Beberapa waktu lalu, bahkan sekarang ini, seringkali aku terpikir untuk sesering mungkin menulis yang panjang. Entah itu opini, cerita orang lain, cerita fiksi yang masih terseok-seok aku pelajari, atau menulis hal personal seperti dulu. Ya rasanya sudah cukup lama aku tak menulis berbagai ketidakpentingan yang aku anggap penting itu.
Namun kadangkala, aku seperti merasakan ketidakberdayaan yang sebenarnya bisa saja tepis itu. Aku beranggapan bahwa untuk apa aku asik menulis berpanjang-panjang ria jika tak ada yang sudih merelakan sekejap waktu membaca tulisanku selain aku seorang.
Ini sebenarnya sungguh terasa lucu dan menggelikan bagiku. Kenapa racun pesimistis itu justru datang saat ini? Ketika aku sedang berusaha menggiati dan memperjuangkanya sebaik mungkin. Kenapa tidak dari dulu saja? Tapi setelah aku pikir lagi, mungkin aku kurang serius, kurang rajin, kurang fokus, kurang belajar, kurang berjuang, kurang bersemangat lebih saja.
Dari yang aku sadari, mungkin pesimis itu muncul sebagai pengingat diri dari segala macam halang-rintang yang tersingkap di sekitaranku. Mungkin ini serupa pilihan persimpangan di jalan hidupku. Apakah daripada aku berlelah-lelah diri dan terus melangkah maju meski tertatih bahkan jatuh tersungkur. Atau malah berpasrah diri, mengaku kalah pada kenyataan dunia, dan beralih melakukan hal lain yang bisa menjauhkanku dari hal-hal menyenangkan seperti menulis ini.
Sepertinya jawaban untuk itu sudah jelas. Tentu saja aku akan merasa masa bodo, dan lebih memilih bergerak terus, menyusuri kebimbangan dalam menuju hakikat hidup ini. Walaupun tiada satu orang manusia yang membacanya, dan meski jikapun ada satu orang itu tak lain adalah aku sendiri. Bagiku, aku sudah cukup senang dan berbahagia dengan bisa terus menulis.
Ya jelas saja aku akan menulis selamanya. Bukan untuk terkenal karena tulisanku dibaca orang lain. Melainkan karena ingin terus hidup dalam kumpulan aksara yang terangkai akibat jari-jemarku yang sudah rela berlelah-lelah untuk menulis. Mengingat kutipan terkenal dari Pramoedya Ananta Toer pernah berkata, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian"
Meski belum sepenuhnya membaca semua karya Pram, aku akan terus percaya dan memegang teguh perkataan hebat beliau itu, lalu mengamininya untuk kemudian mengamalkannya sebagai panji dalam membaktikan diri untuk terus berkarya. Tak peduli apa, dibaca pun tidak dibaca, aku akan terus menulis.
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !