Langsung ke konten utama

Selamat Hari Buku Sedunia


Aku tidak benar-benar Ingat, entah sejak kapan aku suka membaca. Baik itu membaca buku atau membaca apapun. Aha, sepertinya dari yang bisa aku gapai dalam kenanganku terdahulu sekali, bahwa aku mulai menyenangi kegiatan baca-membaca sejak bermain dan belajar mengeja saat di Taman Kanak-kanak alias TK dan saat Sekolah Dasar alias SD ketika belajar membaca sekumpulan huruf yang tersusun berpatah-patah di buku Bahasa Indonesia berseri edisi duet Budi dan Ani.

Saat itu, hampir semua yang kebetulan aku perhatikan di depan mata, jika tertera tulisan di situ, pasti akan aku coba baca. Bahkan kebiasaan ini berlangsung sampai SMP. Ya, setiap kali melihat sesuatu yang terdapat bacaan, biasanya pikiran ini akan mengambil alih konsentrasi untuk segera menuntaskan bacaan tersebut, mulai dari plang/merk toko, koran, majalah, buletin, brosur, buku, booklet resep masakan, kemasan makanan dan minuman, juga kemasan produk apapun, spanduk, mobil brand, billboard, running text di tv, dan tak ketinggalan kata pengantar pada buku apapun yang biasanya selalu dilewatkan orang-orang, jujur saja, aku membacanya sampai tuntas.

Dan ketika aku sudah bisa membedakan mana buku pelajaran dan mana buku bacaan,, barulah aku mulai coba-coba beralih jadi membaca buku bacaan meski hanya tahap pengenalan.

Jika saat TK aku sering membaca dari buku belajar mengeja dan mewarnai yang aku lupa apa nama buku itu. Tapi yang bisa aku ingat jelas saat aku keranjngan sekali membaca rubrik komik strip si Panjul di sisi belakang sampul buku itu.

Lalu saat SD aku mengenal buku Muatan Lokal Cerita Rakyat Jambi berisi kompilasi cerita-cerita dari berbagai tempat di tanah Jambi. Ada buku LKS Cerdas yang banyak terselip kisah inspiratif. Ada 6 buku saku kecil dari 6 bidang study yang sering aku baca agar terpilih jadi perwakilan sekolah untuk lomba cerdas cermat, tapi apalah daya yang dipilih orangnya selalu itu-itu saja, 3 besar di kelas. Ada buku Hikayat Panji Semirang yang menumpuk dan berserakan di perpustakaan sekolah saat itu, yang jika sempat, secara santai dan tak berdosa akan aku bawa pulang untuk dibaca di rumah.

Selain itu ada komik Dragon Ball yang tebalnya minta ampun sekali, milik teman SD ku, Dwi Apriyan. Ada juga buku beraliran kumplit ala action-crime-thriller-horror-supranatural-religi-comedy-romance, buku apa lagi kalau bukan buku Tatang S yang termasyur itu. Yang bisa dibaca dengan membeli langsung dengan abang penjaja segala macam mainan, makanan kecil, arum-manis alias gulali, dan penyewaan Nintendo GameBoy.

Adapun saat memasuki masa SMP, buku yang aku ingat pernah membacanya selain buku pelajaran adalah buku Perjalanan Berdua, berisi kumpulan sajak yang mana buku itu masih ada padaku sampai sekarang. Ya buku itu juga aku bawa pulang dengan santainya dari perpustakaan sekolahku yang saat itu, buku-bukunya kacau balau berhamburan di lantai. Bukan bermaksud jahat, saat itu yang terpikirkan olehku, daripada buku-buku itu terabaikan begitu saja tak ada yang mengurusi, apalagi lagi membacanya. Ya lebih baik aku bawa pulang saja untuk dibaca di rumah dan dijadikan koleksi pribadi. Rasanya menjadikannya dibaca adalah hal yang lebih mulia. Walau sebenarnya maling tetaplah maling, tapi untuk buku yang tak terurus itu berbeda, itu namanya menyelamatkan.

Bagaimana dengan pengalaman membaca buku semasa SMA dan Kuliah ku?

Saat SMA rasanya membaca buku tidak terlalu asik dam terkenang karena buku yang tersedia di perpustakaan sekolah saat itu begitu membosankan dan terbatas. Karena buku-buku yang tersusun di rak dan tergeletak berhamburan di lantai kebanyakan buku pelajaran. Dari semua buku, yang paling sering aku baca yakni seri buku Ensiklopedia. Selain itu rasa-rasanya tak ada lagi.

Dan pengalamanku membaca buku saat kuliah dulu, sepertinya sangat-sangat minim sekali. Bukan karena bukunya tidak menarik. Cukup banyak buku yang menarik, hanya saja saat itu semangat membacaku benar-benar sedang cetek karena pengaruh dari keinginan kuliah yang ogah-ogahan, sebut saja malas. Di tambah lagi, keresahan diri karena petugas penjaga perpustakaan yang super-cerewet, bising, dan jutek itu. Lengakap sudah. Dan rasanya itu bisa jadi sedikit alasanku saat mengalami kemandegan dalam membaca kala itu.

