Langsung ke konten utama

Dasar Kau, Bunga!


Dari dulu sampai sekarang. Sejak muda dan pula hingga saat ini, Ibuku adalah sahabat sejati aneka tanaman hijau. Mulai dari jamu, tanaman hias, dan bebungaan yang ia budidayakan seadanya sebagai bukti kecintaannya terhadap tumbuh-tumbuhan di rumah kami.
Ya di rumah kami, bukan pada halaman, kebun luas, ataupun taman yang besar, melainkan hanya mendayagunakan sepetak tanah ukuran kaki lima di beranda rumah.
Jika melihat langsung pemandangannya, mungkin yang terbersit langsung dalam pikiran adalah betapa sempitnya ruang tempat Ibuku menanam berbagai macam dari beberapa ragam flora itu. Namun mau bagaimana lagi, apa mau dikata jika memang itu yang tersedia. Ibuku tak pernah protes atau sedikitpun membahasnya sebagai bentuk komplain pada bapak untuk memperluas area bercocok tanam.
Walaupun tak pernah menyampaikan hal tersebut, aku tahu ibuku sudah cukup bersyukur sekali dengan apa yang ada. Asalkan bisa menggiati hobinya itu, walau hanya dengan tempat, suasana, keadaan, dan peralatan sederhana, semua itu bukanlah masalah berarti, aku tahu dalam hatinya itu semua sudah bisa membuat beliau senang. Apalagi jika ada keluarga, tetangga, kolega, atau temannya yang datang ke rumah kami dan menyampaikan hajat mereka untuk meminta sedikit tanaman ibuku, entah itu untuk keperluan obat ataupun hanya untuk ditanam kembali. Ibuku dengan ikhlas memberinya, jika memang sangat dibutuhkan.
Namun sepertinya, dari sekian tanaman yang pernah dan masih ibuku rawat sampai saat ini, seingatku rasa-rasanya aku belum pernah melihat bunga Anggrek Bulan di tanam ibuku. Jangankan Anggrek Bulan, jenis Anggrek lain saja tak pernah nampak olehku. Entah karena luput dari penglihatanku, atau memang tak pernah ibuku tanam, aku juga tak begitu menyadari hal itu.
Sebenarnya aku bisa saja menelpon ibuku di rumah untuk lebih memastikan perihal yang menyita pikiranku ini. Namun lebih baik aku urungkan saja, sebab mungkin nanti aku akan dimarahi ibuku karena lalai dan sudah mengecewakannya gara-gara tak mewarisi renjananya akan dunia berkebun dan bercocok tanam.
Kalau sampai kutelpon bisa-bisa nanti ibuku malah bilang "Ya ampun bang aji, bunga Anggrek Bulan pun kau tak tahu nak? Ke mana saja mata kau melihat selama ini? Ke bunga desa? Kalau itu tak ada di sini nak!"
Ya bukannya apa-apa, aku hanya ingin tahu seperti apa rupa, warna, bau, dan bentuk dari bunga itu. Pasalnya, aku tak pernah melihatnya sama sekali secara langsung dan dari jarak dekat. Lebih dari itu, bahkan mendengar nama jenis Anggrek bulan saja seingatku baru kali ini, saat seorang teman memberitahu tema tulisan yang harus ditunaikan dari grup tantangan menulis yang kami sepakati sejak beberapa waktu lalu.
Dan akhirnya, aku baru bisa tahu sedikit banyak tentang bunga Anggrek Bulan setelah melakukan pencarian informasinya di internet lengkap dengan segala macam jenis, nilai filosofi, bentuk, dan mitosnya bahwa bunga Anggrek berkaitan dengan bunga Anggrek Bulan itu.
Tapi, walaupun sudah agak tercerahkan mengenai si bunga Anggrek Bulan ini, tetap saja aku belum kesampaian melihatnya langsung.
Kalau begini, jujur saja aku merasa malu pada diriku sendiri, pada ibuku pastinya, juga merasa belum sanggup dan pantas mengganti visi hidupku untuk back to nature.
Mungkin memang harus dipelajari sedikit demi sedikit dari sekarang ya, agar di lain waktu aku bisa dengan mudah membedakan mana Bunga Desa dan mana Bunga Anggrek. Dasar kau, Bunga!.
ps: foto hanyalah pemanis saja sebagai perwakilan dari tanaman jenis bunga, mohon dimaafkan.
@30haribercerita #30haribercerita#30harimenulis #30HBC1818

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu

Saat benar-benar sadar aku bisa saja sedikit malu dengan yang aku peruntukkan padamu tapi jika benar-benar harus jujur aku ingin selalu tak sadar dengan yang aku rasakan agar bisa memberikan sumbangsihku padamu meski itu hal yang mungkin biasa, atau super-duper-biasa atau tak ada istmewanya sama sekali bagimu tak masalah bagiku,  yang penting aku melakukannya tulus untukmu.

Panjang Umur Hal-hal Baik

Beberapa waktu lalu, segenap kawan-kawan baik saya di @komunitasjarimenari baru saja merayakan 3 tahunan perkumpulan dengan nafas literasi ini dibentuk. Namun sayangnya saya tak sempat ikut berpartisipasi dan bersuka-ria bersama mereka dalam kegiatan malam keakraban di kawasan komplek pecandian Muaro Jambi tempo lalu, sebab mesti mengurusi soal kerjaan. Padahal waktu-waktu seperti inilah yang sesungguhnya baik sekali untuk kami bisa membaur bersama dalam keakraban, yang juga berguna dalam mengukuhkan mental kami semua dalam berkegiatan, yang mampu mengalirkan banyak ide dan gagasan cemerlang agar bisa berguna untuk program kerja kami kedepannya. Tapi memang waktu yang berlalu tak akan pernah bisa berulang dan penyesalan pun tiada berguna sebenarnya. Namun walaupun begitu, kedepannya saya berharap semoga tekad dan cita-cita kami dalam berbagi semangat literasi tidak luntur begitu saja meski kadang kala ada pasang surut yang membentang di antara kami. ...

Sosok Inspiratif dari Desa Suak Labu

Beberapa waktu lalu saya sempat mengunjungi seorang ibu guru sekaligus kepala sekolah yang baik hati, Diyan Mahyuni namanya. Sosok ibu inspiratif yang saya temui pertama kali ketika saya dan teman sekelompok saya melaksanakan agenda tahunan mahasiswa tingkat akhir ditempat saya belajar beberapa tahun lalu, di Desa Suak Labu. Yakni dimana kami menjalani serangkaian proses demi proses belajar, baik yang terprogram maupun tak terprogram dalam lingkup kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang ditugas kan oleh almamater tempat kami menimba ilmu saat itu. Dan saat saya dan beberapa teman sekelompok KKN dulu, dengan sengaja menyempatkan diri untuk bisa menghadiri undangan perhelatan acara perpisahan yang akan dilangsungkan didesa itu. Seketika ingatanku terlempar pada kenangan lalu dimana dulu di sana. Di desa itu pernah menjadi rumah kami belajar, bertemu dan menemukan kawan-kawan baik serta kerabat baru. Tanah dimana kami terkesan akan begitu banyak orang-orang hebat yang jarang, atau mungk...