Langsung ke konten utama

Menulis, Membaca, Ulangi


Ada hal yang begitu menyita perhatianku ketika menjelang akhir tahun 2017 lalu. Ya saat sebagian orang sibuk mengevaluasi daftar resolusi 2017 dan sekaligus menyusun resolusi baru untuk 2018, jujur saja hal yang pertama kali muncul dalam pikiranku adalah tentang kegiatan membaca juga menulis yang ingin aku tingkatkan agar bisa lebih rajin dan lebih diperdalam lagi.

Bukanya apa-apa, mengingat banyak waktu berlalu begitu saja dan sia-sia karena tingkat kebiasaanku membaca buku benar-benar menyedihkan, yang mana tak sampai dari sepuluh buku yang bisa aku tuntaskan membacanya di tahun 2017 lalu.

Ini sungguh-sungguh jauh selisihnya jika melihat ke tahun 2016 yang aku selesaikan kira-kira 35 buku. Padahal targetku tahun 2017 lalu, aku ingin membaca minimal 50 buku dari yang awalnya aku pasang angka 100 sebagai target. Namun berhubung tak ingin  terkesan takabur, akhirnya aku menguranginya jadi 50. Dan itupun ujung-ujungnya gagal, bahkan mencapai setengahnya pun tidak.

Sungguh ini membuatku frustrasi dan malu sebenarnya. Ya malu pada diri sendiri karena tak bisa menepati dan memperjuangkan apa yang aku targetkan. Sudah jelas itu semua berbanding terbalik dengan seringnya aku membeli dan menumpuk buku-buku bacaan.Tanpa ada maksud untuk sok pintar, sok penulis, sok pembaca, atau apapun itu yang ingin dilontarkan orang.

Sungguh hamba yang manusia biasa ini tidak bermaksud seperti itu

Aku hanya berusaha melatih diri untuk bisa lebih berkembang, lebih banyak belajar, dan lebih bijak dalam memaknai ide, ilmu pengetahuan, pelajaran, inspirasi,  dan segala sesuatu yang berkaitan dengan imajinasi. Bukan hanya sesuatu yang bersumber dari diriku sendiri, namun juga  segala sesuatu yang sumbernya dari orang lain, dari siapapun, dan dari apapun itu.

Untuk itulah aku berharap, tahun ini bisa lebih rajin membaca, rajin menulis, lalu mengulanginya lebih sering, dan lebih sering lagi, dan lagi, dan lagi, begitu seterusnya.

@30haribercerita #30haribercerita #30harimenulis #30HBC1805

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p