Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Menulis Puisi

Aku tidak menulis puisi Untuk membuat tuan dan puan terkesan Aku menulis puisi Untuk menyerukan pesan dari perasaan Kepada sesiapapun takdir bait bermuara Entah beroleh pujian cinta Atau hanya sumpah serapah Bagiku tiada masalah Baik buruk yang singgah Apapun sama saja Aku akan terus menulisnya Dibaca pun walau tak dibaca Aku akan terus melanjutkannya Menulis serangkaian aksara rasa Demi pesan-pesan itu Atas perasaan-perasaanku Puisi-puisiku Jambi, 30 April 2018

Selamat Hari Buku Sedunia

Aku tidak benar-benar Ingat, entah sejak kapan aku suka membaca. Baik itu membaca buku atau membaca apapun. Aha, sepertinya dari yang bisa aku gapai dalam kenanganku terdahulu sekali, bahwa aku mulai menyenangi kegiatan baca-membaca sejak bermain dan belajar mengeja saat di Taman Kanak-kanak alias TK dan saat Sekolah Dasar alias SD ketika belajar membaca sekumpulan huruf yang tersusun berpatah-pa tah di buku Bahasa Indonesia berseri edisi duet Budi dan Ani. Saat itu, hampir semua yang kebetulan aku perhatikan di depan mata, jika tertera tulisan di situ, pasti akan aku coba baca. Bahkan kebiasaan ini berlangsung sampai SMP. Ya, setiap kali melihat sesuatu yang terdapat bacaan, biasanya pikiran ini akan mengambil alih konsentrasi untuk segera menuntaskan bacaan tersebut, mulai dari plang/merk toko, koran, majalah, buletin, brosur, buku, booklet resep masakan, kemasan makanan dan minuman, juga kemasan produk apapun, spanduk, mobil brand, billboard, running text di tv,

Ibu

Kebaikan terbit menyatakan terang Asa hidup melestarikan impian Abdi berbunga menumbuhkan bakti Kepadamu wahai semerbak terkasih Medan dari segala energi hati bermula Doamu, restu menuju jalan cahaya Harapanmu, pembuka pintu-pintu berkah Peluhmu, jerih payah tak berujung Nasihatmu, benih nilai bijak bestari Cintamu, melahirkan hakikat budi pekerti Teruntukmu malaikat Tuhan di dunia Jambi, 20 April 2019

Sayap Harapan

Rindu-rindu hadir Di jiwa-jiwa yang berlendir Berasal dari sayap-sayap harapan Yang hinggap dari terbang berhari Mustahil terbang lagi Apakah gerangan sebab-musababnya? Pertanyaan mulai beringas menganga Meminta untuk diberi jawaban pasti Menagih atas kebenaran sahih Berupa alasan Berupa kepuasan Berupa kebaikan Berupa kedamaian Berupa keselarasan Berupa kemuliaan Berupa kebijaksanaan Berupa kesempurnaan Uraian tak akan putus sampai di situ Tanda tanya belum selesai berhenti Titik tiada sempat mengakhiri Saat pertanyaan kembali menyala Cerita terus berlanjut Sampai kemudian lalu bersambung Jambi, 20 April 2018

Lekas Tidur

Pintamu dari dalam kelambu Ke marilah, cepat Ayo sini, ke sini Sapaan itu Semakin nyaring di udara Menuju telinga Keluhan panjang Terus terngiang Beruntun Berulang-ulang Bujuk rayunya Tak berhenti juga Aku heran seketika Bingung dibuatnya Tak habis pikir jadinya Bagaimana bisa Bantal di atas kasur Melambai, menggoda Mengajak tidur segera Celaka

