Langsung ke konten utama

#‎NulisRandom2015 Hari ke-6 : Pulkam Kecil-kecilan

Jadi ceritanya hari sabtu tanggal 6 juni kemaren, sedari paginya sebenarnya aku berencana untuk pulang dari tempatku bekerja sekarang di kota Jambi untuk sedikit keperluan, ke Kuala Tungkal tepatnya di Tungkal Ilir, kampung halamanku yang menurut letak teritorial adalah bagian dari wilayah provinsi Jambi. 

Tau Jambi kan? Ya kalaupun tak pernah mendengar apapun yang berkaitan tentang Jambi, minimal pernah lihat di peta Sumatera. Kalau sampai tak kelihatan juga posisi Jambi dipeta yang kamu baca itu, kemungkinan peta itu palsu. Atau bisa juga percetakan yang bikin peta itu sentimen dan sengaja meniadakan gambaran peta Jambi di peta. Kalo sampe memang itu yang jadi alasan mereka (percetakan) sungguhlah keterlaluan bila masalah pribadi pun harus dibawa-bawa ke urusan pembuatan peta Sumatera, tega sekali jika sampai itu terjadi. Namun kalaupun tak ingin terlalu jauh untuk su’udzon pada mereka, mungkin alasan masuk akalnya bisa saja tintanya kebetulan pas lagi habis ketika toner head mesin cetaknya lewat dibagian wilayah Jambi, entahlah aku tau kalo soal itu.  Yang aku lebih tak tau lagi, kenapa penjelasan soal keberadaan Jambi didalam peta malah sampai sejauh ini. Bingung ya? Sama sih!

Kembali ke topik sebenarnya yang mau aku ceritakan tadi. Waktu menunjukkan pukul  15.00 Wib atau untuk lebih jelas kita sebut saja jam 3 sore. Saat aku benar-benar sadar kalo ini bisa-bisa kesorean sekali untuk cari mobil travel dengan tujuan kampungku, Tungkal Ilir. Ya walaupun jaraknya nggak jauh-jauh amat sih, sekitar dua setengah sampai tiga jam gitu lah.

Nah masalahnya  detik demi detik berganti menit, pergerakan waktu semakin cepat jam pun sudah terlihat pukul setengah 4 sore. Dan faktanya yang jadi masalah itu, sedari kurang lebih 2 jam tadi, Jambi diguyur hujan yang tampaknya enggan reda juga. Lama menunggu dengan ditemani rasa khawatir kalau-kalau saja karna hujan ini aku jadi gagal untuk pulang, tak lupa aku bergegas diri mempersiapkan apapun yang akan aku bawa pulang, mulai dari beberapa buku yang ingin kubaca dalam masa kepulanganku disana, entahlah apa iya sempat dibaca atau tidak, aku pikir dibawa saja dulu. Lalu ada juga  sebuah buku pesanan mamaku, sebuah buku tentang  kuluk/tengkuluk, semacam kain selendang khas Jambi yang sebelumnya sudah dipesan mamakku untuk keperluan perlombaan katanya. Mamakku memang sudah cukup akrab dengan hal-hal mengenai pakaian adat, merias pengantin, kerajinan tangan dan bentuk-bentuk kreatifitas lainnya. Selain itu tak lupa aku membawa beberapa pakaian untuk dipakai disana tentunya.

Lalu beralih ke kondisi cuaca yang tadinya jadi sebuah keresahan bagiku. Untunglah beberapa saat setelah aku berprasangka buruk pada langit tentang hujannya, akhirnya  perlahan mulai reda dan langit sore itu kembali cerah. Lalu kupastikan lagi apa saja yang mau dibawa dan tak ada yang ketinggalan, barulah aku beranjak meninggalkan tempat kerjaku dan langsung berpamitan dengan rekan-rekan kerjaku yang lain. Dan tak lupa aku juga menelpon bos ku yang sedang ada urusan katanya tadi untuk sekedar izin berpamitan.

Tepat sekitar pukul 4.30 sore itu aku mulai keluar dari tempat kerjaku dan mulai memandangi lalu lintas jalan raya, bermaksud menunggu mobil agkot yang lewat untuk bisa sampai disuatu tempat, karna rencananya aku mau singgah sebentar disebuah counter handphone untuk membeli earphone, kebetulan semenjak beli handphone baru (pamer dikit) kemaren tanpa bonus earphone. Counter pertama yang aku singgahi sepertinya aku tak menemukan earphone yang cocok untukku, lagian yang masih tersedia cuma tinggal satu jadi karna merasa tak ada pilihan lagi, aku pun tak jadi membelinya. Tak menyerah disitu dengan waktu yang aku rasa cukup sempit untuk nantinya mencari mobil travel lagi, segera aku menapaki beberapa meter jalan kedepan. 

Barulah tak lama setelah berjalan tadi ada sebuah counter yang tampak dari luar terlihat banyak aksesoris handphone terjejer bergantung dibeberapa rak pajangan. Lalu masuklah aku dan menyampaikan keinginanku untuk mencari earphone. Segeralah karyawan counter itu menunjukkan beberapa earphone yang dirasa cocok untuk handphoneku. Setelah aku aku rasa menemukan earphone yang lumayan okeh, aku langsung segera membayarnya dan meninggalkan counter itu dengan sedikit tergesa-gesa. Tak lama setelah itu aku menelusuri sisi trotoar jalan, mencari keberadaan tukan ojek untuk bisa cepat menuju ke arah tempat mencari mobil travel yang bisa aku tumpangi sore itu. Cukup lama aku berjalan, beberapa menit barulah ada ojek-man yang bisa mengantarkanku ke tempat tujuanku tadi, untuk segera mencari mobil travel itu.

Bagaimana kisahku selanjutnya? Sepertinya ini akan bersambung dulu...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p