Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Kutub Utara dan Kutub Selatan

Suatu kesempatan aku ingat pernah memberikan sekelumit pertanyaan pada diriku sendiri dalam angan. Pertanyaan duniawi yang sebenarnya masuk dalam kategori pembahasan ilmiah. Pertanyaan tentang seputar hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam sekaligus geografi. Salah satu pertanyaan itu adalah "lebih dingin mana antara Kutub Utara dan Kutub Selatan?" Pertanyaan yang mungkin terkesan sangat kutu buku atau mungkin lebih kepada kurang kerjaan. Ya mungkin saja begitu, karena jika aku di posisi orang lain mungkin akan berpikiran yang sama. Entahlah. Bertahun-tahun pertanyaan itu aku simpan tanpa pernah aku ketahui jawabannya dan tak terpikirkan untuk mencari jawabannya di internet, di buku-buku pelajaran sekolah, dan juga tak tersirat dalam pikiran untuk bergegas menanyakannya pada orang lain yang mungkin lebih mengerti hal ini dengan khatam atau minimal tahu banyak tentang hal tersebut. Pada kesempatan lainnya, saat waktu sudah berlalu lama dari sejak pertanyaan

Berharaplah

Hampir semua orang pernah merasakan ketidakberdayaan dan segala kepahitan hidup. Dan bisa saja sekarang sedang dalam keadaan letih berpeluh. Tertatih menapaki perjuangan namun terus bertahan. Lalu di sisi lain dari hidup yang sedang berlangsung, mungkin ada pengecualian-pengecualian di antara kita semua, bahwa ada juga sekian manusia yang memang sama sekali tidak pernah tersentuh dan merasakan perihnya kesusahan dalam hidup. Mungkinkah itu terjadi? Bisa jadi iya! Dan mungkin saja kan! Sudah tahu kan jika tuhan itu maha berkuasa lagi maha berkehendak. Urusan mengatur takdir dan jalan hidup manusia adalah perkara biasa yang tak ada apa-apanya samasekali tentunya bagi Dia. Dan siapalah diri kita ini yang merasa begitu berhak ingin tahu pada rencana serta rahasia-rahasia ilahiah? Celakalah memang sudah kita, bila benar begitu adanya. Namun jika dalam realita yang nyata ini, kita sadar bahwa nampaknya keberuntungan juga kebaikan senantiasa selalu menyertai, berusahalah untuk tida

Gejolak

Pergilah kepada samudera Ke sana ia bersauh Bersama bulir laut Beruntun pecah memecah Ibarat sanubari dirundung resah gelisah Sirnalah rasa Lajulah kepada samudera Di sana ia bertaruh Di antara deras ombak hitam keruh Bagai raga kehilangan sukma Matilah rasa Pulanglah kepada samudera Di mana ia berlabuh Di penghujung putaran waktu Seperti akhir sebuah kisah Hilanglah rasa #10dayswrite #decemberwrite #berlayarditengahbadai 

Asal-muasal To Late To Regret

Entah apa sebab-musababnya saya selalu senang sekali membuat aneka macam sesuatu, baik prakarya macam kolase gunting tempel, kolase digital, desain tipografi, yang berangkat dari ide "to late to regret" sebuah frase dalam bahasa Inggris yang jika dialih-bahasakan ke bahasa Indonesia artinya "terlambat untuk menyesal" ya kira-kira seperti itu, mudah-mudahan apa yang saya pahami benar. Jika pun salah, ya dengan kerendahan hati saya mohon bimbingannya untuk dikoreksi. Saya merasa tertarik dengan frase ini karena terpikir bahwa apapun itu yang dibuat, dilakukan, dijalani, ketika hal tersebut sudah terjadi/berlalu maka tiada kata menyesal yang lalu terlantun jika terdapat kesalahan atau ketidak-sempurnaan di antaranya. Ya tiada penyesalan, karena jelas memang sudah terlambat ketika sesuatu telah dimulai. Dan dari situ, hal yang sebenarnya lebih baik dilakukan adalah mengambil hikmah pelajaran dari setiap kesalahan dan ketidak-sempurnaan karya yang ada. Karena insp