Takut Pada Prasangka

Ternyata setelah aku pikir-pikir, karena terlalu sering membaca buku self-improvement alias buku pengembangan diri. Jika aku perhatikan lagi, seringkali setiap aku menulis entah di blog, di medsos, atau di aplikasi chat, entah kenapa setiap ada sesi beropini, aku merasa sepertinya aku terdengar sok macam seorang motivator kepada orang lain. Dan aku tak tahu, apakah ini bai k atau tidak? Aku pikir, mudah-mudahan saja baik. Tapi sungguh aku sangat khawatir sekali atas ketakutan yang berasal dari prasangka buruk. Sebab hal semacam itu pasa titik tertentu memang cukup bisa menggangu pikiran dan perasaan. Rasa itu bisa saja membuatku jadi merasa besar kepala atau mungkin malah aku sudah lebih dulu terlihat besar kepala bagi orang lain, yang sejujurnya hal seperti itu sangat tidak aku dambakan sama sekali. Aku harap itu tidak terjadi, dan mudah-mudahan juga orang tidak beranggapan begitu kepadaku. (Lah, memangnya kau ini siapa ajir? Keluarga bukan, kerabat bukan, pacar bu

Kenapa Menunda?

Dari yang bisa aku pelajari tentang kenapa sesuatu tidak bisa dilakukan dengan sempurna, bagus, atau minimal baik tanpa ada kesalahan yang terlalu berarti. Hal mendasar dan paling sering menjadi alasan penghambat langkah dalam mewujudkan dan melakukan sesuatu adalah menunda. Menunda ini tentu adalah akibat dari beberapa sebab. Misalnya saja, karena merasa memiliki banyak waktu , ya dalam pikiran ini serasa membuat sebuah pemakluman bahwa "tenang saja karena waktu masih panjang". Padahal nyatanya tidak begitu, waktu selalu terbatas dan mustahil abadi. Itu sebabnya selalu ada istilah deadline di dunia ini. Lalu selain itu, karena menganggap remeh suatu hal, menganggap mudah apa yang sedang dihadapi, entah tugas, pekerjaan, atau apapun itu. Dengan tidak sadar, kesombongan ego diri membutakan mata hati. Jelas sekali bahwa kecerobohan dan kelalaian sering terjadi sebagai dampak dari terlalu menganggap remeh suatu perkara. Dan yang paling pamungkas kenapa se

Nasehat Untuk Diri Sendiri

Austin Kleon bilang, segala saran dan nasihat yang kita berikan, pada dasarnya selalu ditujukan untuk diri sendiri. Jadi ketika kapan dan di manapun kita sedang menyampaikan sebentuk nasihat, saran, motivasi, pembelajaran, khotbah, atau apapun itu jenis dan sebutannya. Secara sadar dan tidak sadar kita sedang berbicara dan menyampaikannya pada diri sendiri. Ya, saat itu sedang terjadi pencerminan atas segala tindak-tanduk dan sikap kita pada sisi diri kita yang lain. Setidaknya, begitu informasi yang aku baca beberapa waktu lalu.

Aku Akan Terus Menulis

Beberapa waktu lalu, bahkan sekarang ini, seringkali aku terpikir untuk sesering mungkin menulis yang panjang. Entah itu opini, cerita orang lain, cerita fiksi yang masih terseok-seok aku pelajari, atau menulis hal personal seperti dulu. Ya rasanya sudah cukup lama aku tak menulis berbagai ketidakpentingan yang aku anggap penting itu. Namun kadangkala, aku seperti merasakan ketidakberdayaan yang sebenarnya bisa saja tepis itu. Aku beranggapan bahwa untuk apa aku asik menulis berpanjang-panjang ria jika tak ada yang sudih merelakan sekejap waktu membaca tulisanku selain aku seorang. Ini sebenarnya sungguh terasa lucu dan menggelikan bagiku. Kenapa racun pesimistis itu justru datang saat ini? Ketika aku sedang berusaha menggiati dan memperjuangkanya sebaik mungkin. Kenapa tidak dari dulu saja? Tapi setelah aku pikir lagi, mungkin aku kurang serius, kurang rajin, kurang fokus, kurang belajar, kurang berjuang, kurang bersemangat lebih saja. Dari yang aku sadari, mun

Riwayat Kesunyian

Bukan deru bising jalanan mengganggu Melainkan kesunyian lamunan pemberianmu Dikoyak-koyaknya hening kedamaian Sehingga tumpah-ruah lah kemalangan Akar-akar dari jenuhmu tumbuh liar Yang serupa perdu semak belukar Kemudian melimpah di permukaan perasaan Dan mengalir arus ke muara angan Lalu kembali guyub memintal dalih Untuk tumbuh sebagai cinta kasih Jambi, 12 April 2018