Lalu, sampailah ke masa sekarang ini, syukurlah hasrat membaca itu amat besar. Hanya saja sering kali teralihkan oleh banyak hal. Dan karena faktor dari banyak hal itu yang bercabang-cabang pula, jadi sering juga aku merasa malas dan menunda-nunda saat waktu senggang yang bisa aku gunakan untuk membaca. Dan sebaliknya, aku malah jadi asik membaca di waktu-waktu yang seharusnya bisa lebih berkualitas untuk hal lain. Terbalik dan agak kacau memang sepertinya. Tapi walaupun begitu, setidaknya aku tetap terus membaca buku.

Buku yang ada di foto ini #Bertumbuh adalah buku menarik dan inspiratif yang sedang aku baca sekarang. Sejak membelinya dari seroang digital storyteller lewat daring tanggal 6 April 2018 sampai sekarang ini, aku baru bisa menyelesaikan setenga buku. Padahal targetku tahun ini adalah, ingin membaca semua buku karangan pak Sapardi Djoko Damono, dan buku-buku yang membahas tentang beliau. Ini benar-benar harus disegerakan sekali sepertinya.

Dan, dari sekian ceritaku tentang pengalaman membaca. Hal yang paling aku impikan berkat dari itu semua itu dan ditambah lagi ketertarikanku pada dunia menuilis yang semakin besar, minat belajar otodidak. adalah bisa melahirkan karya, paling tidak satu buku saja seumur hidup. Atau agar lebih terasa berkesan dan sungguh-sungguh, ada sebuah kutipan yang aku lupa dari mana, berbunyi ""Tulislah, minimal satu buku sebelum kau mati"

Kenapa sampai seperti itu? Jelas karena, untuk sebagian manusia, bisa menulis dan mampu melahirkan karya berupa buku adalah obsesi terpendam, yakni cita-cita terdalam. Apalagi bagi diriku sendiri.

Tapi tentu saja aku juga tidak bermaksud menutup kemungkinan dan membatasi diri, jika bisa menulis buku, bahkan lebih dari satu. Ya, jika memang bisa, kenapa tidak?

Kupikir kuncinya hanya tiga saja;

Baca, tulis, ulangi.
Baca, tulis, ulangi.
Baca, tulis, ulangi.

Salam iqra. Salam literasi.
Selamat Hari Buku Sedunia bagi yang merayakannya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Selamat Datang di Mahligai Mimpi

Aku sedang merencanakan cara menggapai nyala tekad bak api abadi itu. Memilin satu per satu gundah gulana pengganggu sebagai bahan bakarnya. Mengubahnya jadi seribu satu alasan kenapa harus berdikari? Kita tidak sedang membicarakan hal-hal abstrak, apalagi sesuatu yang nihil.  Kalau kau bingung, dan masih dihantui resah gelisahmu, kau bebas berhenti.   Bukankah kau tidak terikat pada apapun sebenarnya saat ini. Bahkan pada norma yang selalu berusaha kau patuhi. Pun walau nyatanya kau hendak berpaling arah jalan untuk kesekian kalinya setiap menemui persimpangan, tentu saja tak ada yang salah dari itu. Bagaimanapun siasat, keputusan sepakatmu adalah sah dan benar dalam persepsimu. Aku percaya tak ada yang terlanjur basah. Setiap hal yang terjadi adalah tuntunan garis takdir. Semuanya memiliki riwayat yang beralasan. Meski mungkin dalam ketidaktahuan yang meraja. Camkan itu sebaik-baiknya, seingat-ingatnya. Kau cukup meyakini dengan penuh arti dan sa

Jodoh Pasti Bertemu

Selain masalah karir dan pencarian jati diri, perkara pasangan hidup, jodoh, ataupun menikah, adalah isu yang juga tak ketinggalan jadi sorotan utama bagi banyak orang dalam menjalani fase quarter life crisis pada rentang usia 25-30. Entah kenapa pada saat-saat itu, gejolak keresahan dan gundah gulana kehidupan begitu menggebu-gebu. Seolah segala gengsi dipertaruhkan jika hal-hal yang dianggap penting itu belum segera tercapai. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkara pasangan hidup, jodoh, dan ataupun menikah sering sekali jadi sorotan utama selain perihal karir. Ini mungkin terjadi karena pada usia-usia seperti itu, memang usia dominan orang-orang menikah. Dari kondisi inilah yang membuat orang resah mengenai bagaimana nasib dirinya kedepan, dan bertanya-tanya akan banyak hal yang berpotensi membuat keresahan-keresahan lainnya bermunculan, mulai dari pertanyaan semacam "Kapan nikah?", "Kapan punya anak?", "Kapan bisa punya rumah?", "Kapan p