Sisa Harum Tubuhmu di Beranda

Barangkali mungkin kita bisa bertemu Tapi jangan di hatimu Kurasa di sana ada sendu merindu  Lebih baik di matamu Sepertinya di situ ada tempat berteduh Dan kau akan menyanyikan lagu-lagu Menebar tawa riang pelipur lara Menembus batas batas ruang waktu Bersenang-senang sampai lelah tubuh Namun kau tahu ini tak akan lama Berpisah akan tiba menyapa setelahnya Lalu hadirmu perlahan lenyap memudar Jejakmu hilang disapu hujan sebentar Suaramu diredam riuh angin menerpa Semua berakhir dalam kenangan Tiada bekal untuk ingatan di masa depan Pun nama tak sempat aku tanya Hanya harum tubuhmu tersisa di beranda #10dayswrite #decemberwrite #saatkaupergi 

Berkaca Sekali Lagi

Di setangkai sore kemarin Aku kembali dapat satu kesempatan Berkaca di depan cermin Setelah sekian lamanya menunggu Akhirnya datang juga waktu ini Tapi aku lupa Entah ini untuk ke berapa kalinya Aku bisa berkaca lagi Aku lupa, benar-benar lupa  Sampai tak sadar Aku terus menggaruk kepala hingga rambut pendeku rontok Rambutku tidak hitam Juga tidak putih Rambutku perak berkilauan Seperti memancarkan sinar Mungkin karena menyerap cahaya Selepas berkaca Tapi setelah aku pikir lagi Ini mungkin karena takdir Sebab bukan pertama kalinya terjadi Hanya lagu lama cerita lalu Sama seperti kisah waktu dulu Aku percaya Kita punya kesempatan kedua Merayakan doa dalam cinta Aku merasa beruntung  Bisa berkaca sekali lagi #10dayswrite #decemberwrite #lagulama

Dasar Oknum

Sering heran, kenapa ya ada orang goblok yang asal percaya berita hoax? Atau kalaupun belum terbukti hoax apa fakta. Coba gitu dicari dulu informasi lengkapnya, sedetail-detailnya, sebanyak-banyaknya sumber berita kalau perlu. Dan selain itu, waktu muncul niat hati mau memberi tanggapan untuk sebuah topik, pikirkan lagi sudah cukup mengerti perkaranya atau belum. Kalau memang informasi yang ditemukan itu berdasarkan fakta, lalu ditambah lagi menguasai materi dengan haqqul yakin ya bagus dong, hebat itu, terbaek lah pokoknya. Tapi sebaliknya,  jangan nanti ketika terbukti yang sibuk dibahas adalah hoax, eh malah diam. Eh hapus status, tanpa minta maap sama warganegara. "Ah kenapa juga minta maap ya? Lagian kenapa juga sensian? Siapa suruh main pake medsos? Ini kan dunia internet, semua bebas berpendapat dong, sirik aja" kata si oknum warganet. Ya elah, pas ada yang salah aja, yang disebut "oknum" Pas cari untung jadi gotong royong, kerja sama satu dalam kesatuan.

Kapitalisme + Tamak = Konsumerisme

Adapun kita bisa melihat dan mungkin merasakan sendiri, bagaimana perubahan tatanan kehidupan sosial yang terjadi pada zaman modern ini, secara sadar juga tidak sadar menggerogoti jiwa dan pikiran kita untuk turut menyesuaikan diri dengan fenomena sekitar, bahkan trend yang berkembang di dunia. Seolah kita disuapi terus tanpa henti, dengan aneka penawaran-penawaran menarik, gila-gilaan, dan menggiurkan yang sulit diabaikan. Ibarat kucing dikasih ikan, ya mau, pasti senang sekali dia. Mungkin ini yang disebut "konsumerisme" oleh para tokoh pemikir sosiolog, ekonom, aktivis sosial, dan orang-orang yang memang mengamati fenomena sosial. Konsumerisme yang katanya lahir dari perpaduan kapitalisme dan kontrol diri yang kurang atau sebutlah tamak itu pun, akhirnya mengakibatkan ketergantungan yang menjadi-jadi dan sebenarnya sama sekali tidak memiliki alasan penting untuk bisa membuat hidup jadi lebih baik. Justru sebaliknya, seperti tak ada habisnya, hidup seoalah terus-terusan 

Bentuklah Opini Sendiri

Beberapa hari terakhir sempat heboh tentang tokoh politikus terjerat kasus korupsi pengadaan e-ktp, You know who? Yang melakukan banyak drama sekaligus  akrobat dalam proses peradilan hukumnya. Seiring dengan itu, ada pula video yang turut tersebar bergandengan dengan video sidang You know who? Yakni video potongan dari serial drama Korea berjudul "My Lawyer, Mr. Jo" Pertanyaannya, kenapa video tersebut tersebar & bergandengan? Kalau belum nonton, lebih baik cari lalu amati, bandingkan sendiri, lalu bangun dan bentuklah opini sendiri. Atau begini, ya sudah saya bocorkan sedikit kesimpulannya. Intinya, apa yang dilakukan You know who? Boleh dibilang hampir mirip dengan manuver drama dan akrobat yang dilakukan tokoh dalam serial drama Korea yang juga sedang terlihat dalam sidang sebuah kasus pada potongan video tersebut. Apakah benar-benar banyak kesamaan? Ah saya tak tahu pasti bagaimana, lagian saya tak tertarik mengikuti berita politik seperti itu denga

Pergi Sajalah

Pagi itu menorehkan guratan luka kelabu Berwarna gelap pekat menyerupai hitam Bak jelaga mengudara hilang wujudnya Tapi seolah ingin terus dikenangan Ia meninggalkan noktah di kaca lentera Merencanakan kusam untuk waktu lama Bekasnya seolah abadi tak ingin enyah Mungkin bertahan sementara Mungkin juga tak terhingga Kemudian menunggu saat hilangnya tiba Dan menunggu pernyataan itu menyala Semua hanya iming-iming dusta belaka Kau bilang, pergi sajalah  #10dayswrite #decemberwrite #dustabelaka

Esok Pagi Menjelang

Apa yang sedang kau tunggu Berhenti merenung di situ Mari nyanyi bersamaku Kita habiskan waktu Cerita tentang hidup Berkisah pada dunia Ini lah aku dan sejuta mimpiku Mengejar harapan, berpeluh, terjatuh Meski mungkin langit tak berbintang Kuyakin sinar terang akan datang Esok pagi menjelang Ayo duduk bersamaku Kita bersenang-senang Cerita tentang hidup Berkisah pada dunia Ini lah aku dan sejuta mimpiku Mengejar harapan, berpeluh, terjatuh Meski mungkin langit tak berbintang Kuyakin sinar terang akan datang Esok pagi menjelang Esok pagi menjelang #10dayswrite #decemberwrite #langittakberbintang

Hening

Setiap aku pulang ke rumah, jika waktunya tepat di sore hari, mungkin aku akan bertemu dengan tante Tuti, adik mamakku yang berjualan aneka makanan dan minuman di depan rumah nenek. Kebetulan rumah orangt uaku  dan rumah nenek memang saling terhubung. Dan karena jalan utama di sekitar rumahku lebih dekat jika dilewati dari rumah nenek, jadi otomatis pula rumah nenek lebih sering jadi tempat berkumpul kami sekeluarga, baik saat santai ataupun melangsungkan acara syukuran, pengajian, dll. Nah lain cerita pula bila aku pulang ke rumah dan baru sampai saat malam hari, orang yang lebih sering aku temui pertama kali biasanya adalah nenek, karena di waktu-waktu seperti itu tante Tuti sudah lebih dulu pulang ke rumahnya untuk istirahat. Dan di saat-saat seperti itu seringkali aku dan nenek sedikit banyak membicarakan beberapa hal. Apapun yang mungkin dibicarakan, akan dibicarakan, umumnya sih hanya hal-hal yang ringan saja. Tak pernah sampai membahas kebijakan politik Gubernur

