Dengan penuh keterkejutan aku terbangun dari lelapku yang baru beberapa menit berlalu. Aku lupa sudah berapa lama mataku terpejam tak kuasa menahan kantuk. Mungkin 3 menit, atau 5 menit, mungkin lebih. Aku baru sadar ketika dengan sigap pak Darma, sopir angkot melambaikan telapak tangan kirinya kearahku beberapa kali, diiringi senyumannya yang khas nan ramah. Pak Darma seperti sudah begitu mengenalku. Setelah bertahun-tahun ia sering menghentikan angkot birunya di depan rumahkku, hanya untuk memastikan apakah aku akan jalan-jalan dan bertualang lagi menyusuri jalanan kota.
"Terimakasih ya pak, aku turun di sini saja." Perlahan aku beranjak turun dari angkot pak Darma, lalu menjangkau tangannya dan memberi uang empat ribu rupiah.
"Oh di sini, baik klo gitu hati-hati ya non Kara. Jangan lama-lama nanti dicari Ibunya loh!" Pak Darma mengingatkanku, meskipun sebenarnya ia tahu aku tak bisa mendengarkan apa yang ia katakan padaku. Tapi ia percaya bahwa aku mengerti apa maksud yang disampaikannya. Seiring kujawab dia dengan anggukan dan senyum.
Jelas ia mengenalku, mengetahui apa yang aku bawa sedari dulu sejak lahir. Tentangku yang tak pernah mendengar bagaimana riuh suara dunia, semarak suara binatang, hingar-bingar kendaraan di jalan, gemerlapan suara kota, ramai suara lingkungan sekitar, dan gelak-tawa suara manusia yang terkadang mengajakku bicara, suara ibu-bapakku, juga dua kakaku, termasuk suaraku sendiri. Aku tak pernah bisa mendengarkan bagaimana rasa, bentuk suara, dan suasana yang dihadirkan dari beragam suara itu. Diantara suara-suara yang tercipta, aku hanya mengenal satu suara. Suara kecil yang bergema dalam diriku, yang kerap memanggil-manggil namaku, seolah selalu mengajakku berbicara, bersenda gurau, bermain, bernyanyi bersama, dan melakukan banyak hal menarik.
"Kara, Kara, apa kabar hari ini? Mau kemana kita? Petualangan apa lagi sih? Ingat jangan tersesat seperti kemarin ya! Dan jangan lupa, kau itu tak boleh kelelahan. Ibumu bisa khawatir nanti." Suara itu seolah mengajakku bicara tiap menit, tiap jam, dan tiap waktu. Melemparkan banyak pertanyaan lalu akhirnya menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan itu.
Sering aku berpikir, apakah ini hal yang aneh. Bagaimana mungkin ada suara berbicara dalam diriku, yang wujudnya saja sama sekali tak pernah terlihat dan menampakkan diri. Dari mana datangnya? Apa itu suara gaib? Atau memang aku yang punya keanehan lain, selain tak bisa mendengar tapi juga bisa mendengar suara-suara gaib? Pikirku ini sungguh aneh, benar-benar aneh.
Tapi entah kenapa walaupun hal itu selalu dan tak henti membingungkanku, aku bahagia sekali ada yang begitu peduli dan perhatian padaku selain Ibu di rumah. Aku merasa tak pernah sendirian di dunia yang bisu ini. Selalu merasa memiliki teman Amat bahagia.
Setibanya di pemberhentianku, aku berlari kecil menyusuri jalan-jalan kota tua yang terbentang di hadapan mataku. “Wah sepertinya hari ini akan lebih menyenangkan lagi dari kemarin ya, Kara!”
Komentar
Posting Komentar
attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !