Langsung ke konten utama

#‎NulisRandom2015 Hari ke-8 : Pulkam Kecil-kecilan (lanjutan lagi)

Cerita kemaren kan belum beres jadi mungkin ini aku ibaratkan adalah triloginya.

Aku aku merasa beruntung saat itu karna sudah ketemu mobil travel yang tujuannya sama denganku, Tungkal Ilir. Kenapa aku katakan beruntung? karena saat itu hari sudah hampir gelap, jam dihapeku sudah menunjukkan pukul 17.30an WIB, atau dengan kata lain yang lebih mudah dimengerti saat itu sudah kisaran setengtah 6 sore. Dan jelas itu sudah mendekati waktu magrib. Bagaimana mungkin aku rela berlama-lama menunggu mobil sampai magrib menjelang. Bukannya apa-apa, aku takut diculik.

Lanjut ketopik.

Dan setelah mobil itu berhenti dengan pasti dihadapanku, pak Supir itu turun dari singgasananya untuk datang menghampiriku. Dia lalu membukakan pintu mobil bagian tengahnya untuk mempersilahkan aku masuk. Awalanya aku sedikit terkejut, rupanya dikursi bagian tengah sudah ada yang mengisi. Tampak dua orang gadis yang duduk berdampingan akrab, sepertinya sepertemanan.
Tanpa bermaksud rasis dan lain sebagainya aku mau menjelaskan sedikit dari mereka masing-masing.

Gadis pertama, yang berada didekat pintu dihadapanku ini, mungkin bisa dicirikan berbadan sedikit gemuk, berbaju putih lengan panjang, celana hitam, sepertinya memakai jilbab tapi jilbanya dikalungkan dileher, mungkin itu trend hijabers terbaru kali ya. Dari gaya dan juga sikapnya yang sedikit heboh kalo bicara, sepertinya orang ini ceriwis. Sepertinya sih, tak ada maksud menyatakan sebuah kepastian. Lalu disisi sebelah sana berperwakan putih, sekilas terlihat imut, badannya ramping, celanja jeans biru, berbaju lengan panjang hitam, bermata sipit. Entah memang keturunan chinese atau KW nya, aku tak bisa memastikan itu dengan jelas. Dari tampang dan gayanya cukup okelah kalo diajak berteman sekalian modus kalo bisa. Sekilas bathin jomblo ini sempat terpikir, bolehlah kiranya jika aku ingin bertandang kehatinya. Kalo boleh sih, ya klo nggak boleh ya udeh, jangan nyolot gitu. Santai aja woy!

Saat hendak masuk ke mobil, aku sempat bertanya pendek pada supir "Duduk belakang ye ni?" Entah kenapa, dua orang gadis berteman itu yang terdengar antusias menjawab "Iye duduk dibelakang!" kata mereka kompak. Karna aku ini orangnya tergolong woles, santai, easy going, gak cerewet, baik juga rendah hati, ramah selalu, dan gak milih-milih. Terlebih lagi hanya untuk urusan tempat duduk didalam mobil seperti itu. Jadi lanjut aku cuma bilang "Oh okelah!" Jadi tanpa ada pikiran macam-macam, aku sebagai pendatang baru ini ya menurut sajalah. Walaupun sebelumnya aku kira, aku akan duduk disebelah gadis ceriwis. Atau diantara gadis ceriwis dan gadis mirip chinese tadi. Atau bisa juga kalo beruntung ditempatkan dipangkuan gadis chinese itu. Tapi rasanya tak mungkin juga, mustahil gadis itu mampu menahan pria ganteng berbobot 75 kg ini kalo tak mau merasakan kram akut selama seminggu tujuh hari.

Aghhh aku capek, sebenarnya ini udah ngblank sih.
Sudah ah, bersambung lagi. Maaf kalo ini terasa sok penting.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p