Perang

Sepertinya jadi pengguna sosmed yang berusaha sok kalem dan diam itu juga tak ada untungnya ya. Soalnya jika hanya diam dan biasa-biasa saja, di timeline isinya bisa jadi seragam. Bisa perang pendapat saja. Perang komentar saja. Perang penistaan saja. Perang pencitraan saja. Perang teori saja. Perang gambar saja. Perang video saja. Perang hoax saja. Perang umpatan saja. Perang merasa paling benar saja. Dan perang melawan hawa nafsunya hanya trend ramadhan saja. Lalu perang karya mungkin agak jarang ya, karena memang bukan untuk diadu. Atau mungkin bisa diadu. Aha sepertinya yang lebih tepat bukan diadu. Bagiku sih rasanya karya lebih baik diapresiasi, dinikmati, dan dipelajari latar belakang dan ide kreatif di baliknya. Sedangangkan coba lihat perang pendapatan,  tak pernah ada yang mengumumkannya. Perang nilai raport sekolah tak pula pernah dibagikan. Perang pamer nilai IPK juga banyak yang tak ingin jadi terlihat sombong atau sebaliknya. Perang nilai sidang skripsi bagaimana? Pe

Berkacalah

Baru sadar diri, kalau selama ini, ketika terlibat percakapan dengan orang lain. Entah itu perempuan atau laki-laki, baik percakapan di daring ataupun luring. Seringkali secara sengaja dan tak tak sengaja, aku seolah paling tahu urusan juga persoalan masalah orang, serasa paling mengetahui jalan pikiran mereka, menganggap diri paling mengerti apa yang harus orang lakukan, berlagak paling paham atas apa yang dibutuhkan orang  dengan menyelipkan kritik, saran, tambahan, masukan, atau apapun istilahnya itu. Padahal mungkin sebenarnya sama sekali tidak dimintai pendapat. Mohon maafkan diri ini bila itu pernah terjadi sekali ataupun lebih. Karena lambat laun kita tahu bahwa, ada kalannya orang tak butuh itu semua, ada kalanya orang bosan dengan kritik, saran, tambahan, masukan, atau apapun istilahnya itu. Benar kan? Ada kalanya yang orang butuhkan hanya dukungan, semangat, juga doa tentunya. Untuk itu aku tak tahu apakah ini adalah sesuatu yang baik atau malah sebaliknya. Dan nampaknya k

Ngomongin Guru

Jadi ada banyak sekali guru-guru dari masa lalu yang begitu berjasa dalam hidupku. Dari guru TK misalnya, yang paling aku ingat kala itu adalah Bu Eva, wali kelasku yang begitu menyenangkan dan mengayomi. Bu Siti Asmanah, Kepala Sekolah yang baik hati. Bu Murni, pengganti Kepala Sekolah, yang sama baiknya dengan Bu Siti Asmanaah. Oya nama sekolah TK-ku, TK Baiturrahim. Lain waktu mamakku pernah bercerita, katanya waktu TK, kabarnya sih aku jago menggambar dan mewarnai dulu. Itu kata beliau, aku hanya diceritakan saja. Bahkan pernah suatu kali, aku yang saat itu seharusnya mewakili TK-ku untuk lomba menggambar dan mewarnai di Jakarta sana, terpaksa mengundurkan diri dari lomba. Belakangan aku baru tahu kalau saat itu diwaktu yang berdekatan, Tante Tuti dan Almarhumah Tante Cica, dua orang adik perempuan dari Mamakku akan melangsungkan pernikahan. Jadi mau tak mau agenda sekolah untuk mensukseskan lomba mewarnai itu dibatalkan. Namun berhubung saat itu aku belum begitu peka tentang

