Setiap aku pulang ke rumah, jika waktunya tepat di sore hari, mungkin aku akan bertemu dengan tante Tuti, adik mamakku yang berjualan aneka makanan dan minuman di depan rumah nenek.
Kebetulan rumah orangtuaku dan rumah nenek memang saling terhubung. Dan karena jalan utama di sekitar rumahku lebih dekat jika dilewati dari rumah nenek, jadi otomatis pula rumah nenek lebih sering jadi tempat berkumpul kami sekeluarga, baik saat santai ataupun melangsungkan acara syukuran, pengajian, dll.
Nah lain cerita pula bila aku pulang ke rumah dan baru sampai saat malam hari, orang yang lebih sering aku temui pertama kali biasanya adalah nenek, karena di waktu-waktu seperti itu tante Tuti sudah lebih dulu pulang ke rumahnya untuk istirahat. Dan di saat-saat seperti itu seringkali aku dan nenek sedikit banyak membicarakan beberapa hal.
Apapun yang mungkin dibicarakan, akan dibicarakan, umumnya sih hanya hal-hal yang ringan saja. Tak pernah sampai membahas kebijakan politik Gubernur Jambi, apalagi sampai membahas tarif angkot yang sudah berubah drastis sejak terakhir beliau menggunakannya. Itupun aku tak tahu entah tahun kapan?
Ketika aku dan nenek terlibat satu pembicaraan, umumnya suara nenek yang mendominasi. Nenek yang lebih sering melemparkan pertanyaan, dan biasanya aku hanya menjawab saja. Pertanyaan nenek awalnya dimulai dari kabar kesehatanku selama tinggal di kota Jambi? Karena memang semua orang di keluarga kami tahu bagaimana riwayat asmaku yang dulunya cukup sering kambuh.
Selain itu, sesekali ada pula pertanyaan mengenai apa saja kegiatanku selain bekerja? Kemana saja aku pergi saat waktu senggang? Tahukah aku alamat ini di Jambi? Berapa harga barang itu di sana? Dan tentunya, tak lupa nenek pernah bertanya apakah aku punya pacar di Jambi? Mmmm mungkin beliau cukup kasihan dengan kisah hidup cucu laki-lakinya yang penuh perjuangan ini. Jadi mungkin dengan bertanya akan sedikit membuat aku termotivasi agar lebih serius berjuang.
Untuk pertanyaan yang terakhir tadi itu, seingatku aku hanya pernah menjawabnya sekali saja, tak ada kataku. Lalu, untuk selanjutnya sama saja, hanya itu yang selalu aku jawab berulang-ulang.
Mungkin saat di awal-awal dulu, aku sempat merasa nenek terlalu cerewet, karena terlalu banyak bertanya ini itu. Tapi lambat laun dalam pikiranku, aku menyadari bahwa semua wajar wajar saja. Jiwa keibuan dari seorang nenek kan memang begitu, selalu perhatian dan ingin tahu semua tentang keluarga, anak, dan cucunya.
Namun itu hanyalah cerita biasa yang terjadi sebelum-sebelumnya. Sekarang, sejak hari raya Idul Adha yang lewat beberapa bulan lalu, adalah lebaran pertama kami sekeluarga tanpa kehadiran nenek. Ya nenek kami, Hj. Hadriah Massagoni atau yang lebih akrab kami panggil Nek Iya, satu dari beberapa orang yang paling dituakan dalam keluarga besar kami di tanah Sumatera ini, telah berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 31 Juli 2017 lalu.
Dan ketika pulang ke rumah setelah nenek meninggal seperti sekarang ini, saat sedang sibuk dalam pembicaraan dengan adikku di rumah. Aku sesekali bergumam sendiri "nenek sudah tak ade lagi ye!" Pernah ada adikku yang mendengarkanku, ia menjawab "iye, nenek tak ade lagi" Lalu kami hening.
#10dayswrite #decemberwrite #melepasrindu
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !