Langsung ke konten utama

Seperti Janji Tuhan


Selama ini, dari setiap bulir waktu yang berlalu, sejak dulu kala, mungkin sejak zaman nabi bermula, hingga tiba lah kita semua ke masa sekarang di era milenial yang penuh gegap gempita perubahan dengan segala macam teori dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan di mana-mana, di seluruh penjuru bumi ini.
Ada satu dari sekian banyak hal yang selalu diburu semua manusia. Tak lain dan tak bukan, hal itu adalah segegam kebahagiaan. Orang-orang atau siapapun mungkin boleh saja menolak, berkilah, mengatakan ini dan itu, ya terserah mereka saja. Tapi coba berani untuk jujur dalam hati sendiri, bukankah inti dari semua harapan, do’a, dan cita-cita yang selama ini kita dambakan adalah tentang pencapaian pribadi, demi sebuah kebahagiaan diri yang hakiki bukan?
Bahkan ketika kita berjuang demi keberlangsungan hidup orang lain juga akan kembali pada kepuasaan diri sendiri yang lalu berujung pada kebahagian diri. Atau juga pada saat kita mengatakan rela berkorban demi seseorang asal dia bisa hidup dengan sempurna bahagia selamanya, maka tak jadi soal lah, karena untuk seterusnya si relawan yang telah rela berkorban itu telah lebih dulu menjamin kebagiannya lewat pesan “asal kau bahagia, aku pun pasti bahagia”.
Bagaimana, lihat saja, benar kan? Walaupun ada banyak jalan, dan meskipun semua hal bekerja dengan caranya masing-masing. Kebahagian tetap jadi topik pembahasan yang selalu hangat dan dinanti-nanti setiap orang, hanya saja format dan kadarnya berbeda-beda.
Tapi tentu saja, rumus kehiduapan yang paling saya ingat dengan jelas dan melekat di pikiran mengenai teori mencari kebahagian adalah perbanyak bersyukur. Karena yang saya tahu, dengan syukur yang ikhlas dari hati, segala bentuk kekurangan yang terasa dan tampak itu secara perlahan akan tercukupi. Atau bahkan mungkin akan bertambah, lalu bertambah, dan bertambah, dan bertambah, tepat seperti janji tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p