Langsung ke konten utama

#‎NulisRandom2015 Hari ke-17 : Pulkam Kecil-kecilan (masih lanjutan)

Kisah sebelumnya yang tak ada penting-pentingnya sama sekali.

Lalu setelah merasa sudah tenang karna sudah dapat mobil untuk pulang, jadi aku sudah merasa lega karna tak harus menunggu lebih lama dan lama lagi. Oke perasaan risau untuk sebuah penantian sudah hilang. Hanya saja, semua belum sepenuhnya selesai jika belum sampai kerumah dengan selamat. Tapi karna aku adalah tipikal orang yang bergantung pada kehendak tuhan, perjalanan pulangku ini aku serahkan semua pada-Nya. Tentunya ini dipertanggung jawabkan kepada si Supir mobil travel pastinya.

Dan setelah aku duduk dikursi paling pojok kanan belakang dengan anteng. Dimulailah perjalanan 2-3 jam kedepan ini. Setiap dalam perjalanan di mobil travel seperti ini, sebenarnya aku berharap bisa terlibat percakapan yang asik dan akrab dengan orang-orang yang ada didalamnya. Hanya saja sepertinya dari sikap masing-masing penumpang saat itu, nampaknya tak memungkinkan untuk aku ajak bicara, soalnya mereka nampak kurang bersahabat dari sikap mereka yang aku perhatikan. Entahlah, atau hanya aku saja yang terlalu egois menilai dari satu sisi sudut pandang. Atau mungkin juga aku yang tak peka sekitar dan begitu pemalu memulai pembicaraan. Seperti kondisi hubungan dua insan kekasih yang biasa terlibat konflik, si Cowok mengeluh bertanya "kenapa kamu bersikap diam sama aku gini? kamu bicara dong!" lalu si Cewek agak cemberut menjawab "ini karna kamunya yang gak peka sama aku, gak mau ngertiin bagaimana perasaan aku!" dan jawaban pamungkas si Cowok pun keluar menjadi penyelamat keadaan "iya aku tau, aku yang salah!" Dan entah apa hubungannya dengan kondisi tersebut, yang pasti sepertinya kali ini memang aku yang salah karna tak begitu berani mengajak salah satu dari penumpang itu untuk sekedar berbicara pendek, walau untuk sekedar menanyakan maksud dan tujuan perjalanan mereka, iya aku tau, aku yang salah.

Jadi karna nampaknya tak akan ada pembicaraan antara aku dan penumpang lain, sepanjang perjalanan sepertinya aku memutuskan untuk diam tak berbicara sepatah kata apapun pada siapapun, terkecuali pada diriku sendiri. Dan karna menyadari sepertinya ini akan membosankan bila aku hanya berdiam saja, aku berusaha membuat diriku nyaman dan menikmati perjalanan pendek ini. Seperti perjalan-perjalan sebelumnya, aku mencoba menghabiskan waktu kosong dalam perjalanan dengan beberapa hal seperti mendengar musik (kalo memang ada yang pemutar musik), membaca buku yang mulai aku biasakan, memikirkan hal-hal semacam ide, rencana dan lain-lain, dan sudah pasti tidur jika memang sedang tiba-tiba mengantuK dan sedikit pusing karna perjalan. Namun untuk kali ini aku memutuskan berdiam diri dulu, memerhatikan orang-orang didalam mobil, meski hanya bisa memandangi sisi badan mereka dari samping, memandangi punggung dan kepala mereka dari kursi belakang tempatku bersandar.

BERSAMBUNG (lagi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p