Begitulah Ego Diri

Rasanya dulu dan mungkin sampai sekarang aku sering sekali menceritakan sedikit dari banyak hal yang aku inginkan dalam hidup ini. Dan sebenarnya, jika ingin jujur sampai sekarang pun aku masih tetap menyimpan keinginan demi keinginan itu untuk bisa hidup sekali lagi, atau pun berkali-kali lagi. Tentu saja tak ada yang salah untuk itu, semua orang pun tahu dan sadar itu sesuatu yang lumrah, sangat manusia sekali. Semua adalah tentang mimpi yang terus menyala dalam relung hati dan jiwa ini. Tentang harapan yang berharap tumbuh menjulang tinggi. Tentang ambisi​-ambisi yang menggerogoti diri dan terpenjara abadi dalam rangka kepala yang membingkai otak kanan dan kiri. Mimpi, harapan, dan ambisi, sejatinya adalah bagian dari nafsu dan ego diri. Dan siapalah kita yang manusia ini? Ah hanyalah insan biasa, yang tiada daya dan upaya menolak segala sajian fatamorgana dunia penuh imajinasi. Seolah-olah kita semua adalah budak yang merasa dirinya calon raja tertinggi. Padahal benar saja

Ibu Paling Tahu

"Jangankan berjalan di atas pecahan kaca. Bahkan berjalan di atas kobaran api pun akan aku lakukan untukmu." Aku benar-benar muak rasanya kalau mengingat perkataan Budi pada Ani, kekasihnya itu saat saling video-call Minggu lalu. Padahal kemarin sore saja, aku mendengar dia menolak perintah ibunya yang menyuruh dia membeli gula ke warung dengan dalih "sinar matahari  sedang terik-terik sekali bu" katanya. Tapi setelah​ hari itu berlalu, aku sudah tak lagi muak dan kesa padanya, malah berganti jadi geli sendiri. Bagaimana tak geli, tadi pagi aku lihat dia menangis meraung-raung sejadi-jadinya depan halaman rumahnya. Dia merajuk pada ibunya untuk minta dibelikan handphone baru segera karena handphonenya yang lama sudah mulai rusak. Entah karena kasihan atau bosan mendengar Budi menangis, ibunya lalu bilang "Iya nanti ibu belikan, tapi ibu mau lihat kamu berjalan di atas pecahan kaca atau berjalan di atas kobaran api dulu" Dengan wajah yang tampak m

Tapal Batas Mimpi

Aku sebenarnya tidak sedang ingin berpuisi Lagipula aku tak cakap menghimpun kata beruntun rima Kalaupun itu terjadi, aku mungkin sedang asal meracau saja lewat tulisan ini seadanya Tak ada jujur yang bisa aku ceritakan Melainkan air mata sulit tumpah Maaf-maaf saja ini bukan curahan rasa Hanya ada hati terkenang rindu palsu abadi Ia adalah buah dari pertemuan sesaat di bawah deras hujan semalam tadi Di persimpangan jalan menuju arah berlainan dari tempat ragaku mengabdi Sepertinya ini harus segera diakhiri Karena tampaknya kendali diri sudah terkikis tuntas habis dan tiada tersisa lagi Basah kuyup kedinginan Menunggu ia datang kembali Di tapal batas mimpi #10dayswrite #novemberwrite #mengenangmudalamrintikhujan #tenggelamdalamkerinduan

Selesai Di Sini

Bicara soal hidup tentu tak lepas dari persoalan  "Takdir". Dan ketika pembahasan beralih kepada "Takdir" sesungguhnya ini akan menjadi sedikit serius karena kita akan membahas tentang nilai-nilai ketuhanan. Atau mungkin ini hal yang biasa saja ya? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Ya sudah terserah saja, semua bebas berpendapat. Yang penting bertanggung jawab dan saling menghargai. Jadi ketika muncul sebuah pernyataan bahwa "Segala sesuatu adalah takdir"  Lalu hadirlah sekelumit pertanyaan "Apakah kau tahu apa itu takdir?", "Apakah kau percaya dengan adanya takdir yang bekerja di dunia ini?",  "Bagaimana menurutmu tentang konsep takdir?", "Apakah kau menyadari keberadaan takdir?" Jika ingin menjawabnya, lebih baik jawab dalam hati masing-masing saja, jika tak ingin ini menjadi perdebatan. Toh aku tak pernah tertarik dan tak jago pula berdebat. Tapi bila ingin berpendapat, ya seperti yang sudah aku jelaskan