Selesai Sudah

Di atap ketinggian langit menjulang Aku menatap hamparan semesta sekitar Jauh sejauh-jauhnya mata memandang Harapan hendak bersauh Di persimpangan jalan berkelok Tak jua lelah setapak langkah berhenti Panjang sepanjang-panjangnya lintasan meniti Hasrat ingin bersimpuh Perjalanan akan tiba sampainya Perjuangan di penghujung segera Akhirnya, selesailah sudah Jambi, 11 April 2018

Selamat Atasmu, Aku, dan Kita Semua!

Sungguh bosan menyaksikan kecamuk orang-orang di lini masa media sosial ini, yang saling sibuk merasa sok benar dan yang lainnya pula, saling asyik menyalahkan. Masing-masing sama saja, merasa paling benar, atau merasa selalu benar. Padahal dia pasti tahu dan sadar jiwa dan akal bahwa dirinya bukanlah Mahabenar, karena memang pasti bukan. Tidak ada yang ingin memilih salah, karena siapa juga yang ingin menjadi tumpuan kesalahan. Padahal manusia tempatnya khilaf, lupa, dan salah. Ah memang kita manusia selalu begitu. Ingin ku hapus saja mereka dari pertemanan, karena aku merasa cukup risih dan bingung mengamati mereka yang saling berdebat melempar argumen kebenciannya itu. Mau apa sebenarnya mereka? Ingin jadi agen kebaikan atau kebencian? Ingin dunia ini jadi indah dan membahagiakan, atau jadi kelam dan suram? Kalau aku, jelas sungguh tak menginginkan buih-buih pesimistis macam itu. Dunia maya kini memang sudah semakin sulit untuk jadi menyenangkan jika hal s

Tuhan Lebih Tahu Sedang Kamu Tidak

Katanya tahun ini dan tahun depan itu tahun politik. Memang sudah mulai tampak sih. Ini kayaknya beberapa teman di facebook sudah mulai bangkit bergerilya membagikan informasi ini dan itu dari dunia pemerintahan dan politik. Cuma sepertinya banyak juga yang udah tiap hari main internet tapi masih susah bedain hoax dan fakta. Ada yang membagikan link portal berita abal-abal, ada yang membagikan screenshot editan, banyak lagi sih, silakan cari sendiri. Ada yang tak tahu apa-ap a tapi secara naluriah merasa terpanggil hatinya berbagi informasi tanpa cari tahu keabsahan informasinya. Ada yang memang sengaja membuat dan membagikan berita palsu. Ada pula yang ngotot kebebenaran adalah miliknya, padahal sebenarnya dia sudah tahu pasti bahwa sejatinya kebenaran itu milik Tuhan. Dan jikapun ada di antara kita ingin berbuat baik, ya lakukanlah yang terbaik dengan baik tanpa harus menjatuhkan orang lain yang berseberangan. Kalau ada yang merasa dirinya paling benar, wah siapa dia? Tuhan? Jika

Sirna Dalam Kenangan

Menuliskan namamu dalam puisi Kuharap akan jadi peneduh Yang berhasil melupakan betapa terik siang hari menyengat kulit. Suasana redup bawah pohon rindang Berlindung menghindari bias cahaya Jangankan manusia, katamu Bayangan saja enggan berpanasan berlama-lama. Bukan oleh sebab takut pada matahari Melainkan karena ia rindu ingin memudar Hendak beralih kebentuk rupa lain Yang lebih elok dipandang mata Untuk kemudian segera menghilang Dihapus takdir zaman bernama waktu. Janji semanis madu Kau kembali mengulangnya lagi Harapan di tangan menguap ke udara Bergandengan pada ingatan Sirna dalam kenangan.

Kenapa?

Hal yang sepertinya seringkali terlupa olehku, olehmu, oleh mereka, dan oleh kita semua adalah bahwa untuk berada pada posisi teratas atau pada keadaan terbaik yang diharap-harapkan, harus mulai dipersiapkan sedini mungkin, sejak niat itu muncul dalam hati. Tapi mungkin saja pendapat itu tidak berlaku untuk semua orang, apalagi cara dan kondisi setiap orang berbeda-beda ketika hendak memulai sesuatu kan? Di mana, ada sebagian yang memulai jalannya dengan kemauan sendiri, ada yang dengan terpaksa, dan mungkin ada alasan lain lagi, untuk yang terakhir silakan pikirkan sendiri. Yang pasti jika memungkinkan untuk mempersiapkan apa-apa saja yang ingin kita capai secepatnya sejak awal, ya kenapa tidak? Kenapa harus menunggu besok? Kenapa harus nanti-nanti? Kenapa tidak dari sekarang? Kenapa coba? Kenapa?

Mungkin Nanti

Dalam benakku, aku masih sangat memimpikan waktu di mana aku bisa pergi merantau lebih jauh lagi dari yang belum ada apa-apanya ini. Aku mendambakan berjuang menghidupi segala cita-cita dan impianku yang sudah aku rajut sejak lama dari masa ke masa. Namun sama seperti orang lain yang selalu saja memiliki masalah ketika ingin melangkah lebih jauh. Masalah itu adalah keresahanku yang muncul jika aku menciptakan jarak. Jarak itulah yang perlahan menggerogoti diriku dan berubah menjadi rasa takut. Dan lalu, hal yang paling aku takutkan ketika pergi jauh, tak lain adalah jika aku jatuh sakit. Aku akan sangat merindukan ibuku. Pasalnya, dulu aku sering sekali sakit, dan ketika seperti itu, sosok orang yang paling aku butuhkan mengurusi aku yang sedang terbaring sakit adalah ibuku. Selain itu juga sebaliknya, aku takut jika aku pergi jauh, aku akan rindu sekali padanya, terlebih lagi jika dia yang jatuh sakit. Seribukali memikirkan ini semua, seribukali juga keresahan serta keta

Hujjah Bahagia

Semua tahu Dunia ini berubah Sejak sedia dulu kala Segalanya tak lagi sama Roda nasib pecah berhamburan Cerita pun sama berganti Manusia hidup lalu mati Hitam ingin menjadi putih Putih mengharap serupa Sudah tak ada lagi beda Elegi dikumandangkan Persis gemuruh suara perasaan Berseteru mengumpat ingin kemulian Yang gagal diraih sebagai pijakan Bimbang langkah dalam pikiran Apalagi keluhan lainnya Pahala tak berdaya diperoleh Hanya mencicil dosa nyatanya Apapun tiada berguna akhirnya Suci dan hina sama menyebalkannya Sudahi saja riwayat luka Dengan do'a pemurni jiwa Agar hilang benci di dada Biar tumbuh cinta kasihnya Adalah hujjah berbahagia

Siasat Merekayasa Perasaan"

Yang selalu kau kejar bersakit-sakitan Sampai merah berdarah itu adalah luka Dan aku sudah khatam sekali caramu Kau pasti sengaja memperdaya kesadaranmu sendiri Nampak kentara sekali di matamu Pilunya kau nikmati hebat Serasa kau menyambung ingatan Melipat jarak antara waktu kepada rindu Kau menjalin kembali kenangan itu Kepingan masa lalumu Membongkar kumpulan rahasia lama tak terperi Berusaha menemukan celah untuk kau singgahi Barangkali menempatinya sekali lagi Seolah pikiranmu berkuasa Menentukan jalan cerita Yang sebenarnya terjadi adalah Kau membenarkan titik-titik prasangka Nuranimu terganggu bergejolak Kau melemparkan seringai itu Tersenyum bangga di wajahmu Dalam diam kau berkelakar Sungguh ini kesempatan berharga Untuk bertolak pada jejakmu dulu Lalu bunga di taman hatimu bermekaran Akhir kisah, siasatmu merekayasa kenyataan perasaan

Tak Ada Pantai Hari Ini

Aku membayangkan diri, sedang berdiri dalam larut lamunan di tepian laut. Bukan di atas bebatuan karang menjulang ke permurkaan. Bukan pula di pinggiran bibir pantai berpasir putih. Karena setahuku aku belum pernah sama sekali menginjakkan kakiku di pantai. Atau mungkin pernah saat kecil dulu. Aku juga tak ingin bertanya pada bapak-mamakku di rumah. Menanyakan "Apakah aku pernah pergi ke pantai? Dulu, saat kecil?" Aku rasa pertanyaan itu tidak ada pe ntingnya sama sekali dipertanyakan. Tidak berguna dan tentu cukup memalukan juga kedengarannya. Sepertinya aku memang tak bisa mengingat segala sesuatu dengan baik. Aku sadar, bahwa aku memang sudah terlalu banyak melupakan kisah hidup dari waktu terdahulu. Jangankan ingatan tentang pergi ke pantai. Rasanya, untuk sekadar berenang pun aku tak tahu lagi caranya. Aku sudah benar-benar sudah terlupa hampir dari segalanya. Bukan hanya lupa, nampaknya aku juga mulai dilupakan oleh dunia ini, dan oleh orang-orang di mana pun merek

Ditemani Rasa Takut

Satu dari sekian hal yang aku hindari dalam hidup ini adalah ketinggian. Aku tak tahu pasti bagaimana itu bermula, yang jelas dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa aku cukup takut ketinggian. Sebenarnya aku ingin menepis kenyataan itu, namun apa hendak dikata jika benar begitu adanya bahwa aku phobia pada ketinggian. Aku merasa ketika berada pada tempat yang tinggi dan sekaligus melihat dengan sadar jarak ketinggian itu, sesaat dada ini rasanya berdegup kencang, dan kedua k aki seketika mengalami gemetaran. Bahkan kadang jika efek ketakutan itu begitu mendominasi, nafas pun bisa dibuatnya jadi tersengal-sengal. Rasanya agak sedikit mirip ketika orang yang sedang kasmaran berada di dekat sosok pujaan hatinya. Sebenarnya, saat ini pun aku masih merasa takut pada ketinggian. Namun seiring waktu, aku terus berusaha mencoba melawan atau malah menerima ketakutan itu. Ya, sesekali aku memaksa diri melawannya, sesekali pula aku menerima dan mengakui fakta itu bahwa aku memang ta

Kerja Kerja Kerja

Pagi buta Terik siang Sore tiba Malam menjelang Mencari kemuliaan Menelusuri waktu seharian Manusia lalu lalang Datang, berlalu, hilang, dan pergi Di gedung tinggi menjulang Di sekat meja dengan kertas juga pena Di depan layar terang serta ide menyala Di antara ruko-ruko berdempetan Di lapangan berpacu waktu Di jadwal harian ada tugas menunggu Di bilik kios kecil berserakan Di riuh rendah gemuruh jalan raya Di kerumunan pasar berdesakan Jerih payah keringat basah Manusia di sini dan di sana Ada suka pun tak suka Bahagia juga kecewa Semua sama saja merasa Tujuan kita serupa Kerja, kerja, kerja.

Kapal Udara

Bersiaplah Rangkai ulang kerangka itu segera Yang rusak parah memecah Dari terpatah-patahnya arah Rentangkanlah Rajut pula sepasang kepaknya Jangan lupakan tuas kendali tenaga Dan sediakan cukup bahan bakarnya Terbangkanlah Jauh menerawang ke atas sana Setinggi-tinggi kemampuannya Sampai saat menatap langit susah karena silau cahaya Melayanglah Pergi melesat ke ufuk cakrawala Selaju-lajunya melewati horizon utara Bebas mengudara hingga tanpa sadar jiwamu dibawanya Tibalah Rebahkan dulu seluruh badannya Hingga benar sudah letaknya berada Lalu berbahagialah sebagai awaknya

