Langsung ke konten utama

Ketularan Dermawan

Di tanggal 18 Agustus 2016 yang lalu saya sedikit mencoba melakukan sesuatu yang mungkin bisa saya sebut improvisasi dalam hidup dan lingkup pertemanan saya, karna sebelumnya belum pernah saya lakukan. Improvisasi yang saya coba lajukan yakni, menawari beberapa teman di lingkungan kerja saya untuk saya traktir makan siang, tanpa maksud merayakan apapun dan dalam rangka apapun.

Saat itu, kebetulan ada 5 orang yang saya traktir makan siangnya. Bukan traktiran dengan makanan yang mewah-mewah, hanya traktiran nasi bungkus biasa. 5 orang untuk 5 nasi bungkus cukup dengan uang 50 ribu saja.

Seperti yang saya bilang, traktiran ini bukan dengan makanan yang mewah-mewah, hanya makanan biasa berupa nasi bungkus. Jadi sebenarnya ini bukanlah sesuatu yang bisa dibangga-banggakan. Ini juga bukan prestasi yang hebat, semua orang bisa melakukannya. Namun ada tapinya, tak semua orang mau menyempatkan diri melakukan itu. Dan saya mengambil kesempatan untuk bisa mencobanya.

Bukannya mengucap syukur yang pertama mereka lakukan, malah rentetan pertanyaan dan keheranan terpancar dari wajah mereka akan traktiran itu.

Lalu masih dalan rasa penasaran, mereka bertanya dan menerka ada perihal apa yang membuat saya dengan tiba-tiba jadi dermawan seperti itu. Mungkin mereka beranggapan ini tak seperti biasanya, apalagi sudah masuk bulan tua, waktu dimana isi dompet tak begitu bersahabat bagi banyak orang. Dan juga sebelumnya tak pernah ada traktiran dadakan dari siapapun, terkecuali dari bos kami. Dan ini jadi terasa misterius bagi mereka. Mereka menebak-menebak, mungkin saya sedang mendapat kabar baik yang menggembirakan hati. Diantaranya mereka mengira bahwa saya baru saja jadian alias baru memiliki pacar. Jadi mungkin itu sebabnya mereka pikir kalau saya sengaja mentraktir dengan maksud membagikan kebahagiaan yang saya punya. Tapi saya langsung menampiknya segera sambil terkeh-kekeh. Bagaimana dapat pacar kalau teman dekat perempuan saja saya tak punya. Saya akui untuk urusan perempuan dan mendekati mahluk tuhan yang indah itu, saya memang payah.

Atau mungkin memang belum waktunya saja. Tapi walaupun begitu, dalam hati terdalam, saya punya segenggam tekad untuk memperjuangkan hati seorang perempuan yang membuat saya tertarik padanya. Tentang apa yang dia lakukan, dia usahakah, dia perjuangkan, dia korbankan, dia harapkan, dia cita-citakan, dan dia do'akan. Siapakah gerangan dia? Ah untuk saat ini rasanya masih rahasia dulu, siapa tahu ada perubahan arah di perjalanan kedepan. Kita lihat saja nanti.

Selain tebakan mereka yang sebenarnya saya harapkan seperti di atas. Mereka juga mengira kalau saya baru saja memenangkan nomer undian togel. Dengan cepat pula saya bantah tidak, bukan karena itu. Saya sedikit mengkonfirmasi bahwa seumur hidup dan sampai sekarang, sekalipun saya tak pernah mencoba peruntungan yang malah bisa bikin buntung itu, tidak sekalipun. Selain karna larangan agama bahwa apapun nama dan bentuknya, judi tetaplah jud. Haram hukumnya. Lagian dari pada judi togel, lebih uangnya saya belikan buku, makanan, pakaian, atau barang lainnya yang bisa lebih berguna. Intinya sih, judi togel atau apapun nama teman-temannya, gak bangetlah buat saya.

Ada lagi pendapat lain yang di sampaikan mereka, bahwa mungkin saya sedang berulang tahun. Dan sebagai rasa syukur,. Saya berbaik hati mentraktir mereka. Alangkah baiknya saya mungkin mereka pikir. Tapi lagi-lagi saya memberi jawaban tidak, bukan pula karena itu. Nyatanya hari lahir saya sudah lewat di tanggal 1 Mei lalu. Dengan jawaban asal mengandung kebohongan dan canda, saya katakan pada mereka, bahwa traktiran itu dalam rangka rasa syukur memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71.