Semua Ada Waktunya

Ketika kecil dulu, aku pernah dan mungkin sering sekali bertanya-tanya pada diriku sendiri tentang bagaimana dunia masa depan akan terjadi? Bagaimana dunia masa depan bekerja? Akankah ada banyak perubahan di sana-sini? Seberapa cepat proses itu berlangsung? Karena dari banyak hal dan peristiwa yang aku amati mulai dari buku, tayangan berita, film, kartun, anime, serial dari barat dan Indonesia, dan lain sebagainya. Aku mendapati semacam visi dan pemahaman sederhana tentang sekumpulan teori bahwa segala macam yang akan terjadi nanti di hari esok, mungkin dapat mengubah banyak hal secara keseluruhan. Segala sesuatu yang dulu sudah pernah  tersusun rapi dengan patokan yang juga sudah jelas, suatu saat kelak akan kembali runtuh untuk dipugar ulang dengan cara dan konsep baru dengan mengedapankan teori-teori yang terbaru pula. Tapi di sisi lain, orang-orang juga sering berpendapat bahwa hidup ini sebenarnya bergerak ibarat perputaran sebuah roda. Di mana setiap wa

Perihal Tak Jelas

Seringkali aku memiliki sebentuk pertanyaan pada seseorang, beberapa orang, dan mungkin juga pada banyak orang. Yang ingin aku tanyakan adalah, kenapa mereka menyukai "awan putih"? Baik itu dalam bentuk objek visual,. suara, ataupun dalam bentuk kombinasi kata yang berubah menjadi frasa itu sendiri. Ya, aku ingin menanyakan kenapa mereka menyukainya? Aku yakin pasti itu semua ada alasannya, aku tak akan meragukan itu.  Entah, jika ada yang beranggapan bahwa awan putih itu terlihat begitu indah dan meneduhkan diri bila tampak di atas langit sana. Mungkin terbayang permen kapas gulali berwarna putih. Bisa juga ada yang merasakan hal magis dan menggugah rasa saat mendengar suara manusia yang mengucapkan "awan putih". Atau dapat pula ada segolongan orang-orang yang diberkahi ide menarik untuk dijadikan unsur pembentuk karya. Sebab, jikalau bisa dan memungkinkan, aku ingin sekali mengambil pelajaran dan inspirasi atas hal tersebut. Sekalipun yang mereka ut

Aku Ingin Terang

Entah kapan pastinya semua ini bermula. Tak tahu kenapa, sejak dulu aku begitu tertarik dengan lampu, ya lampu. Mulai dari lampu penerangan rumah, lampu hias, lampu belajar, lampu halaman, lampu taman kota, lampu teplok, lampu senter, lampu petromak , lampu emergency, lampu apapun itu aku pasti suka. Terlebih lagi lampu jalan, rasanya aku begitu terobsesi dengan lampu-lampu jalanan. Di Manapun itu, aku pasti selalu suka. Mungkin gara-gara ini aku bisa disangka aneh bagi banyak orang,l. Atau bahkan lebih parahnya, bisa saja aku dianggap gila. Ah aku tak peduli apa kata mereka, toh orang-orang akan selalu berkomentar tentangku. Tentang apa yang aku lakukan, tentang apa yang aku suka, tentang apa yang aku inginkan dalam hidup ini. Mereka semua tak akan pernah puas melemparkan caci-maki dan buruk sangkanya pada apapun dan siapapun, termasuk juga aku. Mereka semua tak akan pernah tahu, apa yang sesungguhnya aku mau. Padahal yang aku inginkan dari beraneka ragam lampu itu, h

