Langsung ke konten utama

#‎NulisRandom2015 Hari ke-2 : Ya atau Tidak?


Jika dipikir-pikir setiap hari itu selalu ada saja keharusan untuk menentukan keuputusan diantara dua, tiga atau beberapa pilihan. Mungkin karna itu pula sebuah kutipan kalimat pendek "Hidup adalah pilihan" terasa begitu akrab ditelinga kita. Selalu ada momen dimana kita harus sedikit bingung dan mengerutkan dahi hanya untuk memberikan jawaban ya ataupun tidak, antara mau atau tidak mau, salah-benar, gelap-terang, hitam-putih, dll. Bahkan selain dari pada itu ada banyak hal didunia ini yang tampaknya diciptakan berpasangan namun berbeda satu sama lain. Dan untuk itu semua, seringkali kita dengan penuh pertimbangan juga kecermatan berpikir,  harus menjatuhkan pilihan atas sebuah pengambilan keputusan. 

Misalnya  saja seperti malam kemarin. Sekitar jam 19.00 wib saat berniat hendak pergi membeli makanan dan beberapa keperluan lainnya diwarung tak jauh dari tempat tinggalku. Dan saat sedang berlambat-lambat berjalan kaki, dan memang biasanya seperti itu, jalan kaki. Dipertengahan jalan, entah apa sebabnya sampai aku memandangi setapak demi setapak sisi jalan trotoar disekitaran kakiku,  seperti dengan khdimat dan penuh konsentrasi. Tak lama, masih terus aku perhatikan dengan cermat jalan kedepan sambil perlahan terus berjalan kaki,  kali ini dengan langkah kecil seperti sedang berhati-hati.

Lalu tak lama berjalan kecil,   aku seperti melihat kertas berwana agak kekuning-kunigan dijejak langkah yang aku lewati tadi. Karna penasaran, dengan ritme jalan kakiku yang semakin pelan dan sengaja kuperlambat, aku balik menoleh ke arah balik badanku. Aku memperhatikan setiap permukaan trotoar jalan yang kulalui tadi. Dari pandangan yang sedikit samar-samar dengan dibantu pencahayaan sekitaran yang tak terlalu terang. Akhirnya aku dapat menebak yang sedari tadi mengusik rasa ingin tahuku itu, adalah segumpal uang lima ribu mungkin hanya satu lembar. Dan tak jauh dari posisi tersebut, juga ada selembaran kertas berwarna agak keungu-unguan bergulung setengah namun cukup jelas bahwa itu uang sepuluh ribu.

Masih sambil berjalan aku memperhatikan sekitar, apakah ada orang yang terlihat mencari sesuatu. Setelah memastikan rasanya tak ada satupun orang sekitar yang tampak kebingungan. Yang ada hanya sekumpulan orang yang asik melempar cerita dan tawa-rianya. Tadinya maksudku jika ada yang sedang sibuk mencari-cari sesuatu dipermukaan trotoar jalan itu, aku mau memberi tahunya langsung. Tapi karna sepertinya suasana disekitaran TKP tenang-tenang saja, ya aku urungkan niatku.

Namun setelah membatalkan niat baik itu. Entah kenapa dipikiran ini seperti ada bisikan menyuarakan "ambil saja jir, ambil. itu namananya beruntung. jarang-jarang loh kesempatan semacam ini. sayang kalo orang lain yang dapat. mending kamu. duit didompetmu kan udah sekarat nian!" sesaat aku tersenyum sendiri penuh arti, entah arti apa dan bagaimana? sempat tersentak akan suara-suara dalam pikiran itu. Tapi dengan segala daya dan upaya, aku tepis segera pikiran setan itu dan segera berlalu. Melanjutkan perjalanan pendekku menuju warung 100 meter didepanku sana.

Dalam pikiran masih terlintas bayang-bayang uang lima ribu dan sepuluh ribu itu. Lalu aku tersenyum sendiri lagi, kali ini dengan selingan tertawa lucu. Dengan berdalih "Kalo memang jodoh, nanti ketemu lagi. Tapi kalo sepulang dari warung uang itu sudah lenyap, berarti ada orang lain yang sadar dan ngambil" pikirku hahahaha. Ya kalopun sepulangku dari warung uang itu masih ada, bukan berarti karna aku pikir "Kalo memang jodoh, nanti ketemu lagi." ya kan cuma ketemu, gak ngambil kan!. Hanya mau memastikan saja, lagian aku sadar itu sudah jelas bukanlah hakku. Di tempat lain pasti ada seseorang entah dimana yang sedang kebingungan mencari-cari 15 ribuanya. Yang jadi pikiranku cuma, sebentuk pertanyaan apakah mampu mereka bertahan disana, berlantaikan debu-debu jalanan. Hingga pada waktunya sang pemilik menemukan mereka dengan penuh haru, dan berkata "Syukurlah uangku ketemu, mana duit tinggal segini-gininya untuk sampai tanggal muda nanti!" Kasihan juga kan jika sampai seperti itu ceritanya. Tapi boro-boro kembali pada pemiliknya, mungkin saja mereka sudah berpindah tempat ke kantong orang yang lalu lalang. Mungkin saja begitu. atau mungkin juga tidak.

Nah dari kisah kecil dari perjalanan pendek aku kewarung ini saja, melahirkan pergolakan bathin yang super rasanya. Pada proses ini, tanpa sadar membuat aku harus mengambil keputusan. Apakah aku akan mengambil uang itu atau tidak. Nyatanya aku tak mengambilnya sepeserpun, lima ribu, ataupun sepuluh ribu, dua-duanya tak ada yang berhasil mencuri imanku. Ya walau hanya perkara lima belas ribu, toh ini soal kejujuran kan? soal kepercayaan bahwa itu bukan hakku. Semua berhak menentukan pilihannya masing-masing bila mendapati hal serupa. Tapi bagaimanpun setelah pilihan itu kita ambil, entah benar atau salah. Untuk yang berikutnya baiknya kita menuruti kata hati, supaya tak ada penyesalan. Kalopun ada penyesalan dari pengambilan keputusan tersebut, itu sudah jadi tanggung jawab masing-masing pula.

Namun sekali lagi, keputusan menentukan pilihan antara ya atau tidak harus aku ambil disini. Apakah aku akan mengakhiri tulisan ini, sebelum semua menjadi terlalu panjang untuk sekedar menentukan pilihan ya atau tidak?

Dan jawbanku, ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p