Langsung ke konten utama

#‎NulisRandom2015 Hari ke-18 : Pulkam Kecil-kecilan (sampai)

Setelah merasa cukup lama memperhatikan orang-orang didalam mobil travel itu, aku lanjut mendongakkan leher dan memfokuskan pandanganku kearah luar sana, meski kaca jendela mobil disisi kananku tak bisa dibuka karna posisi dudukku yang memang kursi paling belakang. Jadi aku hanya bisa menatap apapun yang mobil ini lewati diluar sana dari balik kaca jendela. Kadang aku pikir harusnya setiap perjalanan, entah itu perjajalan panjang nan jauh atau pendek sekalipun. Haruslah melahirkan sebuah pelajaran dan pandangan baru akan suatu hal. Karna mungkin saja dari pelajarann dan pandangan baru yang kita dapati dari setiap perjalanan, bisa berguna dikesempatan lain. Harusnya sih memang seperti itu ya.

Merasa sudah bosan memandangi sisi luar jendela saat itu, aku beralih merogoh saku celana untuk mengeluarkan handphoneku. Di era informasi yang semakin hari semakin berkembang pula kecanggihan-demi kecanggihan terlahir. Dan karna beberapa tahun ini masuklah kita kepada zamannya penggunaan smartphone, tak terkecuali aku yang ikut ambil bagian dari arus ini. Karna kebetulan baru-baru punya, jadi mungkin sebenarnya wajar-wajar saja kalau aku aktif sekali berkutat pada handphoneku, entah itu sekedar bersosial media atau lain-lainnya. Tapi untunglah, pada kenyataannya aku sendiri tak berlaku seperti itu, aku berusaha cukup bijak untuk menggunakannya. Aku tak ingin tenggelam dalam gelombang dan trend saat ini. Mungkin aku cukup aktif menggunakan internet dikomputer, tapi aku berusaha membatasi diriku untuk tak jadi budak smartphone ini. Tak lain caraku mengatasi ini dengan, meminimalisasi penggunaan smartphone ditempat-tempat umum, seperti asik bersmartphone ria sambil berjalan kaki dijalan, dipasar, dimall, disekolah (aku memang sudah lama lulus sih), dikampus (dan sudah wisuda juga tahun lalu), dimasjid, ditoko buku, dicafe-cafe (memang gak pernah ke cafe sih), dikebun binatang, ditoilet umum, diterminal angkot, pokonya ditempat-tempat umum lainnya. Aku memang berusaha untuk tak sibuk kecanduan gadget, selain aku rasa kurang baik untuk diriku, juga tak baik rasanya jika akhirnya mengundang orang lain untuk berpendapat bahwa kita sok sibuk, sok keren, sok asik, sok penting, dan sok-sok yang lainnya. Selain itu tentunya bahaya juga jika pada akhirnya mengundang orang untuk berbuat jahat seperti merampas dan memalak gadget yang dibangga-banggakan dengan menentengnya didepan umum. Dalam hal ini, dapat kita jabarkan bahwa hal tersebut mempunya potensi memicu terjadinya kecemburuan sosial.

Sepertinya pembahasan ini sudah melenceng dari garisnya, kembali topik cerita.

Beberapa menit aku habiskan sibuk dengan handphoneku. Setelah aku rasa cukup, aku kembali memasukkannya ke dalam saku celanaku. Sewaktu itu barulah aku sadar kalau semenjak perjalan mobil travel ini dimulai, rupanya si Supir dari tadi sedang memutar lagu-lagu tempo dulu. Bukan lagu-lagu zaman 1945 juga sih, maksudku lagu-lagu tempo dulu disini itu lagu-lagu yang hits era 1970an-1990an. Mulai dari lagu-lagu nostalgia dari D'lloyd, Rhoma Irama, Iwan Fals dll. Selain itu tak lupa ia memutar hits-hits beken dari Eranya anak-anak band semacam Ada Band, Five Minutes, lagu The Reason-nya Hoobastank juga ada, Dear God-nya Avengged Sevebfold pun tak ketinggalan juga. Aku sempat tersenyum sendiri dengan lagu-lagu yang dimainkan dari player dimobil itu. Bolehlah beberapa lagu ini untuk aku ikuti bernyanyi-nyanyi ria. Walaupun tak sampai bersuara keras tapi aku cukup menikmati menyanyikan lagu-lagunya. Aku tak tau saat itu apakah saat aku ikut bernyanyi dengan suara kecilku itu orang-orang mendengarkan aku atau tidak, jujur aku tak peduli karna aku sadar suaraku tak masuk kategori jelek, ya mungkin tak pula merdu dan bagus sekali, tapi lumayan bisa bersainglah untuk diperlobaan ditingkat RT dan Kecamatan. Alasanku tak bernyanyi dengan suara yang lantang adalah, aku tak mau nanti ketika aku asik menyanyi orang-orang didalam mobil travel ini merasa terganggu dan menghakimi aku dengan kompak berseru "kalo aku sih NO!!!"
Maka dari itulah aku hanya bernyanyi-nyanyi kecil saja, supaya orang-orang tak merasa terganggu dan jadi khilaf membully pemuda ganteng baik hati ini.

