Persis pada hari Minggu sepekan yang lalu, saya dan adik bungsu saya sedang joging sore atau mungkin lebih ke jalan kaki sore. Seperti biasa dalam langkah yang berpacu itu, kami melakukan pembicaraan yang lompat-lompat, kadang membahas ini, nanti membahas itu. Lalu setelah sekitar 500 meter berjalan, kami melewati jalan setapak yang kiri kanannya masih banyak semakin belukar,
Tak lama berjalan saya seperti mendengar suara anak kucing. Semakin kami berjalan maju, suara itu semakin jelas terdengar, di pertengahan jalan setapak itu, di pinggirannya ada seekor anak kucing kecil belang tiga atau kalau istilah kerennya kucing Calico.
Saya dan adik pun heran di jalan yang sepi dan cukup jauh dari pemukiman warga, bagaimana mungkin ada anak kucing kecil sendirian? Saya ambil kesimpulan kalau kucing ini dengan sengaja dibuang oleh orang tidak punya hati dan bodoh pula.
Ditambah lagi di dekat anak kucing yang kami temukan, ada kertas bungkus nasi yang mungkin dijadikan alas makanan untuk bekal kucing.
Di situ saya pun bingung, si orang ini sengaja membuang anak kucing di tempat yang jauh dari jangkauan orang lain pada umumnya dan tidak aman pula.
Kebingungan saya muncul karena bagaimana mungkin juga dia memberinya makanan ketika dia berniat membuangnya di tempat sepi. Seolah ingin membuat kucing itu mati secara perlahan tapi tak lupa memberinya harapan palsu.
Kenapa begitu?
Kenapa jadi harapan palsu?
Ya kenapa juga membuang kucing di tempat sepi, jauh dari pemukiman warga, yang mana secara langsung akan membuat kucing susah mencari makan pun mendapatkan pemberian makanan.
Ya kalaupun tidak bisa merawat kucing itu, sebaiknya jangan dibuang di tempat seperti itu, mending ke pasar atau di tempat yang terjangkau untuknya, karena sekurang-kurangnya past akan ada satu dua orang yang peduli.
Kalau di tempat seperti itu bagaimana mungkin anak kucing kecil itu bisa bertahan hidup?
Tapi itu hanyalah prasangka saya yang hanya seorang manusia biasa. Maka dengan perasaan resah dan kasihan jadi Saya memutuskan untuk membawanya pulang, dan sambil berharap mudah-mudahan saya bisa merawat anak kucing ini dengan baik.
Beberapa hari berlalu, adik bungsu saya memberi nama si anak kucing Calico ini "Meimei" namun kemudian diganti "Caca" karena katanya nama yang pertama agak mirip dengan nama atasan kerja adik saya yang tengah.
Setelah kurang lebih seminggu, si Caca menunjukkan keadaan yang mengkhawatirkan, badannya kurus, ia mulai malas makan, bahkan minum pun jika ia didekatkan ke wadah air minumnya. Si Caca semakin melemah seiring hari berlalu.
Dengan inisiatif adik saya, dibawalah ia ke dokter hewan, sesampainya di sana menurut diagnosis dokter, perut Caca kembung dan dingin. Perkiraan dokter sepertinya Caca sempat jatuh ke genangan air di bawah kolong rumah saya, hingga terminum banyak air comberan dan tertelan lumpur tanpa sepengetahuan saya. Entahlah mungkin ia jatuh saat saya tak ada di rumah atau saat saya tidur.
Puncaknya Caca pun sampai pada ajalnya. Caca meninggal karena sudah tidak sanggup bertahan. Caca pergi untuk selamanya. Caca pulang menuju Tuhan.
Mungkin itu juga yang dimaksud dengan manusia boleh berencana namun pada akhirnya Tuhan lah yang memberikan keputusan.
Mungkin Tuhan lebih sayangg pada si anak kucing Calico dan ingin memanggilnya segera.
Atau mungkin momentum ini menjadi sebuah ujian untuk hati nurani saya dan juga hikmah yang penuh pelajaran berarti.
Semoga Caca pulang dengan tenang.
Semoga damai tempatmu di sana ya Ca.
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !