Langsung ke konten utama

Malam Minggu (Return)


Wow sungguh lama rasanya gak ngeblog, maklumlah blogger pemula ini belum terbiasa memacu ide menulisnya. Entah sampai kapan rasa pesimistis itu bersarang dikepala. Pesimistis untuk menuangkan tulisan dilebaran digital dunia maya ini. Aku pun rasanya jenuh juga melihat dan membiarkan blog ini tanpa ada hal baru yang bisa dibagikan disini, yah kalo memang tak banyak yang membaca blog ini, setidaknya aku bisa membacanya ulang suatu saat nanti.  maybe! 

Ngomong-ngomong tentang malam minggu, malam yang rasanya begitu keramat seperti judul posting ini, kenapa aku sebut keramat? ini gak ada hubungannya dengan malam jum'at kliwon yang katanya itu super-duper keramat nan menyeramkan itu, bukan juga malam-malam menyeramkan lainnya yang dimana para mahluk yang katanya halus itu seliweran bergentayangan kesana-kemari sambil bernyanyi tralala-trilili, dasar kurang kerjaan. 

Jauhin dari pikiran deh kalo berharap yang dibahas ini soal malam-malam itu. Gak! kita sedang tidak membahas itu, jadi jangan harap deh. Bukannya aku takut, sori lah ye. Ini kita sedang ingin sedikit menguak mistisnya malam minggu, aneh? merasa tak ada yang perlu dikhawatirkan? Ok, itu sih bagi kamu-kamu yang bisa merasakan indahnya kebersamaan bareng pacar atau bisa kalian sebut orang terkasih.

Yang mana, semua moment yang kalian lewati berdua serasa menyenangkan dan penuh keromatisan. Bah itu sih buat yang punya pacar, nah coba buat yang gak punya. Rasanya, aura mistis malam jum'at kliwon itu pindah ke malam minggu.Dimana seseorang dengan kejombloanya perlahan-lahan merasakan kesunyian ditengah keramaian, akan mengalami bete yang teramat sangat bete melebihi betenya si amat, dimana saat banyak pasangan yang berlalu-lalang memamerkan kemesraan mereka akan terlihat sedang gentanyangan gak jelas, rasanya mereka seperti mengulang-ngulang rute jalannya mereka yang itu-itu saja, nah hal ini dirasakan seorang jomblo seperti sebuah olok-olok "Ini nih pacar gue, pacar lu mana?" atau "Nih gue punya pacar ni, lu gak punya kan? kasian", trus si jomblo yang merasa terdzolimi pun berusahan tegar dengan sekuat hati dan tenaga, kadang-kadang rasanya susah bedain mana yang tegar mana yang pasrah dengan keadaan, dan seiring waktu jomblo yang tadinya sudah terbiasa melewati masa-masa sulit kejombloannya, akhirnya mejadi terlatih dan kebal hati dengan keadaan yang memprihatinkan tersebut, tak jarang jomblopun berikrar "Gue ini orangnya tegar, sabar dan kuat akan cobaan cinta. Tuh liat aja hati gue udah terluka berkali-kali masih bisa bertahan" ya walau ujung-ujungnya tetep juga galau, "galau itu manusiawi kok" kata si jomblo membela diri. Untuk itu kalo ada yang uji ketahanan, khususnya ketahanan bathin hat. Boleh deh diadakan battle dengan si jomblo. Si jomblo udah kebal untuk sebuah rasa sakit. Tuh gimana coba sangat menantang adrenalin bukan. 

Malam minggu itu serasa malam galau tingkat nasional buat para jomblowers, yang mana terdiri dari jomblowan dan jomblowati. Kenapa? terdengar seperti sebuah profesi ya? Entah lah, entah kenapa dan entah sejak kapan status jomblo ini berevolusi susunan katanya jadi seperti itu. Entah harus bangga atau bagaimana atas hal itu, entah siapa pula didunia ini yang pernah mendapat akreditasi untuk status kejombloanya. Memang nya ada? Entahlah. Lalu bagaimana kalo ada? Ya kalo ada berarti memang ada! Dan bagaimana pula kalo ada sebuah kompetisi untuk sebuah status kejombloan? Beh bagaimana pula skema permainannya? Atau bagaimana juga jika ada ajang 

Komentar

  1. postingan yang keren bang...

    BalasHapus
  2. gimana kalau malam minggu dihilangkan dari kalender nasional?

    BalasHapus
  3. apa bisa bang, mari kita menggugat ke RT :D
    atau bikin sistem penanggalan sendiri mungkin? harus ada yg bisa bikin inovasi dr suku maya bang :D

    BalasHapus

Posting Komentar

attention : jangan lupa, do'a dulu sebelum komen !

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p