Langsung ke konten utama

Berbakti

Saya seringkali mengamati bagaimana hubungan seorang anak dan ayahnya dapat berpengaruh pada mental dan karakter anak, dan sepertinya ini juga yang dapat membentuk​ watak anak dalam menjalani kehidupannya. Saya tidak mengambil contoh dari orang lain, karena seperti pepatah zaman dahulu mengatakan "pengalaman adalah guru terbaik". Dan  pengalaman terbaik untuk dijadikan guru dan bahan pelajaran adalah pengalaman diri sendiri.

Sebenarnya hubungan saya dan ayah saya yang biasanya saya panggil bapak, tidaklah terlalu dekat. Tapi bukan berarti juga ada masalah, hanya saja kami memang agak kurang dekat. Entah kenapa saya juga heran. Padahal jujur dari hati yang paling dalam, saya mendambakan bisa berbagi keakraban dengan bapak. Di sisi lain, sebaliknya saya justru lebih dekat dengan ibu yang dalam keseharian saya panggil mamak.

Kurang akrabnya saya dan bapak pun  seiring jalan seperti menjadi kecanggungan. Saya mencoba menerka-nerka, mungkin karena bapak saya adalah tipikal orang yang keras dan tegas, yang mana itu ia dapat dari perjalanan hidupnya yang keras dan penuh perjuangan. Sedang saya mungkin saat itu adalah tipikal bocah yang ketika diperlakukan tegas oleh bapak, seketika saja dapat menjadi ciut nyali. Tapi itu saya rasakan hanya di awal-awal masa pertumbuhan, berakal, dan berpikir saya. Karena lama-kelamaan saya sadar dan merasakan hal yang baik dalam perkembangan diri dan mental saya.

Mungkin jika tidak dibesarkan dengan tegas dan keras, saya akan jadi sosok lelaki yang manja dan penakut. Jelas saya sangat berterimakasih pada bapak karena tanpa didikan beliau saya tak akan bisa jadi diri saya yang seperti sekarang. Tapi saya sering merasa sedih, karena belum memberikan banyak kebaikan, kebahagiaan dan apapun yang bapak butuhkan.

Dalam sujud dan doa, kepada tuhan saya selalu berharap bapak dan juga mamak selalu diberikan kesehatan, rahmat, rezeki, hidayah, dan umur panjang. Semoga beliau berdua bisa terus bahagia baik di dunia dan juga di akhirat kelak. Dan semoga saja saya masih punya banyak kesempatan berbakti pada bapak dan mamak.


#septemberwrite #menulis30hari #30harimenulis #menulis #ayah #ibu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p