Nasehat Seorang Pembenci

Kata kakek  "Selagi kau hidup, kau boleh dan bebas melakukan apapun yang kau mau, nak. Apapun itu, termasuk jika kau ingin jadi pembenci. Ya tentu itu semua berdasarkan pilihan dan tanggung jawabmu sendiri. Tapi tolong ingat satu hal pesanku ini, nak. Setidaknya kau tidak jadi pembenci yang dibayar. Jangan jadi budak pembenci yang hanya tahu ikut arus membenci. Tanpa tahu apa yang dibenci, terlebih lagi tak tahu apa tujuan dari membenci itu. Kau harus tahu jelas apa yang kau lakukan dan tahu pasti apa konsekuensinya. Jangan nanti di penghujung jalan, lalu kau menangis darah, tak ada arti lagi semua itu, hanyalah sia-sia belaka. Maka sekali lagi aku ingatkan kau, nak. Jika kau ingin jadi pembenci, jadilah pembenci sejati"

Ocehan Sendiri

Sesekali atau mungkin sering kali aku bisa saja tiba-tiba terpikir, ingin mencari dan mengumpulkan banyak sekali teman. Mungkin karena dalam dimensi dunia yang nyata ini, sedikit sekali teman yang aku miliki. Ada tapi tak banyak. Tak banyak karena memang tak mudah aku temukan. Pun dalam suasana yang tampak akrab, sial memang. Aku bukan orang yang pandai bergaul atau sebutlah menjalin pertemanan. Bukan karena sombong, bukan pula karena pilah-pilih. Pilah-pilih mungkin terjadi, tapi tidak merasa berada pada status sosial dan ekonomi yang berbeda level, ah aku tidak sepicik itu. Aku tidak mengkategorikan diri bahwa aku adalah bagian dari orang-orang introvert, meski mungkin hal itu tak pula bisa aku tolak. Karena jujur saja, sebenarnya aku berharap bisa dengan mudahnya berkenalan dengan orang lain, melebur akrab dalam rasa, emosi, dan kesamaan visi. Tapi kenyataannya semua tidak selalu seperti apa yang diharapkan. Alah, ocehan apa pula ini.

Yang

Yang tiada akan ada Yang ada akan pergi Yang pergi akan hilang Yang hilang akan dikenang Yang dikenang akan terlupa Yang terlupa akan abadi

Pagi Itu Indah Rupanya

Di sebuah pagi cerah Lalu lalang laju kendaran berkejaran Dan di sudut halaman rumah belakang Ada aku duduk menatap langit tenang Mengamati kesibukan sekitar Mendengar gemuruh jalanan riuh Derap langkah-langkah dekat dan jauh Melihat sekawanan burung kecil Ke sana ke mari Mereka menyanyi juga menari Sepasang kumbang kecil hitam Terbang merayap dari bunga ke bunga Menyerap sari sari di mahkota Beberapa menit waktu berlalu Kutenggak secangkir kopi hitamku Sesaat aku menyeringai Menatap senyum pada seikat bunga putih dalam botol plastik Lalu tersadar aku dalam diam Pagi itu indah rupanya

Ironi Jalanan

Pagi kemarin, demi memenuhi hasrat untuk menyantap sarapan di sebuah warung  langganan, berhubung tempatnya cukup jauh aku meminjam motor seorang kawan untuk aku pakai ke warung itu. Setibanya di sana, setelah memarkirkan motor temanku pada posisi yang aman, dengan sigap aku menghampiri ibu penjual untuk memesan sepiring nasi gemuk untuk aku makan langsung di warung itu.  Selang beberapa menit aku menunggu di tempat duduk, datang seorang bapak tua berjalan tergopoh-gopoh menenteng kotak berisi dagangan rokok, lalu ia duduk. Pesananku pun datang, waktunya makan. Tanpa berbicara menyampaikan sepatah kata, ibu penjual sepertinya sudah tahu pesanan bapak tua itu, ia langsung menyiapkan teh hangat untuk si bapak tua, aku pikir mungkin ia sudah biasa juga sarapan di situ. Di belakangku ada dua orang polisi lalu lintas yang juga sedang menyantap sarapan pagi. Polisi yang pertama tampak sudah cukuo senior. Dan polisi kedua sepertinya masih junior. Dalam keriuhan dari mereka yang berbicara