Langsung ke konten utama

Takut Pada Prasangka



Ternyata setelah aku pikir-pikir, karena terlalu sering membaca buku self-improvement alias buku pengembangan diri. Jika aku perhatikan lagi, seringkali setiap aku menulis entah di blog, di medsos, atau di aplikasi chat, entah kenapa setiap ada sesi beropini, aku merasa sepertinya aku terdengar sok macam seorang motivator kepada orang lain.

Dan aku tak tahu, apakah ini baik atau tidak? Aku pikir, mudah-mudahan saja baik. Tapi sungguh aku sangat khawatir sekali atas ketakutan yang berasal dari prasangka buruk. Sebab hal semacam itu pasa titik tertentu memang cukup bisa menggangu pikiran dan perasaan. Rasa itu bisa saja membuatku jadi merasa besar kepala atau mungkin malah aku sudah lebih dulu terlihat besar kepala bagi orang lain, yang sejujurnya hal seperti itu sangat tidak aku dambakan sama sekali. Aku harap itu tidak terjadi, dan mudah-mudahan juga orang tidak beranggapan begitu kepadaku. (Lah, memangnya kau ini siapa ajir? Keluarga bukan, kerabat bukan, pacar bukan, mantan apalagi, bahkan orang penting pun bukan)

Tapi, sungguh aku khawatir dan takut sekali jika saja ada kebencian menghampiriku. Jelas saja aku tak ingin itu. Siapa juga orang di dunia ini yang berharap dibenci dan ingin dibenci? Tapi entahlah, mungkin saja ada? Atau memang ada? Tak tahu lah, yang pasti aku harap saat ini dan seterusnya, kita semua bak-baik saja kepada satu sama lain.

Tapi jika memang harus menjelaskannya, salah satu tujuanku menulis sebenarnya adalah ingin bisa saling belajar, berbagi energi positif dan informasi yang baik juga menarik. Yang mana aku harapkan, itu semua bisa terwujud sebagai sebagai suatu bentuk jembatan. Ya , jembatan yang bisa beguna agar kita saling terhubung, tidak hanya terhubung dalam berkomunikasi, tapi juga terhubung pula pada kebaikan, pada eksplorasi buah pemikiran cerdas nan inspiratif, pada hal-hal yang menarik bagi diri kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p