Selain menyadari akan akan lagu-lagu hits yang diputar supir itu, aku menyadari akan suatu hal. Bahwasanya pepatah yang mengatakan "Jangan menilai buku dari sampulnya" yang mana bisa pula diartikan jangan menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja itu memanglah benar adanya. Salah satunya seperti diawal-awal tulisan ini kemaren aku sepertinya pernah tersirat sedikit kagum pada salah seorang penumpang yang aku jelaskan mirip-mirip gadis chinese itu yang wajahnya lumayan cakep dan oke. Selang beberapa menit keadaan dimobil itu cukup sunyi tak ada pembicaraan serius. Barulah ketika mereka berdua, si Gadis ceriwis dan si Gadis mirip chinese ini mulai ngobrol, pepatah itupun seolah terbukti. Nih orang dua-duanya Gossip-girl banget, hampir satu jam mereka terus saja tak berhenti ngobrol, ya kalo yang dibicarakan soal kebijakan politik dan pemerintah, tentang ekonomi-moneter, pendidikan-kebudayaan, tatanan sosial, teknologi dan perkembangan dunia sih mungkin tak ada masalah dan oke-oke saja bagiku. Bukannya sok bijak dan sok pintar, masalahnya yang mereka bicarakan ini, soal itu-itu saja, hubungan, pacar, si cowok pengganggu, dominasi dan persaingan antar teman ceweknya. Ampun-ampun, mana suara mereka ini ribut sekali, rasanya orang seisi mobil itu mungkin sangat jelas mendengarkan pembicaraan mereka. pandanganku tentang dua cewek ini pun otomatis berubah. Dengan berat hati aku katakan pada diriku sendiri tentang dua cewek ini
"kalo aku sih NO!!!"

Lalu kupikir-pikir dari pada aku hanya diam mendengarkan obrolan mereka, aku lebih memilih membuka resleting tas ransel yang aku pangku dan mengeluarkan satu dari beberapa buku yang memang sengaja aku siapkan sebelum memulai perjalanan ini. Dan sesaat akupun merasa sok oke dan sok asik membaca bukuku. Buku itu aku baca dengan sedikit terganggu suara-suara obrolan dua Gossip-girl itu. Beberapa kali sempat hilang suara mereka dari pendengaranku, yang aku pikir tadinya mereka sengaja diam dan kehabisan bahan obrolan. Rupanya bukan, mereka sepertinya capek karna kebanyakan nyerocos hingga akhirnya memilih untuk tidur. Ya syukurlah, aku pikir mereka bagusnya tidur saja. Dan mungkin orang lain dimobil itu aku rasa punya pendapat yang sama denganku. Sepertinya kita sedang kompak dalam kediaman masing-masing.

Saat merasa sudah cukup aku sok asik membaca buku, ditambah cahaya sudah minim dan berganti gelap karna sudah memasuki magrib. Diluaran sana terdengar suara adzan magrib dari masjid yang terlewati. Karna mobil travel seperti ini jarang ada yang mau berhenti untuk sekedar singgah dan membiarkan penumpangnya sholat sebentar dimasjid terdekat. Jadi karna itu aku memutuskan untuk berdiam diri saja. Setelah lama, karna menghindari kebosanan akhirnya aku memutuskan untuk menonton film dihapeku yang memang sebelum keberangkatan aku siapkan untuk mengisi rasa suntuk. Waktu terus berlau, aku terus menatap layar hape ku yang saat itu memutar film (500) Days of Summer. Belum sempat selesai film itu, akhirnya perjalanpun selesai. Mobil travel yang aku tumpangi perlahan memasuki kawasan ramai lalu lintas disekitar tempat tinggalku. Setelah si Supir menanyakan padaku untuk turun dimana, aku pun memberikan sedikit arahan untuk berhenti disuatu tempat didepan sana. Dan sampailah aku pada jalan menuju rumah.

Komentar

Posting Komentar

attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p