Langsung ke konten utama

Selamat Atasmu, Aku, dan Kita Semua!


Sungguh bosan menyaksikan kecamuk orang-orang di lini masa media sosial ini, yang saling sibuk merasa sok benar dan yang lainnya pula, saling asyik menyalahkan. Masing-masing sama saja, merasa paling benar, atau merasa selalu benar.

Padahal dia pasti tahu dan sadar jiwa dan akal bahwa dirinya bukanlah Mahabenar, karena memang pasti bukan. Tidak ada yang ingin memilih salah, karena siapa juga yang ingin menjadi tumpuan kesalahan.

Padahal manusia tempatnya khilaf, lupa, dan salah. Ah memang kita manusia selalu begitu. Ingin ku hapus saja mereka dari pertemanan, karena aku merasa cukup risih dan bingung mengamati mereka yang saling berdebat melempar argumen kebenciannya itu.

Mau apa sebenarnya mereka?
Ingin jadi agen kebaikan atau kebencian?
Ingin dunia ini jadi indah dan membahagiakan, atau jadi kelam dan suram?

Kalau aku, jelas sungguh tak menginginkan buih-buih pesimistis macam itu.

Dunia maya kini memang sudah semakin sulit untuk jadi menyenangkan jika hal seperti ini dibiarkan terus. Tapi aku masih akan terus berharap dan berharap saja untuk kebaikan dunia maya dan realita.

Peduli amat dengan algoritma media sosial dan teori gelembung bias itu. Hapus yang perlu dihapus.

Oya, lalu kalau begitu aku sendiri bagaimana? Aku merasa apa?
Merasa benar atau merasa salah? Apalagi jika sampai aku menghapus pertemanan, bukankah itu artinya terdapat benih kebencian menyerupai dalam diriku?
Kalau begitu apa bedanya aku dengan para pembenci itu?

Setelah aku pikirkan lagi, benar juga hal itu.

Ya sudah, daripada itu ya aku merasa kacau saja, atau merasa lucu boleh juga, itu lebih seru dan menyenangkan hati ini, ya itu saja.

Sudahi saja semua ini, selamat atasmu, aku, dan kita semua

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p