Tebak saja, mereka langsung tertawa lepas, entah percaya atau tidak, saya tak begitu peduli. Saya tak menyebutkan alasan sebenanya mentraktir mereka makan siang. Saya pikir tak begitu penting mereka tau alasan saya. Yang lebih penting mereka mau menerima niat baik saya. Kapan lagi kan makan siang gratisan, jarang-jarang ini.
Senang juga rasanya melakukan hal itu. Ada rasa bahagia ketika melihat orang lain bisa tersenyum dari apa yang kita lakukan. Mungkin itu buah dari yang dinamakan Ikhlas, mungkin.

Di lain waktu sepertinya saya akan mencoba lagi mentraktir orang, entah itu keluarga sendiri, teman, kerabat, orang lain secara acak dan sekalipun tak kenal, lalu tak lupa calon istri (boleh dong ngarep).
Sebenarnya sudah lama saya ingin melakukan ini, hanya saja selalu menunda-nunda, dan sering juga tak jadi-jadi karena memang sedang dalam bokek berat. Dan di kesempatan kali ini, saat ada cukup rezeki walau tak begitu banyak, saya meyakinkan niat untuk sesekali beraksi dengan berbuat baik, atau mungkin bisa juga saya sebut mendistribusikan kebaikan. Siapa tahu teman-teman saya atau orang lain yang saya jadikan target berbuat baik saya itu bisa melakukan hal yang saya coba, atau mungkin bisa saja tanpa sepengetahua saya, mereka sudah melakukannya duluan, mungkin saja kan. Toh berbuat baik tak harus diumbar-umbar. Lalu kenapa saya menceritakanya? Saya menuliskan ini bukanlah berniat untuk pamer dan sombong hanya dengan melakukan satu kebaikan, niiat saya tidak begitu. Segala sesuatu kan tergantung niatnya, dan saya berniat untuk berbuat baik. Ah toh yang tahu isi hati saya Tuhan yang mahatahu, untuk apa juga dipikir-pikir menjelaskan tujuan saya.

Adapun alasan tambahan yang membuat saya tergerak melakukannya karena terinpirasi dari buku yang saya baca. Bukan dari buku-buku bertema agama, motivasi, ataupun cerita bijak dalam kehidupan. Inspirasi itu malah datang dari buku bergenre humor, ya buku komedi. Kenapa inspirasi berbuat baik bisa datang dari buku komedi? Jawabannya kenapa tidak!
Buku itu berjudul "Drunken Marmut" karya Pidi Baiq. Ini bukan buku panduan mabuk bersama marmut dengan baik dan benar, bukan sama sekali. Sudap pernah membacanya? Kalau belum dan kalau tertarik mengamati hal baik yang bisa saya dapatkan di dalamnya, silahkan beli sendiri dan bacalah. Kalian akan tahu sendiri darinya bahwa berbuat baik bisa dilakukan dengan cara yang iseng dan menyenangkan. Dan saya sepertinya ketularan dermawan darinya.

Mungkin sudah banyak yang tahu dengan sosok Pidi Baiq. Seorang seniman serba bisa asal bandung, dimana ada banyak sekali yang ditekuninya. dia menulis, dia melukis, dia membuat ilustrasi, dia pembicara seminar dan majelis ilmu lainnya, dia menyanyi solo, dia menjadi pendiri band The Panasdalam. Dia juga adalah seorang yang mengaku mendirikan sebuah negara Republik Panasdalam dimana dia sendiri yang menjabat sebagai presidenya, negara yang setiap waktu bisa saja berubah nama tergantung suasana hati presidenya. Segala peraturan, filosofi, landasan ideologi, dan hal-hal mengenai negara bentukannya juga aneh dan nyeleneh, dia punya pemikiran yang unik memiliki landasan sendiri, walaupun begitu tapi dia tidak sinting apalagi gila. Dia masih waras cuma mungkin tingkat kewarasannya beda dengan banyak orang. Dia suami dari seorang istri, kayaknya istrinya cuma satu tapi tak tau kalau memang mau nambah, dia tak pernah menceritakanya. Sepertinya dia suami yang sayang sekali pada istrinya, mungkin juga sayang istri tetangga, itu cuma mungkin. Lalu dia juga seorang ayah yang punya dua orang anak, Timur dan Bebe. Dia memang punya keluarga yang sepertinya bahagia di dunia ini, tapi belum tentu bahagia di akhirat sana karena dia masih hidup sekarang, setidaknya sampai saya menuliskan ini.

Begitulah singkatnya saya mencoba mengambil nilai baik yang bisa saya tiru. Dari mereka yang ada di sekitar saya dan dalam ingatan saya. Dari yang tampak seperti hal-hal sederhana dan tak mungkin. Dari dunia yang luas ini, dan dari akhirat juga rasanya. Dari orang-orang inspiratif dan keren, juga dari orang-orang yang tak inspiratif dan tak ada kerennya sama sekali. Dari manusia, keluarga, agama, bangsa, negara. Dari mahluk hidup dan benda mati. Dari televisi, radio, handphone, komputer, internet, film, buku, koran, brosur, poster, spanduk. Dari masa lalu, pengalaman, perjalanan tiap waktu dalam hidup ini. Dari apapun yang bisa saya petik hikmah kebaikannya untuk saya. Dari semua isi alam semesta dan di luarnya. Dari ketika bermula hidup lalu terus bergerak hingga mati nanti.

Komentar

  1. Balasan
    1. iyah memang, ini nulisnya bertahap nunggu ilham datang.
      tapi sebenarnya ini gak panjang-panjang banget dibanding dengan tulisan orang lain.

      Hapus

Posting Komentar

attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !

Postingan populer dari blog ini

Untukmu

Saat benar-benar sadar aku bisa saja sedikit malu dengan yang aku peruntukkan padamu tapi jika benar-benar harus jujur aku ingin selalu tak sadar dengan yang aku rasakan agar bisa memberikan sumbangsihku padamu meski itu hal yang mungkin biasa, atau super-duper-biasa atau tak ada istmewanya sama sekali bagimu tak masalah bagiku,  yang penting aku melakukannya tulus untukmu.

Panjang Umur Hal-hal Baik

Beberapa waktu lalu, segenap kawan-kawan baik saya di @komunitasjarimenari baru saja merayakan 3 tahunan perkumpulan dengan nafas literasi ini dibentuk. Namun sayangnya saya tak sempat ikut berpartisipasi dan bersuka-ria bersama mereka dalam kegiatan malam keakraban di kawasan komplek pecandian Muaro Jambi tempo lalu, sebab mesti mengurusi soal kerjaan. Padahal waktu-waktu seperti inilah yang sesungguhnya baik sekali untuk kami bisa membaur bersama dalam keakraban, yang juga berguna dalam mengukuhkan mental kami semua dalam berkegiatan, yang mampu mengalirkan banyak ide dan gagasan cemerlang agar bisa berguna untuk program kerja kami kedepannya. Tapi memang waktu yang berlalu tak akan pernah bisa berulang dan penyesalan pun tiada berguna sebenarnya. Namun walaupun begitu, kedepannya saya berharap semoga tekad dan cita-cita kami dalam berbagi semangat literasi tidak luntur begitu saja meski kadang kala ada pasang surut yang membentang di antara kami. ...

Sosok Inspiratif dari Desa Suak Labu

Beberapa waktu lalu saya sempat mengunjungi seorang ibu guru sekaligus kepala sekolah yang baik hati, Diyan Mahyuni namanya. Sosok ibu inspiratif yang saya temui pertama kali ketika saya dan teman sekelompok saya melaksanakan agenda tahunan mahasiswa tingkat akhir ditempat saya belajar beberapa tahun lalu, di Desa Suak Labu. Yakni dimana kami menjalani serangkaian proses demi proses belajar, baik yang terprogram maupun tak terprogram dalam lingkup kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang ditugas kan oleh almamater tempat kami menimba ilmu saat itu. Dan saat saya dan beberapa teman sekelompok KKN dulu, dengan sengaja menyempatkan diri untuk bisa menghadiri undangan perhelatan acara perpisahan yang akan dilangsungkan didesa itu. Seketika ingatanku terlempar pada kenangan lalu dimana dulu di sana. Di desa itu pernah menjadi rumah kami belajar, bertemu dan menemukan kawan-kawan baik serta kerabat baru. Tanah dimana kami terkesan akan begitu banyak orang-orang hebat yang jarang, atau mungk...