Langsung ke konten utama

Di Toko Buku

Tadi aku ke toko buku dengan meminjam motor temanku yang baru saja dia beli dengan biaya angsuran, namanya lebih baik aku rahasiakan. Tak usah disebutkanlah, bisa saja dia merajuk nanti. Sebenarnya niatku ke toko buku hanya ingin mencari majalah yang biasa aku koleksi, ya hanya dikoleksi tapi banyak sekali yang belum kubaca. Lalu setelah menuju rak bagian majalah, rupanya majalah yang kucari tak ada lagi. Ada tapi edisi terbaru, sedangkan yang aku cari edisi sebelumnya. Ya sudahlah.

Aku masih berdiri memilah-milah majalah, bukan untuk kubeli, hanya sekedar melihat-lihat yang menarik. Rupanya ada satu artikel tentang seorang seniman visual perempuan, Lala Bohang namanya, yang beberapa bulan lalu aku tonton video profilenya di sebuah fanspage keren. Karena saat pertama menonton video profile itu aku sudah mengaguminya, aku jadi ingin membeli majalah itu. Tapi setelah aku pikir lagi, tak usahlah, aku batalkan saja. Karena tak mau pulang dengan tanpa membawa sesuatu, jadi aku putuskan untuk mengambil beberapa foto dari artikel Lala Bohang itu. Setelah itu aku pun berlalu.

Tadinya aku ingin langsung pulang saja, tapi aku urungkan segera. Aku iseng berjalan melewati rak demi rak buku. Tak lama aku berdiri terdiam di depan rak yang nampak banyak sekali buku sastra dari penulis-penulis mahsyur di negeri ini. Beberapa buku cukup menggiurkan untuk dibeli tapi mengingat masih ada banyak buku di kamarku yang belum aku baca, jadi aku hanya tersenyum sendiri saja menahan egoku. Lanjut aku melangkah sedikit pelan, dan aku kembali berdiri terdiam menatap sederetan buku-buku tebal dengan nama penulis yang sama, Pramoedya Ananta Toer. Dan aku ingat hari ini, jika beliau masih hidup. Dia akan genap berusia 90 tahun. Aku teringat karna siang tadi saat membuka mesin pencarian, logotype google di halaman utamanya adalah ilustrasi pak Pram.

Aku pikir aku harus membeli bukunya walau hanya satu dulu, karena aku sudah cukup lama tahu tentangnya tapi belum juga memiliki karya-karyanya. Tapi karena tak ingin gegabah membeli buku yang bisa berujung jadi tumpukan. Aku menundanya dulu "lain kali ya pak Pram, aku janji" lalu aku pamit pulang. Bukan pada pak Pram atau rak-rak buku di toko itu tapi pada nona penjaga kasir yang menyambut uangku untuk buku kecil yang aku beli. Aku lupa memperhatikan namanya pada pin yang tertera namanya di dada. Yang aku ingat hanya kembalian uangku senilai 15 ribu dari uang 50 ribu yang aku beri. "Terimakasih telah berbelanja" kata si nona kasir. Aku pun menutup perjumpaan singkat itu dengan sedikit kata "iya, sama-sama" dan senyum cerah sumbringah yang ikhlas. Syukurlah aku tak khilaf membeli buku lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p