Dalam renunanganku sepulang kerja malam itu, sambil merebahkan badan yang terasa ringkih di atas kasur busa tipis, aku mencoba memikirkan dan mengingat-ngingat apakah ada hal-hal mengenai ranting khususnya ranting patah yang bisa aku jadikan tema menulis puisi.
Dan setelah beberapa menit berlalu, tak secuil pun ingatan yang bisa aku temui. Padahal seingatku, ada banyak kenangan bersinggungan dengan ranting yang pernah aku lewati dulu, ke mana semua ingatan itu sekarang?
Namun yang lebih aku herankan lagi, bukannya ide utama untuk menulis puisi yang bisa aku dapatkan, aku malah mengingat tentang filosofi ranting kering yang patah dari tangkainya. Yang mana filosofi ini secara singkat mengisahkan bahwa di dunia ini tak ada sesuatu yang tidak berguna sama sekali, sekecil dan seremeh apapun itu, pasti memiliki manfaat.
Lihat saja pada ranting kering yang patah lalu terpisah dari tangkainya. Secara sadar, mungkin bisa kita beranggapan bahwa patahan ranting kering itu sudah tidak berguna lagi, karena jelas ia sudah mati dan patah dari tangkai pohon tempatnya hidup. Tapi setelah dipikir-pikir dengan sederhana, patahan ranting itu masih bisa digunakan untuk bahan bakar menyalakan api, entah itu api unggun, atau sebagai bahan bakar memasak tradisional. Tentu saja tidak berhenti di situ, karena jika dijelaskan lebih jauh, pasti masih banyak lagi manfaatnya. Begitulah filosofi dari ranting kering yang patah.
Lalu bagaimana selanjutnya ini?
Apakah karena tak terpenuhinya keinginan awal untuk membingkai ide, jadi berujung tak ada puisi yang bisa aku tulis?
Sebenarnya kita tahu, menulis puisi, tak begitu mementingkan pengalaman diri sendiri, bukankah bisa memetik ide dari pengalaman orang. Apa susahnya jika tinggal tanya? Toh hanya menanyakan sedikit kesan-kesan mereka atau seberapa dalam kenangan itu tertanam dalam pikiran mereka?
Tapi yang aku lupakan adalah, mungkin saja mereka menolak untuk ditanyai. Apalagi menyangkut soal cerita pribadi mereka, mana mungkin diumbar ke orang lain begitu saja. Terlebih lagi jika tak saling kenal, "Maaf-maaf saja, itu tak mungkin terjadi. Memangnya kau siapa?" Aku pikir, setidaknya kata-kata itu yang akan keluar dari mulutnya.
Ya sudah, kalau memang begitu. Jadi apakah tak ada cara lain menangkap inspirasi untuk digunakan menulis puisi? Tentu saja masih ada kan! Pasti ada banyak cara lain lagi, tapi apa?
Tenang pasti banyak, tapi mungkin kita bisa menggunakan imajinasi saja. Ya, kita bisa memaksimalkan daya pikir kita yang bermain-main dengan hal-hal fantasi demi merangkai imajinasi. Aku pikir itu cukup seru dan menyenangkan untuk dicoba sebagai cara menulis puisi.
#10dayswrite #januarywriting #rantingpatah
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !