Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Berkacalah

Baru sadar diri, kalau selama ini, ketika terlibat percakapan dengan orang lain. Entah itu perempuan atau laki-laki, baik percakapan di daring ataupun luring. Seringkali secara sengaja dan tak tak sengaja, aku seolah paling tahu urusan juga persoalan masalah orang, serasa paling mengetahui jalan pikiran mereka, menganggap diri paling mengerti apa yang harus orang lakukan, berlagak paling paham atas apa yang dibutuhkan orang  dengan menyelipkan kritik, saran, tambahan, masukan, atau apapun istilahnya itu. Padahal mungkin sebenarnya sama sekali tidak dimintai pendapat. Mohon maafkan diri ini bila itu pernah terjadi sekali ataupun lebih. Karena lambat laun kita tahu bahwa, ada kalannya orang tak butuh itu semua, ada kalanya orang bosan dengan kritik, saran, tambahan, masukan, atau apapun istilahnya itu. Benar kan? Ada kalanya yang orang butuhkan hanya dukungan, semangat, juga doa tentunya. Untuk itu aku tak tahu apakah ini adalah sesuatu yang baik atau malah sebaliknya. Dan nampaknya k

Ngomongin Guru

Jadi ada banyak sekali guru-guru dari masa lalu yang begitu berjasa dalam hidupku. Dari guru TK misalnya, yang paling aku ingat kala itu adalah Bu Eva, wali kelasku yang begitu menyenangkan dan mengayomi. Bu Siti Asmanah, Kepala Sekolah yang baik hati. Bu Murni, pengganti Kepala Sekolah, yang sama baiknya dengan Bu Siti Asmanaah. Oya nama sekolah TK-ku, TK Baiturrahim. Lain waktu mamakku pernah bercerita, katanya waktu TK, kabarnya sih aku jago menggambar dan mewarnai dulu. Itu kata beliau, aku hanya diceritakan saja. Bahkan pernah suatu kali, aku yang saat itu seharusnya mewakili TK-ku untuk lomba menggambar dan mewarnai di Jakarta sana, terpaksa mengundurkan diri dari lomba. Belakangan aku baru tahu kalau saat itu diwaktu yang berdekatan, Tante Tuti dan Almarhumah Tante Cica, dua orang adik perempuan dari Mamakku akan melangsungkan pernikahan. Jadi mau tak mau agenda sekolah untuk mensukseskan lomba mewarnai itu dibatalkan. Namun berhubung saat itu aku belum begitu peka tentang

Begitulah Ego Diri

Rasanya dulu dan mungkin sampai sekarang aku sering sekali menceritakan sedikit dari banyak hal yang aku inginkan dalam hidup ini. Dan sebenarnya, jika ingin jujur sampai sekarang pun aku masih tetap menyimpan keinginan demi keinginan itu untuk bisa hidup sekali lagi, atau pun berkali-kali lagi. Tentu saja tak ada yang salah untuk itu, semua orang pun tahu dan sadar itu sesuatu yang lumrah, sangat manusia sekali. Semua adalah tentang mimpi yang terus menyala dalam relung hati dan jiwa ini. Tentang harapan yang berharap tumbuh menjulang tinggi. Tentang ambisi​-ambisi yang menggerogoti diri dan terpenjara abadi dalam rangka kepala yang membingkai otak kanan dan kiri. Mimpi, harapan, dan ambisi, sejatinya adalah bagian dari nafsu dan ego diri. Dan siapalah kita yang manusia ini? Ah hanyalah insan biasa, yang tiada daya dan upaya menolak segala sajian fatamorgana dunia penuh imajinasi. Seolah-olah kita semua adalah budak yang merasa dirinya calon raja tertinggi. Padahal benar saja

Ibu Paling Tahu

"Jangankan berjalan di atas pecahan kaca. Bahkan berjalan di atas kobaran api pun akan aku lakukan untukmu." Aku benar-benar muak rasanya kalau mengingat perkataan Budi pada Ani, kekasihnya itu saat saling video-call Minggu lalu. Padahal kemarin sore saja, aku mendengar dia menolak perintah ibunya yang menyuruh dia membeli gula ke warung dengan dalih "sinar matahari  sedang terik-terik sekali bu" katanya. Tapi setelah​ hari itu berlalu, aku sudah tak lagi muak dan kesa padanya, malah berganti jadi geli sendiri. Bagaimana tak geli, tadi pagi aku lihat dia menangis meraung-raung sejadi-jadinya depan halaman rumahnya. Dia merajuk pada ibunya untuk minta dibelikan handphone baru segera karena handphonenya yang lama sudah mulai rusak. Entah karena kasihan atau bosan mendengar Budi menangis, ibunya lalu bilang "Iya nanti ibu belikan, tapi ibu mau lihat kamu berjalan di atas pecahan kaca atau berjalan di atas kobaran api dulu" Dengan wajah yang tampak m

Tapal Batas Mimpi

Aku sebenarnya tidak sedang ingin berpuisi Lagipula aku tak cakap menghimpun kata beruntun rima Kalaupun itu terjadi, aku mungkin sedang asal meracau saja lewat tulisan ini seadanya Tak ada jujur yang bisa aku ceritakan Melainkan air mata sulit tumpah Maaf-maaf saja ini bukan curahan rasa Hanya ada hati terkenang rindu palsu abadi Ia adalah buah dari pertemuan sesaat di bawah deras hujan semalam tadi Di persimpangan jalan menuju arah berlainan dari tempat ragaku mengabdi Sepertinya ini harus segera diakhiri Karena tampaknya kendali diri sudah terkikis tuntas habis dan tiada tersisa lagi Basah kuyup kedinginan Menunggu ia datang kembali Di tapal batas mimpi #10dayswrite #novemberwrite #mengenangmudalamrintikhujan #tenggelamdalamkerinduan

Selesai Di Sini

Bicara soal hidup tentu tak lepas dari persoalan  "Takdir". Dan ketika pembahasan beralih kepada "Takdir" sesungguhnya ini akan menjadi sedikit serius karena kita akan membahas tentang nilai-nilai ketuhanan. Atau mungkin ini hal yang biasa saja ya? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Ya sudah terserah saja, semua bebas berpendapat. Yang penting bertanggung jawab dan saling menghargai. Jadi ketika muncul sebuah pernyataan bahwa "Segala sesuatu adalah takdir"  Lalu hadirlah sekelumit pertanyaan "Apakah kau tahu apa itu takdir?", "Apakah kau percaya dengan adanya takdir yang bekerja di dunia ini?",  "Bagaimana menurutmu tentang konsep takdir?", "Apakah kau menyadari keberadaan takdir?" Jika ingin menjawabnya, lebih baik jawab dalam hati masing-masing saja, jika tak ingin ini menjadi perdebatan. Toh aku tak pernah tertarik dan tak jago pula berdebat. Tapi bila ingin berpendapat, ya seperti yang sudah aku jelaskan

Semua Ada Waktunya

Ketika kecil dulu, aku pernah dan mungkin sering sekali bertanya-tanya pada diriku sendiri tentang bagaimana dunia masa depan akan terjadi? Bagaimana dunia masa depan bekerja? Akankah ada banyak perubahan di sana-sini? Seberapa cepat proses itu berlangsung? Karena dari banyak hal dan peristiwa yang aku amati mulai dari buku, tayangan berita, film, kartun, anime, serial dari barat dan Indonesia, dan lain sebagainya. Aku mendapati semacam visi dan pemahaman sederhana tentang sekumpulan teori bahwa segala macam yang akan terjadi nanti di hari esok, mungkin dapat mengubah banyak hal secara keseluruhan. Segala sesuatu yang dulu sudah pernah  tersusun rapi dengan patokan yang juga sudah jelas, suatu saat kelak akan kembali runtuh untuk dipugar ulang dengan cara dan konsep baru dengan mengedapankan teori-teori yang terbaru pula. Tapi di sisi lain, orang-orang juga sering berpendapat bahwa hidup ini sebenarnya bergerak ibarat perputaran sebuah roda. Di mana setiap wa

Perihal Tak Jelas

Seringkali aku memiliki sebentuk pertanyaan pada seseorang, beberapa orang, dan mungkin juga pada banyak orang. Yang ingin aku tanyakan adalah, kenapa mereka menyukai "awan putih"? Baik itu dalam bentuk objek visual,. suara, ataupun dalam bentuk kombinasi kata yang berubah menjadi frasa itu sendiri. Ya, aku ingin menanyakan kenapa mereka menyukainya? Aku yakin pasti itu semua ada alasannya, aku tak akan meragukan itu.  Entah, jika ada yang beranggapan bahwa awan putih itu terlihat begitu indah dan meneduhkan diri bila tampak di atas langit sana. Mungkin terbayang permen kapas gulali berwarna putih. Bisa juga ada yang merasakan hal magis dan menggugah rasa saat mendengar suara manusia yang mengucapkan "awan putih". Atau dapat pula ada segolongan orang-orang yang diberkahi ide menarik untuk dijadikan unsur pembentuk karya. Sebab, jikalau bisa dan memungkinkan, aku ingin sekali mengambil pelajaran dan inspirasi atas hal tersebut. Sekalipun yang mereka ut

Aku Ingin Terang

Entah kapan pastinya semua ini bermula. Tak tahu kenapa, sejak dulu aku begitu tertarik dengan lampu, ya lampu. Mulai dari lampu penerangan rumah, lampu hias, lampu belajar, lampu halaman, lampu taman kota, lampu teplok, lampu senter, lampu petromak , lampu emergency, lampu apapun itu aku pasti suka. Terlebih lagi lampu jalan, rasanya aku begitu terobsesi dengan lampu-lampu jalanan. Di Manapun itu, aku pasti selalu suka. Mungkin gara-gara ini aku bisa disangka aneh bagi banyak orang,l. Atau bahkan lebih parahnya, bisa saja aku dianggap gila. Ah aku tak peduli apa kata mereka, toh orang-orang akan selalu berkomentar tentangku. Tentang apa yang aku lakukan, tentang apa yang aku suka, tentang apa yang aku inginkan dalam hidup ini. Mereka semua tak akan pernah puas melemparkan caci-maki dan buruk sangkanya pada apapun dan siapapun, termasuk juga aku. Mereka semua tak akan pernah tahu, apa yang sesungguhnya aku mau. Padahal yang aku inginkan dari beraneka ragam lampu itu, h

Nasehat Seorang Pembenci

Kata kakek  "Selagi kau hidup, kau boleh dan bebas melakukan apapun yang kau mau, nak. Apapun itu, termasuk jika kau ingin jadi pembenci. Ya tentu itu semua berdasarkan pilihan dan tanggung jawabmu sendiri. Tapi tolong ingat satu hal pesanku ini, nak. Setidaknya kau tidak jadi pembenci yang dibayar. Jangan jadi budak pembenci yang hanya tahu ikut arus membenci. Tanpa tahu apa yang dibenci, terlebih lagi tak tahu apa tujuan dari membenci itu. Kau harus tahu jelas apa yang kau lakukan dan tahu pasti apa konsekuensinya. Jangan nanti di penghujung jalan, lalu kau menangis darah, tak ada arti lagi semua itu, hanyalah sia-sia belaka. Maka sekali lagi aku ingatkan kau, nak. Jika kau ingin jadi pembenci, jadilah pembenci sejati"

Ocehan Sendiri

Sesekali atau mungkin sering kali aku bisa saja tiba-tiba terpikir, ingin mencari dan mengumpulkan banyak sekali teman. Mungkin karena dalam dimensi dunia yang nyata ini, sedikit sekali teman yang aku miliki. Ada tapi tak banyak. Tak banyak karena memang tak mudah aku temukan. Pun dalam suasana yang tampak akrab, sial memang. Aku bukan orang yang pandai bergaul atau sebutlah menjalin pertemanan. Bukan karena sombong, bukan pula karena pilah-pilih. Pilah-pilih mungkin terjadi, tapi tidak merasa berada pada status sosial dan ekonomi yang berbeda level, ah aku tidak sepicik itu. Aku tidak mengkategorikan diri bahwa aku adalah bagian dari orang-orang introvert, meski mungkin hal itu tak pula bisa aku tolak. Karena jujur saja, sebenarnya aku berharap bisa dengan mudahnya berkenalan dengan orang lain, melebur akrab dalam rasa, emosi, dan kesamaan visi. Tapi kenyataannya semua tidak selalu seperti apa yang diharapkan. Alah, ocehan apa pula ini.

Yang

Yang tiada akan ada Yang ada akan pergi Yang pergi akan hilang Yang hilang akan dikenang Yang dikenang akan terlupa Yang terlupa akan abadi