Tulisan yang Aku Sebut Puisi

Aku merindukan kejora dari tatapan itu Yang tersibak oleh binar-binar kaca di matamu Padamu nona surat cinta ini aku peruntukkan. Terserah saja ingin kau baca atau tidak Pun walau sebenarnya aku yakin nona Kau menyiratkan sebentuk senyuman kecil Saat kau membacanya bersembunyi Yang meski hanya terbit sesaat waktu Tanpa kau sadari. Lalu kau menyimpannya segera Lalu dalam nuranimu berkata-kata "Rupanya dia menyukai aku. Benarkah ini semua? Aku sungguh tak percaya!" Lalu kau diam sesaat Masih bertanya-tanya sendiri di antara heningmu. Kau larut, kaku, membatu Kau terus berbicara sendiri setengah hari Menerka-nerka isyarat-isyarat apapun "Aku benar-benar tak ingin percaya semua ini. Tapi sepertinya aku juga suka padanya. Tolong aku, bagaimana ini?" Begitu katamu pada hatimu yang sedang kacau. Kira-kira begitu sebenarnya angan-angan yang sedang aku rencanakan Saat merangkai tulisan yang aku sebut puisi ini Semoga saja kau membacanya Dan semoga saja ini buka

Hidup Sehidup Hidupnya Hidup

Selama ini, sejak dulu sekali, aku sudah mendambakan waktu-waktu di mana aku dapat menjalani beragam keseruan dengan berbagai hal menakjubkan. Benih-benih pemikiran seperti itu sebenarnya tidak muncul langsung secara tiba-tiba. Tentu saja, segala sesuatu di dunia ini memiliki prosesnya masing-masing, baik itu dalam perubahan, kehancuran, dan lain lain sebagainya. Adapun berbagai gagasan tentang menjalani kehidupan yang menyenangkan itu aku dapatkan tak lain dari kotak hitam p engendali dan pencuci otak pikiran manusia, siapa lagi kalau bukan televisi. Yang saban hari selalu ada saja tawaran-tawaran apik nan menggiurkan tentang sesuatu yang bermacam-macam. Selain itu juga dari buku-buku yang aku baca, dari kisah-kisah yang disampaikan orang kepadaku. Dan ditambah lagi semenjak aku mengenal internet, makin terbuka lebarlah kemungkinan-kemungkinan yang aku pikirkan. Semua hal seperti ingin bergantian singgah ke dalam kepalaku. Terasa seperti ingin diserap sebagai pengetahuan,

Bagaimana Seharusnya Saya Menulis?

Dalam ketertarikan saya dengan dunia tulis-menulis, beberapa kali saya sudah cukup sering membaca banyak cara, tips, panduan, dll tentang tulis-menulis itu dari berbagai sumber, baik buku, dan terutama internet. Beragam padanan kata kunci mulai dari cara menulis ini dan itu, tips menulis ini dan itu, panduan menulis ini dan itu, pokoknya banyak lagi yang lainnya, sering pula saya coba mencarinya. Dan dari sekian banyak yang pernah saya bac a, yang susah sekali saya pelajari dan lakukan secara berkelanjutan adalah bagaimana konsisten menulis dengan perasaan yang santai, tanpa beban, dan tanpa keterpaksaan. Yang berlangsung mengalir seperti arus sungai. Ya, setiap kali menulis, saya selalu merasakan seperti sedang dikejar-kejar oleh sesuatu, sehingga saya seringkali diliputi perasaan cemas dan gelisah untuk bisa meyelesaikan sebuah tulisan yang saya mulai. Saya menyukai dunia tulis-menulis namun pada satu sisi saya merasa seperti belum benar-benar terjun sepenuhnya kedalam l

Peristiwa Kenangan

Menemukanmu di antara pagi Kala resah dirundung keluh hati Buah dari gundahmu semalam Adalah tanda tanya besar di angan Rajukmu menyiratkan pesan Gelisah untuk pergiku yang akan jauh Kerelaan berat rasa dari pelukan Apalagi bila melepaskan genggaman Kau terpaut merenung sepanjang hari Enggan bicara pun walau sepatah kata Mungkin kau sengaja menyimpannya Agar diammu jadi alasan melempar sapa Di sela kemuramanmu kau titipkan rindu Surat-surat berisi riwayat lalu Kemelut jiwamu juga terasa hidup Berpacu seiring detik berkejaran Barangkali sejahteralah perasaan itu Sembari membingkai makna pertemuan Menyalakannya dari redup perpisahan Menceritakan ulang peristiwa kenangan . Jambi, 1 April 2018