Satu dari sekian hal yang aku hindari dalam hidup ini adalah ketinggian. Aku tak tahu pasti bagaimana itu bermula, yang jelas dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa aku cukup takut ketinggian. Sebenarnya aku ingin menepis kenyataan itu, namun apa hendak dikata jika benar begitu adanya bahwa aku phobia pada ketinggian.
Aku merasa ketika berada pada tempat yang tinggi dan sekaligus melihat dengan sadar jarak ketinggian itu, sesaat dada ini rasanya berdegup kencang, dan kedua kaki seketika mengalami gemetaran. Bahkan kadang jika efek ketakutan itu begitu mendominasi, nafas pun bisa dibuatnya jadi tersengal-sengal. Rasanya agak sedikit mirip ketika orang yang sedang kasmaran berada di dekat sosok pujaan hatinya.
Sebenarnya, saat ini pun aku masih merasa takut pada ketinggian. Namun seiring waktu, aku terus berusaha mencoba melawan atau malah menerima ketakutan itu. Ya, sesekali aku memaksa diri melawannya, sesekali pula aku menerima dan mengakui fakta itu bahwa aku memang takut akan ketinggian.
Namun setelah aku mendapatkan banyak pemikiran dan juga menyadari segala macam proses dalam hidup ini. Aku merasa, bahwa tak masalah jika aku memang takut pada ketinggian. Karena ketakutan itu adalah hal yang wajar, semua orang sepertinya pasti memiliki ketakutannya masing-masing, dan sungguh itu tak mengapa, itu namanya manusiawi.
Tapi di antara banyak ketinggian, menaiki bianglala adalah satu dari beberapa ketinggian yang tidak aku masukkan dalam daftar ketinggian yang aku hindari. Aku sebenarnya masih merasakan takut saat dalam ketinggian bianglala, ditambah lagi dengan gerakannya yang naik-turun berputar. Seolah bertambah lah suasana ketakutan yang tercipta. Ketakutan itu terasa nyata, hanya saja keseruan dan sensasi yang muncul jadi penyulut adrenalin. Dari bianglala besar setinggi ±30 meter di Dufan Ancol Jakarta sana, sampai yang hanya setinggi 6 meter di pasar malam keliling itu, semua berhasil aku naiki ditemani rasa takutku.
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !