Langsung ke konten utama

Kenapa Manusia Tersinggung?




Karena ia membiarkan diri dan hatinya lemah diperdaya pikiran. Padahal tentu saja hati adalah yang paling tangguh dalam menjalani segala ujian dan kondisi perasaan.

Tetapi tunggu sebentar, ada yang terlupa olehku. Ciri dan karakter manusia berbeda-beda antara satu dan lainnya. Sudah barang tentu juga bila hati yang menjadi inti jiwanya juga berbeda. Ada seorang yang sebenarnya peka dan perasa namun tampak dengan jiwa tangguh. Ada yang sebaliknya, tampak peka dan perasa tapi tapi sebenarnya acuh dan abai.

Tentu masih banyak lagi kombinasi emosional diri manusia yang lainnya. Tak terhitung karena keunikannya yang benar-benar di luar nalar dan perkiraan manusia, yang pasti di luar kendali manusia untuk mengetahui semuanya. Tapi sungguh hebat dan uniknya justru di situ, prasangka manusia yang satu dan lainnya yang tak sama bisa dan sering menyebabkan salah paham. Kenapa terjadi salah paham?

Kembali lagi, karena memang hati sebagai rumah dari perasaan itu berbeda. Karena berbeda itu, apa yang dilakukan oleh seorang manusia, sangat mungkin jadi prasangka berbeda bagi seorang manusia lain. Lalu letak salahnya di mana? Bagiku tak ada yang salah, karena masing manusia berbeda. Ya berbeda itu lah yang harus dimaklumi, diterima saja dengan perasaan cinta dan kasih.

Tapi apakah melakukannya semudah mengatakannya? Ya tentu saja tidak. Jadi solusinya? Ya belajar saja terus. Belajar memahami situasi dan kondisi. Oya dan juga belajar memahami perasaan orang lain yang berbeda dari kita. Mungkin orang lain memang tak seperti yang kita pikir. Begitu juga sebaliknya, orang lain akan merasa bahwa kita tak seperti yang mereka pikir. Pasti akan selalu ada kemungkinan seperti itu. Jadi selanjutnya bagaimana?

Ya sudah biarkan saja apa adanya. Katakan benar jika merasa itu benar, ya katakan salah jika bagimu salah. Namun jika ragu akan dampaknya, lebih baik diam saja. Tapi diam juga bukan solusi. Diam hanya akan membuat perasaan menerka-nerka yang terjadi. Dan itu cukup bisa berpotensi mendapatkan resiko. Resiko untuk sebuah kekacauan baru yang sama berpotensinya membuat kerusakan lain. Ini sungguh tak akan selesai perkaranya jika terus berlanjut. Tapi kata siapa? Bukankah itu hanya persepsi manusia?

Bukankah sudah jelas, manusia hanya berencana dan memikirkan, namun Tuhan yang menetap keputusan mana yang akan jadi kenyataan. Ini sepertinya tak akan bisa berakhir begitu saja. Ini memang akan berlanjut dan terus dan terus. Karena bagaimana juga perasaan punya jalan dan caranya sendiri untuk belajar dan mencari makna yang terjadi sebenarnya.

Gagasan ini bersifat fleksibel dan relatif, bisa jadi berubah untuk kemudian waktu menyesuaikan situasi dan kondisi. Bisa jadi malah salah karena berseberangan dengan pendapat orang lain. Bisa jadi memang benar-benar salah. Terus kenapa kalau salah? Salah ya memang salah. Tapi salah itu manusiawi. Tak ada yang salah dari kesalahan jika tujuanya untuk mencari kebenaran. Liha saja, semua soal waktu, soal sudut pandang, soal mencari jawaban. Antara mana yang salah? Mana yang benar? Dan satu lagi, mana yang merasa paling benar atau ingin selalu benar tak pernah mau terlihat salah? Padahal manusia tempatnya salah kan? Kamu merasa di bagian yang mana?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p