Langsung ke konten utama

Elegi Sendal

Sebenarnya aku ingin berkisah mengenai sendalku yang baru satu atau dua hari lalu menyatakan undur diri dari tugasnya menyertai perjalananku.

Sendalku itu mungkin sudah merasakan kelelahan yang amat penat dan akhirnya tak mampu lagi bertahan. Mungkin memang sudah takdirnya sampai di sini. Mudah-mudahan aku kuat menerima kenyataan yang sedang terjadi.

Keluh-kesah ini bukannya muncul tanpa alasan kuat. Seperti halnya air mendidih yang bergejolak, itu karena reaksi wajar dari perubahan suhu yang dihantarkan oleh panas dari api, hingga membuat suhu air mengalami peningkatan lalu mencapai titik didihnya.

Baiklah, mungkin analogi itu tak memberikan gambaran yang jelas. Begini saja, seperti kata sebuah pepatah lama "Tak mungkin ada asap jikalau tak ada api" Yang arti sederhanya, segala sesuatu itu pasti ada penyebabnya.

Kembali lagi pada topik sandalku yang malang. Jelas aku mengalami kehilangan berat karenanya. Bagaimana tidak, sendalku itu sudah seperti sahabat sejati yang tak pernah absent di kala suka juga dukaku. Di saat aku sedang senang pun saat tertimpa malang, ia selalu ada membersamai langkahku sejak 9 tahun terakhir. Itu jika aku tak salah ingat atau tak melebih-lebihkan cerita. Tapi nyatanya memang sudah selama itu.

Padahal awalnya sendal itu bukan milikku, entah milik siapa. Bukan bukan, bukan begitu. Jangan salah paham dulu, jangan su'udzon pada mahluk tuhan yang sedang larut dalam sedih kecil-kecilan ini. Aku tak memanfaatkan waktu luang hanya karena rumahku di depan masjid, aku tak sejahil itu dulu. Lagipula aku memang tak pernah jadi anak yang jahil, aku anak baik-baik, tanyakan saja pada mamakku.

Jadi pada suatu hari entah kapan waktu tepatnya. Di rumah nenekku sedang ada semacam acara pengajian bulanan. Aku ada di situ karena memang aku tinggal di rumahnya yang bersambung dengan rumahku. Saat itu sebenarnya belum lama aku baru saja membeli sendal. Sendal yang diproduksi oleh brand produk perlengakapan outbound.

Singkat cerita, setelah pengajian di rumah nenekku berakhir, ketika hendak pergi keluar rumah, aku mencari-cari sendalku diantara kerumunan dan tumpukan sendal yang ada. Lama aku mencari, tak juga kutemui.

Selang beberapa waktu, aku pasrah pada keadaan. Walau sebenarnya tidak, karena raut wajahku saat itu sudah benar-benar hilang kesan manisnya. Aku duduk terdiam di teras rumah nenekku, aku mengumpat dalam hati sejadi-jadinya. Bagaimana aku tak marah, ini sendal baru, sendal asli produk bermutu, made in Indonesia pula, kenapa bisa hilang begini. Arghhh

Tak lama, setelah emosi itu reda. Sisi diriku yang bijak menyadarkan diriku yang kalut. Untuk apa berlama-lama kesal. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Tak ada guna penyesalan, semua sudah terjadi. Sadar diri mungkin itu teguran atau ujian. Entahlah, aku pasrah saja. Lalu ketika semua tamu sudah hampir pulang, hanya tinggal beberapa ibu-ibu saja.

Dan jeng jeng, dari balik sendal ibu-ibu itu, ada sebuah sendal berwarna hitam yang boleh dibilang mirip dengan sendalku. Dari yang aku amati sendal itu memiliki kontur yang hampir sama pada bagian telapaknya, aku pikir kualitas dan ketahanannya pun kurasa juga sama. Aku bisa berpendapat begini karena aku merasa punya kemampuan khusus mengamati dan menilai sebuah objek, menilai hati dan perasaan wanita saja yang aku masih butuh banyak belajar. Ya sudah, singkat saja aku pikir itu adalah gantinya.

