Beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah kenyataan. Kenyataan yang ironi dari sebuah cerita ringan oleh seseorang tentang mendistribusikan kebencian, menggiring opini dangkal, melanjutkan berita tak akurat menjurus sesat, memancing emosi, menjaring orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama dengannya, semua demi tujuan memprovokasi situasi dan kondisi ruang hidup khalayak. Sebut saja propaganda.
Dan perkiraanku saat itu, mungkin ia menganggap apa yang ia sampaikan pada saya adalah hal remeh dan sebuah permainan mengandung keseruan yang akan membuat saya takjub. Mungkin ia menganggap itu adalah bakat yang mengandung nilai prestasi. Mungkin ia menilai saya akan sejalan dengan pikirannya, merasa satu visi, bangga, dan merasa bahwa saya bisa ikut ambil bagian atas apa yang ia lakukan.
Ah maaf maaf kata, saya tak akan pernah kagum, apalagi tertarik, no way. Saya tak tertarik memelihara kegoblokan macam itu.
Tapi saya salut untuk kepercayadirian atas apa yang ia lakukan itu besar sekali, terlebih lagi lugas menceritakannya pada saya. Sedang di hadapannya, saya yang sebenarnya berseberangan dengan jalan pikirannya serasa tiada berdaya dan hanya bisa bicara dengan pasif.
Sesungguhnya, saya hanya mencoba diam & berusaha mencari cara mengalihkan topik pembicaraan agar jauh lebih berfaedah. Minimal seru tapi tak mengandung kegoblokan dan kebencian yang dipelihara. Tapi apa daya, saat itu hanya senyum kecil palsu yang bisa saya lakukan.
Karena nyatanya saya tak setuju dengannya, namun tak sanggup untuk menolak & beradu argumen lebih jauh sebagai orang yang bersebrangan pendapat. Mungkin lebih tepatnya, sih, malas. Malas untuk mengurusi hal macam itu, saya merasa hal tersebut tak ada penting-pentingnya untuk diri saya.
Namun disitulah letak kekeliruan saya, padahal jelas saja ada yang penting pada hal itu untuk saya pribadi, yakni prinsip & idealisme diri yang harus dipertahankan jika meyakini sebuah kebenaran. Karena seperti sebagaimana seharusnya, kebenaran itu adalah benar, setidaknya begitulah yang saya coba percaya.
Tetapi miris memang rasanya atas perihal sesuatu yang tak bisa saya m juga perjuangkan dengan percaya diri dan lantang pada siapapun.
Kedepannya, saya akan menyiapkan serumpun harapan dan tekad menggebu untuk membentengi diri dari pengaruh-pengaruh sakit jiwa macam itu. Mudah-mudahan saja itu semua bisa berjalan dengan baik dan lancar jaya. Karena saya percaya bahwa kebaikan memang harus diwujudkan dengan jalan sebaik-baiknya agar tiada lagi yang merasa tersakiti apalagi terluka. Meski mengakui ini adalah jalan panjang yang berat, susah, dan penuh rintangan, bukankah kita sebaiknya lebih meyakini bahwa setiap masalah, pasti datang beserta solusinya. Dimana ada niat kemauan, di situ pasti ada jalan. Dan kebaikan sudah pasti pula harus menang melawan hoax.
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !