit demi sedikit.

No Execuse

Baiklah Saya akan memulai cerita baru Ketika saya mendapati kembali ingatan tentang blog saya, yang setahun lebih rasanya tak pernah terjamahi. Sebenarnya ada beberapa kali saya menyempatkan diri untuk log-in tapi itu pun hanya sekedar melihat juga mengamati keberadaan dan eksistensinya. Yang mana, siapa tahu selama saya hiatus ada banyak kunjungan yang khilaf ke blog saya. Walau mungkin sepertinya tak ada sama sekali, atau malah ada cuma tak berwujud manusia, hantu kan bisa saja tuh. Tapi kurang kerjaan sekali sepertinya kalo sampai hantu pun blogwalking ke sini. Gak ada urusan sama sekali gitu kan. Dan karena perihal itulah saya kadang merasa geli sendiri, sekaligus lucu, ngakak,  tertegun, lalu merenung, sedih, sampai terharu, komplit sudah haru-birunya. Perasaan campur aduk itu adalah akumulasi dari berbagai hal tak jelas yang terbayang dan terjadi. Di mana dalam satu tahun lebih itu, jelas sekali ada banyak kisah dari setiap waktu yang saya terlewati untuk bisa saya tulis...

Gulungan Kertas Kuning

Beberapa waktu lalu saya menemukan gulungan kertas kecil berwarna kuning, dari dalam saku belakang celana panjang saya yang baru kering dari jemuran. Dengan perlahan saya buka agar kertasnya tidak robek, lalu saya menemukan tulisan tangan saya yang khas, yang tidak cukup buruk namun tidak juga bisa dibilang bagus. Atau mungkin lebih tepatnya berkarakter sepertinya, entahlah. Kertas berwarna kuni ng itu tampak bertuliskan "Bagaimanpun yang ingin dikatakan, harus disampaikan!" Saya tak bisa mengingat pasti untuk apa dan bagaimana gulungan kertas tersebut sampai ada di dalam saku celana saya. Yang bisa saya tebak, mungkin saat itu saya mendapatkan ide tentang sesuatu namun baru terpikir serangkai kalimat pendek itu saja. Maka sudah pasti saya harus mencatatnya segera saja agar tidak lupa, dan bisa menggunakannya di lain waktu sebagai bagian dari ide untuk menulis. Mungkin itu puisi, atau apapun yang bisa saya tuliskan. Kita lihat saja.