Langsung ke konten utama

Anti Nyinyir Nyinyir Club


Di tengah arus pergerakan komunikasi dan informasi yang sepertinya selalu riuh tak pernah sepi karena ada saja yang jadi bahasan paling menarik tiap hari. Dan ketika mau tak mau kita sudah berada di dalamnya ini, pasti sering sekali merasa risih pada banyaknya polusi-polusi media sosial yang tersebar. Entah itu dari orang-orang yang kita kenali langsung mulai dari keluarga, teman, kolega, sampai yang tidak kita kenal langsung tapi berteman di media sosial.
Lalu di beberapa waktu atau bisa saja terjadi tiap hari, di mana ada di antara dari orang-orang tadi yang entah kenapa seperti berhasrat sekali mengomentari beragam hal.
Sebenarnya jika hanya ingin mengekspresikan opini tak ada masalahnya dengan hal itu. Hanya saja, yang membuat heran adalah orang-orang ini amat sering mengomentari segala sesuatu dengan sudut pandangnya yang negatif. Yang mana pada setiap hal fokusnya sepertinya tak pernah ada kebaikannya sedikitpun. Pendapatnya selalu tentang cela kesalahan orang. Selalu tentang keburukan. Selalu tentang boroknya orang. Meskipun bisa saja yang terjadi sebenarnya tidak selalu buruk atau bahkan pun tak ada keburukan yang terjadi sama sekali, pada saatnya akan selalu tetap jadi buruk bagi si juru komentar negatif yang mungkin bisa kita juluki si nyinyir ini.
Orang-orang macam ini biasanya pasti selalu ada di sekitar kita. Entah dari keluarga sendiri, teman, kolega, atau dari yang tak kita kenal langsung tapi berada di lingkungan sekitar kita.
Pola tingkah lakunya bisa macam-macam, kita sudah tahu masing-masing apa saja itu. Sering memberikan kritik namun sama sekali tak membangun, justru sebaliknya, seperti ingin menjatuhka. Hal baik sekecil apapun tiada pernah berarti baginya, ia seperti buta dari melihat itu, ya selalu seperti itu. Jika ia tipikal nyinyir yang lebih ekstrim lagi, ia mungkin senang sekali memprovokasi hal-hal yang sebenarnya tak ada masalah sama sekali, namun baginya selalu bermasalah.
Dari yang biasanya sering terjadi juga, tipikal orang macam ini senang menyebar informasi negatif dan termasuk juga hoax, atau bahkan memproduksi sendri informasi negatif dan hoax itu. Ini dilakukannya demi apa sebenarnya? Entahlah, mungkin karena memang hobi dan passionnya pada negativisme. Mungkin ada sentimentil tertentu yang dia miliki. Mungkin punya tujuan tersendiri.
Menurut sebuah informasi, kebiasaan nyinyir macam ini bisa terjadi pada siapa saja, pada semua golongan. Tak melulu pada orang yang tak berpendidikan, kasar, pemarah, dll. Bahkan orang yang berpendidikan tinggi sekali pun bisa terbiasa nyinyir.
Kenapa bisa begitu?
Katanya ini karena faktor emosi. Ketika yang lebih besar dari dirinya adalah emosi ketimbang akal sehat. Maka tak ada hal lain yang selalu ada dipikirannya selain negativisme itu. Ia mudah terpicu, mudah terpengaruh, mudah gagal paham pada suatu perkara.
Ngeri memang pasti, mungkin-mungkin hal seperti ini bisa merusak jiwa dan pikirannya. Bahaya untuk mental pasti, bukan hanya bahaya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain di sekitarnya lingkungannya.
Soalnya bisa diamati sendiri kalau kebiasaan ini bisa menular dan bisa jadi lebih parah tentunya.
Jadi untuk jaga-jaga diri lebih baik perhatikan sekitar kita di kehidupan dan di media sosial, Upayakan jangan sampai terjangkit wabah virus nyinyir lah. Jika bisa dan berani menegur ya lakukan. Kalau gak enak, ad beberapa pilihan. Hapus dari pertemanan atau ya bentengi diri sendiri. Atau terserah mau melakukan apa jika punya cara sendiri. Atau kalau yang hobi nyinyir itu malah diri kita sendiri, ya coba sadar dirilah kalau itu menyusahkan orang lain, dan sungguh menyebalkan juga. Nah untuk dampak, resiko, dan lain-lain ya tanggungjawab masing-masing setelahnya. Harus berani memutuskan dong pastinya kalau mau jadi orang yang anti nyinyir nyinyir club.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p