Langsung ke konten utama

Menyelesaikan Buku-buku Bacaan


Menjelang akhir tahun 2015 beberapa tahun yang lalu. Saya sengaja berkunjung ke toko buku di kota tempat tinggal saya, Jambi. Saat itu kebetulan sedang ada bazar buku murah, dan jujur saja, saya adalah salah satu dari sekian banyak pembaca buku di dunia ini yang menanti kabar gembira itu. Siapa juga yang tidak mengharapkannya?

Adapun buku-buku yang dijual, semuanya menarik. Layak baca dan layak koleksi. Jikapun ada yang lecek, robek, atau hancur tak berbentuk buku sekalipun, mungkin hanya beberapa saja. Itupun saya rasa, ulah dari pengunjung yang iseng membuka pembungkus plastik buku lalu secara tak berprikemanusiaan memperlakukan buku-buku itu dengan asal dan semena-menanya saja.

Hampir semua buku-buku yang tersusun di atas meja yang disediakan, dijual dengan harga yang cukup murah. Kisaran 3.000-25.000. Ya, dari yang saya ingat, rata-rata harga buku yang dijual di sana memang seperti itu. Dengan harga murah yang keterlaluan seperti itu, dan kebetulan pula uang tabungan saya dalam kondisi aman untuk dibelanjakan. Jadilah saya makin menggila saat dihadapkan pada keadaan yang jarang-jaramg terjadi seperti itu. Buntutnya, saya lalu membeli banyak sekali buku bacaan. Selama periode 3-4 bulan bazar buku murah itu berlangsung, secara berangsur-angsur, sekiranya ada hampir 300 lebih buku yang saya beli, atau mungkin saja lebih. Entahlah, saya lupa menghitungnya dengan pasti.

Perasaan saya sungguh bahagia sekali bisa mendapatkan banyak buku-buku keren dan menarik. Dan ditambah lagi, banyak juga buku-buku yang memang saya incar sejak lama, dan kemudian tanpa sengaja saya temukan ketika bazar buku murah itu berlangsung. Saya pun sempat berpikir mungkin ini bagian dari garis takdir saya.
Setelah beberapa bulan berlalu sejak membeli buku. Tahukah kamu? Yang terjadi sampai saat ini adalah kebingungan tak terkira karena belum tuntas membaca semua buku itu. Saking bingungnya, beberapa buku ada yang saya berikan pada adik-adik saya, pada teman, juga pada kenalan. Tapi tentu tidak semuanya juga yang saya berikan, hanya beberapa saja. Itupun melalui pertimbangan yang benar-benar matang. Karena sungguh sayang sekali jika memberikannya pada orang lain namun kenyataannya malah tidak dibaca. Ya kalau begitu, lebih baik saya simpan sendiri kan?

Mungkin muncul pertanyaan, kenapa bingung menyikapi semua buku-buku. Bukanlah itu menyenangkan bisa punya koleksi buku sendiri. Iya iya memang, jelas saja pasti senang. Masalahnya, setiap ke toko buku, selalu saja ada buku keren yang menyita perhatian saya. Dan siapa yang bisa membayangkan bagaimana perasaan itu? Menahan diri untuk tidak membeli buku dulu karena masih ada tumpukkan buku sebelumnya yang belum selesai semua saya  baca, keterlaluan kan!

Maka dari itu, satu dari sekian banyak harapan saya tahun ini adalah membaca sebanyak-banyaknya buku yang sudah saya beli dulu. Mudah-mudahan saja saya selalu ada kesempatan membaca.

@30haribercerita #30haribercerita #30harimenulis #30HBC1810

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p