Memang sendal itu tak sebaru sendalku yang hilang, tapi justru sendal pendatang baru yang ada di teras rumah nenekku itu, telah mengantarkan kemana saja kaki dan diriku pergi. Sayangnya aku tak pernah memberinya nama kesayangan sebelumnya. Jika saja sempat, mungkin aku akan melakukan perpisahan kecil demi memberinya penghormatan yang terakhir kali. Tapi jika dipikir secara sadar, tak ada gunanya aku melakan itu, percuma. Sama percumanya seperti anda yang tergerak hatinya membaca tulisan ini, kasian. Namun apalah daya nasi sudah menjadi bubur, terima saja semuanya. Mohon bersabar ini ujian, ikhlaskan.

ps: foto hanyalah sebagaii ilustrasi semata

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Sakit

Hari ini mungkin saya akan pulang dari rumah sakit setelah satu Minggu  saya dirawat di rumah sakit di daerah saya RSUD KH. DAUD ARIF Kuala Tungkal ini dengan diagnosis Asma dan Infeksi Paru / Pneumonia. Saya dirawat tepatnya mulai dari malam Minggu 12 April  2025 lalu, di mana sebelumnya pada waktu menjelang magrib sepulang saya bekerja saya terlebih dulu datang berobat ke klinik Ananda Medika yang terdekat dari rumah saya di jemput dan sekaligus diantar adik saya. Hanya saja karena kondisi saya saat itu dirasa cukup kritis maka saya dirujuk secepatnya ke rumah sakit, dan hari perawatan pun berjalan sampai hari ini. Adapun kondisi kesehatan saya sudah cukup membaik dari hari ke hari. Dan hari ini saya juga  berharap bisa segera pulang karena sudah mulai merasa bosan. Sebenarnya saya sudah mengidap asma sejak lama sekali, sudah dari dulu kala, sudah semasa kecil, sudah seumur hidup ini. Jadi bisa dibilang saya sangat akrab dengan sakit asma itu sendiri, dan bisa dibilang...

Pelajaran Dari Anak Kucing Calico

Persis pada hari Minggu sepekan yang lalu, saya dan adik bungsu saya sedang joging sore atau mungkin lebih ke jalan kaki sore. Seperti biasa dalam langkah yang berpacu itu, kami melakukan pembicaraan yang lompat-lompat, kadang membahas ini, nanti membahas itu. Lalu setelah sekitar 500 meter berjalan, kami melewati jalan setapak yang kiri kanannya masih banyak semakin belukar,  Tak lama berjalan saya seperti mendengar suara anak kucing. Semakin kami berjalan maju, suara itu semakin jelas terdengar, di pertengahan jalan setapak itu, di pinggirannya  ada seekor anak kucing kecil belang tiga atau kalau istilah kerennya kucing Calico. Saya dan adik pun heran di jalan yang sepi dan cukup jauh dari pemukiman warga, bagaimana mungkin ada anak kucing kecil sendirian? Saya ambil kesimpulan kalau kucing ini dengan sengaja dibuang oleh orang tidak punya hati dan bodoh pula. Ditambah lagi di dekat anak kucing yang kami temukan, ada kertas bungkus nasi yang mungkin dijadikan alas makanan un...

The Peanut Butter Falcon

Apa jadinya kehidupan seseorang jika seringkali dihabiskan untuk lari dari sesuatu? Tapi kali ini bukan perkara lari dari masalah, sebab dia sendiri lah masalah tersebut. Ini adalah cerita tentang Zak (Zack Gottsagen), seorang pemuda yang mengidap down syndrome di sebuah tempat semacam rumah panti sosial, yang belakangan baru diketahui namanya, Brittayven. . Disana ada banyak orang selain Zak, yang umumnya orang tua jompo. Hanya saja, Zak memang tampak cukup jadi perhatian paling khusus dari yang lain, akibat selalu berusaha melarikan diri dari panti. . Persoalannya cukup unik, Zak terobsesi untuk bertemu dengan Salt Water Redneck (Thomas Haden Church), seorang pegulat profesional seperti Smackdown yang diidolakannya dari menonton video kaset VHS berulang-ulang bersama kakek tua yang jadi roomate-nya, Carl (Bruce Dern). . Carl pula yang pada suatu kesempatan nantinya berhasil membantu misi Zak untuk melarikan diri dari panti, setelah sebelumnya juga sempat bersiasat den...